Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sosok Tumenggung Pati, pejabat Kesultanan Mataram yang menjadi kepercayaan Sultan Amangkurat I berhasil meredam ketegangan dan ambisi menyerang Kesultanan Banten.
Padahal sebelumnya Sultan Amangkurat I begitu menggebu-gebu menyerang Banten yang merupakan kerajaan sahabat sendiri.
Penyebabnya selain kegagalan pernikahan politik, juga ada kesombongan Kesultanan Banten yang dinilai oleh Sultan Mataram saat itu.
Apalagi armada perang Banten konon sudah merapat ke wilayah Mataram tepatnya di Juwana, yang kini masuk Pati, Jawa Tengah.
Beberapa psywar pun dilakukan oleh Banten yang diperkuat 7 armada kapal perang dengan beberapa persenjataan dan dua utusan dari Kiai Mongjaya.
Tapi di kala suhu memanas, Tumenggung Pati pejabat di Mataram konon mencoba mendinginkan suasana. Kehadirannya disebut hanyalah utusan perdamaian dari Kerajaan Mataram.
Bahkan Tumenggung Pati juga memerintahkan agar Banten kembali dalam waktu empat hari, tapi konon tidak terealisasi.
Oleh karena itu, Sultan Mataram Amangkurat I begitu 'gatal' melihat ulah dari pasukan Banten yang dinilainya sombong.
Dikutip dari "Disintegrasi Mataram : Di Bawah Mangkurat I", Sultan Mataram begitu tersinggung dengan pelanggaran yang dilakukan Banten terhadap rakyatnya.
Namun nasehat Tumenggung Pati agar memberitahukan ke Belanda dahulu jikalau menyerang Banten mampu meredam ambisi Sultan Amangkurat I.
Benar saja memang Belanda tak menyetujui bila Mataram menyerang Banten yang sama-sama berkongsi dengan Belanda. Meskipun Sultan Banten sempat menginginkan Mataram jadi daerah taklukkannya.
Satu hal yang akhirnya mampu menahan Sultan Amangkurat I menyerang Banten, yakni kesamaan agama dan kepercayaan kepada Islam.
Tumenggung Pati lagi-lagi berperan dalam pembisik sang penguasa Mataram itu. Ia menyatakan, bahwa Banten yang merupakan saudara seagama membuat harus dimaafkan kendati sudah berlaku kurang ajar kepada Mataram.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
Padahal sebelumnya Sultan Amangkurat I begitu menggebu-gebu menyerang Banten yang merupakan kerajaan sahabat sendiri.
Penyebabnya selain kegagalan pernikahan politik, juga ada kesombongan Kesultanan Banten yang dinilai oleh Sultan Mataram saat itu.
Apalagi armada perang Banten konon sudah merapat ke wilayah Mataram tepatnya di Juwana, yang kini masuk Pati, Jawa Tengah.
Beberapa psywar pun dilakukan oleh Banten yang diperkuat 7 armada kapal perang dengan beberapa persenjataan dan dua utusan dari Kiai Mongjaya.
Tapi di kala suhu memanas, Tumenggung Pati pejabat di Mataram konon mencoba mendinginkan suasana. Kehadirannya disebut hanyalah utusan perdamaian dari Kerajaan Mataram.
Bahkan Tumenggung Pati juga memerintahkan agar Banten kembali dalam waktu empat hari, tapi konon tidak terealisasi.
Oleh karena itu, Sultan Mataram Amangkurat I begitu 'gatal' melihat ulah dari pasukan Banten yang dinilainya sombong.
Dikutip dari "Disintegrasi Mataram : Di Bawah Mangkurat I", Sultan Mataram begitu tersinggung dengan pelanggaran yang dilakukan Banten terhadap rakyatnya.
Namun nasehat Tumenggung Pati agar memberitahukan ke Belanda dahulu jikalau menyerang Banten mampu meredam ambisi Sultan Amangkurat I.
Benar saja memang Belanda tak menyetujui bila Mataram menyerang Banten yang sama-sama berkongsi dengan Belanda. Meskipun Sultan Banten sempat menginginkan Mataram jadi daerah taklukkannya.
Satu hal yang akhirnya mampu menahan Sultan Amangkurat I menyerang Banten, yakni kesamaan agama dan kepercayaan kepada Islam.
Tumenggung Pati lagi-lagi berperan dalam pembisik sang penguasa Mataram itu. Ia menyatakan, bahwa Banten yang merupakan saudara seagama membuat harus dimaafkan kendati sudah berlaku kurang ajar kepada Mataram.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
(shf)