Pangdam Siliwangi yang Tembus Bintang 4, 3 Nama Melesat Jadi Panglima TNI
loading...
A
A
A
BANDUNG - Dalam dunia militer Indonesia, Kodam III/Siliwangi telah melahirkan sejumlah jenderal bintang empat yang mengukir prestasi gemilang. Enam mantan Pangdam Siliwangi ini tidak hanya berhasil menembus pangkat tertinggi di Angkatan Darat tetapi juga mengisi posisi strategis di TNI, termasuk menjadi Panglima TNI.
Dari Jenderal Agus Subiyanto yang terakhir meraih bintang empat hingga Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution, sosok pertama yang memimpin Kodam Siliwangi, masing-masing memiliki kisah inspiratif dan rekam jejak yang mengesankan.
Pangdam Siliwangi terakhir yang kariernya menanjak hingga bintang empat adalah Jenderal TNI Agus Subiyanto. Setelah Agus Subiyanto, belum ada lagi Pangdam Siliwangi yang berhasil menembus pangkat bintang empat.
Kini, dengan Mayjen TNI Dadang Arif Abdurahman di pucuk pimpinan, banyak yang bertanya-tanya apakah ia dapat mengikuti jejak pendahulunya untuk menembus pangkat bintang empat? Mari kita telusuri jejak enam Pangdam Siliwangi yang berhasil menembus batas dan mengukir sejarah di angkatan bersenjata.
Agus Subiyanto adalah Pangdam Siliwangi terakhir yang kariernya berhasil menjadi jenderal bintang. Janderal Agus Subiyanto masih aktif menjabat sebagai Panglima TNI saat ini.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik Jenderal TNI Agus Subiyanto menjadi Panglima TNI di Istana Negara, Jakarta pada Rabu 22 November 2023. Agus menggantikan Panglima TNI sebelumnya yakni Laksamana TNI Yudo Margono yang akan memasuki masa pensiun.
Pelantikan Agus berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 102/TNI/2023 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Panglima Tentara Nasional Indonesia. Keppres tersebut ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 November 2023.
Sebulan sebelum diangkat menjadi Panglima, Agus Subiyanto dilantik Presiden Jokowi sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada Rabu 25 Oktober 2023 menggantikan Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang memasuki masa pensiun. Sebelum menjadi orang nomor satu di TNI AD, Agus Subiyanto menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).
Agus Subiyanto merupakan abituren Akademi Militer (Akmil) tahun 1991. Agus kemudian mengikuti Kursus Dasar Kecabangan (Sussarcab) Infanteri Kopassus.
Lahir dari keluarga militer, Agus Subiyanto mengawali karier militernya sebagai Kasiops Sektor A di Timor Timur, kemudian menjadi Danyon 22 Grup 2 Kopassus, hingga menjadi Kepala Penerangan Kopassus. Agus Subiyanto kemudian mendapat promosi menjadi Dandim 0735/Surakarta (2009-2011) saat Presiden Jokowi menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Selanjutnya, Agus dipercaya menjadi Waasops Divif 1 Kostrad, dan Asops Divif 1 Kostrad. Tidak hanya itu, Agus Subiyanto juga diangkat menjadi Asops Kasdam 1/BB, Danrindam 2 Kodam 2 Sriwijaya. Agus kemudian ditunjuk menjadi Danrem 132/Tadulako, Paban 3/Latga Sops TNI, Wadan Pusenif, Danrem 061 Surya Kencana.
Kariernya terus menanjak, Agus dipercaya menjadi perisai hidup Presiden Jokowi dengan menjabat sebagai Danpaspampres 2020-2021. Selepas tugas di lingkaran Istana, Agus mendapat jabatan strategis menjadi Pangdam III/Siliwangi, Wakil KSAD, hingga KSAD. Puncaknya, Agus Subiyanto diangkat menjadi Panglima TNI.
Moeldoko merupakan Pangdam Siliwangi ke-33 yang kariernya berhasil menanjak menjadi bintang empat. Lahir di Desa Pesing, Kecamatan Purwoasri, Kediri, Jawa Timur, Moeldoko memilih berkarier sebagai tentara. Dia masuk Akabri Darat (kini Akmil) dan lulus pada 1981.
Prestasinya di Lembah Tidar itu sangat cemerlang. Moeldoko merupakan peraih Adhi Makayasa-Tri Sakti Wiratama.
Penugasan militernya beragam, namun sebagian besar langsung di teritorial (kewilayahan). Moeldoko mula-mula menjabat sebagai Danton Yonif Linud 700/BS Kodam XIV/Hasanuddin (1981), kemudian Danki A Yonif Linud 700/BS Kodam XIV/Hasanuddin (1983), hingga Kasi Operasi Yonif Linud 700/BS Kodam VII/Wirabuana.
Perjalanan waktu mengantarkannya pada berbagai promosi jabatan. Semasa bintang dua, jabatan strategis yang diembannya antara lain Panglima Divisi Infanteri 1/Kostrad (2010), Pangdam XII/Tanjungpura, dan Pangdam III/Siliwangi (2010).
Kariernya terus meroket. Bintang emas di pundaknya juga bertambah. Menyandang pangkat Letjen, Moeldoko dipasrahi tanggung jawab sebagai Wakil Gubernur Lemhannas (2011). Namanya kian melejit saat ditunjuk sebagai Wakil KSAD pada 2013.
Tak butuh lama, dia melesat menjadi orang nomor satu di matra Darat atau KSAD pada 2013. Moeldoko menggantikan seniornya, Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo.
Menariknya, jabatan superstrategis itu hanya dipegang hanya tiga bulan. Sebab, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuknya sebagai Panglima TNI.
Moeldoko menjabat sebagai orang nomor satu di militer dalam kurun 2013-2015. Selepas dari TNI, Moeldoko dipercaya Presiden Jokowi menjadi Kepala Staf Presiden hingga kini.
Selama karier militernya, dia juga banyak memperoleh berbagai tanda jasa, di antaranya Bintang Dharma, Bintang Bhayangkara Utama, Bintang Yudha Dharma Pratama, Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, Bintang Yudha Dharma Nararya, Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, Satya Lencana Dharma Santala, dan Satya Lencana Kesetiaan.
Operasi militer yang pernah diikuti antara lain Operasi Seroja Timor-Timur tahun 1984 dan Konga Garuda XI/A tahun 1995. Dia juga pernah mendapat penugasan di Selandia Baru (1983 dan 1987), Singapura dan Jepang (1991), Irak-Kuwait (1992), Amerika Serikat, dan Kanada.
Pramono Edhie Wibowo menjabat sebagai Pangdam Siliwangi pada periode 2009-2010. Kariernya cemerlang dengan berhasil menjabat Komandan Korps Pasukan Khusus (Kopassus) dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Pria kelahiran Magelang 5 Mei 1955 ini merupakan anak dari sosok tokoh militer ternama di Indonesia Letjen TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo. Dia juga merupakan ipar dari Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Pramono Edhie merupakan adik dari Ani Yudhoyono.
Sebagai seorang anak dari jenderal, Pramono Edhie akhirnya memutuskan untuk mengikuti jejak sang ayah sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia. Dengan latar belakang keluarga militer, membuat perjalanan karier Pramono Edhie kian bersinar.
Setelah lulus Akmil pada 1978, dia ditunjuk sebagai Komandan Pleton Grup I Kopassandha. Kemudian setelah menyelesaikan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad). Pramono Edhie semakin sering menjabat di posisi strategis seperti Perwira Intel Operasi grup I Kopassus, hingga wakil komandan Grup 1/Kopassus pada tahun 1996.
Masa setelah Reformasi, Pramono Edhie terpilih menjadi Ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2001. Di tahun yang sama juga dia menempuh Sekolah Staf dan Komando Tentara Nasional Indonesia (Sesko TNI).
Pada tahun 2005 karier Pramono terus meningkat, dimana kala itu dia menjadi Wakil Danjen Kopassus pada 2005. Dua tahun berselang jabatan Komandan Kopassus diembannya.
Namun, kariernya yang terlalu mulus ini membuat kebanyakan orang berpendapat karena latar belakang keluarganya yang mendukung dia mudah dalam naik pangkat dan menjabat posisi strategis. Apalagi ketika dia menjadi KSAD.
Dilansir dari demokrat.or.id, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Nomor 40/TNI/tahun 2011 mengangkat Letnan Jenderal Pramono Edhie Wibowo sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal TNI George Toisutta.
George Toisutta merupakan Pangdam Siliwangi lainnya berkarier cemerlang karena berhasil menjadi pimpinan kesatuan Angkatan Darat. Lulusan Akademi Militer, Magelang tahun 1976 ini menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) dari tahun 2009 sampai 2011 menggantikan Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo.
Dalam karier militernya, George Toisutta menduduki sejumlah posisi penting. Ketika pecah bintang menjadi Brigjen, George Toisutta mengemban jabatan sebagai Kasdivif 1/Kostrad, Kasgartap 1/Kodam Jaya, dan Kasdam Jaya.
Kariernya semakin cemerlang ketika tembus bintang dua dengan mengemban amanat sebagai Pangkoops TNI di Aceh, Panglima Divisi 1/Kostrad, Pangdam XVII/Trikora, dan Pangdam III/Siliwangi.
Tak berhenti di situ, pria kelahiran Makassar 1 Juni 1953 ini kembali mendapat promosi Pangkostrad dan menyandang bintang tiga di pundaknya. Adapun posisi tersebut diembannya sejak 13 November 2007 hingga 17 Februari 2010 atau sekitar 2 tahun lebih 2 bulan.
Puncak kariernya militernya ketika diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi KSAD dan berhasil menambah satu lagi bintang di pundaknya menjadi jenderal bintang empat.
Edi Sudrajat merupakan salah satu lulusan terbaik Akademi Militer yang pernah menjabat Pangdam Siliwwangi. Pada lulusan tersebut, Edi Sudrajat berhasil terpilih sebagai lulusan terbaik angkatan dan meraih penghargaan Adhi Makayasa.
Dikutip dari perpusnas.go.id, Jenderal Edi Sudrajat lahir di Jambi pada 22 April 1938. Dia juga merupakan lulusan Akademi Militer Nasional angkatan pertama tahun 1960.
Setelah lulus, Edi Sudrajat ditugaskan sebagai Komandan Peleton di Batalyon Infanteri 515/Tanggul, Jember selama 2 tahun 1961-1962, dan sempat ikut dalam Operasi Trikora.
Kemudian Edi ditugaskan dalam operasi keamanan terhadap Republik Maluku Selatan, Organisasi Papua Merdeka, dan Gerakan 30 September pada tahun 1960-an. Pada 1980, ketika Edi Sudrajat berpangkat Brigadir Jenderal, dia menjabat sebagai Panglima Komando Tempur Lintas Udara Kostrad.
Setahun kemudian Panglima Kodam II/Bukit Barisan di Medan dijabatnya setelah pangkatnya naik menjadi jenderal bintang dua atau Mayor Jenderal hingga tahun 1983. Kemudian dia dipercaya untuk memegang jabatan sebagai Pangdam Kodam III/Siliwangi di Bandung pada tahun 1983-1985.
Pada tahun 1985 sampai 1986, Edi diangkat menjadi Asisten Operasi Kasum ABRI. Setelah pangkatnya menjadi Letnan Jenderal, dia dipercaya untuk jabatan Wakil Kepala Staf TNI AD dari tahun 1986 hingga 1988. Hingga akhirnya diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) hingga 1993.
Tahun tersebut sekaligus menjadi pencapaian tertinggi Edi Sudrajat. Karena pada 1993 dirinya diangkat menjadi Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk menggantikan Try Soetrisno.
Edi Sudrajat adalah perwira tinggi pertama lulusan Akademi Militer Nasional yang menjadi Panglima ABRI. Selain itu, pada tahun yang sama ia diangkat menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan dalam Kabinet Pembangunan VI era kepemimpinan Presiden Soeharto.
Abdul Haris Nasution merupakan sosok pertama yang menjabat Pangdam Siliwangi. Dia merupakan salah satu jenderal bintang 5 di Indonesia. Bukan tanpa alasan, penyematan tersebut sesuai dengan jasa dan berbagai perjuangan yang turut dilakukannya untuk Indonesia.
Melihat dari riwayatnya, Jenderal Besar TNI (Purn) AH Nasution lahir di Desa Hutapungkut, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Tepatnya pada 3 Desember 1918 dari pasangan HA Halim Nasution dan H Zahra Lubis.
Setelah lulus jenjang pendidikan menengah atas, Nasution diketahui sempat menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Tak berselang lama, dia tertarik untuk masuk ke dunia militer.
Semua berawal sekitar tahun 1940, kala itu Nasution menjadi siswa Corps Opleiding Reserve Officien (CORO) di Bandung. Beberapa saat setelahnya, dia diangkat sebagai Cadet Vaandrig.
Pada era pendudukan Jepang, Nasution bekerja sebagai pegawai di Kota Praja Bandung. Tak lama, dia berhenti dan memilih bergabung bersama Angkatan Muda Bandung.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pemerintah membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dalam hal ini, Nasution menjabat sebagai penasihat di BKR Bandung.
Saat Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk pada 5 Oktober 1945, dia ditunjuk sebagai Kepala Staf Komandemen TKR I/Jawa Barat. Lalu pada tahun 1946, AH Nasution diangkat menjadi Panglima Divisi Siliwangi.
Pada 17 Februari 1948, muncul Perpres Nomor 9 yang berisi keputusan pengangkatan Nasution menjadi Wakil Panglima Besar. Kariernya semakin cemerlang setelah pengkuan kedaulatan penuh RI pada 1949.
Saat itu, AH Nasution diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat. Setelah Presiden Soekarno menerbitkan Dekrit Presiden 4 Juli 1959, Nasution ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata, tepatnya pada 1962.
Beberapa tahun berselang, Jenderal AH Nasution menjadi salah satu target penculikan jenderal TNI AD yang dilakukan PKI pada 30 September 1965. Adapun peristiwa kelam tersebut dikenal sebagai G30S/PKI.
Dalam insiden tersebut, Nasution menjadi satu-satunya jenderal yang selamat. Sedangkan beberapa rekannya yang tertangkap harus kehilangan nyawanya. Dia berhasil lolos meskipun kakinya sempat tertembak.
Dari Jenderal Agus Subiyanto yang terakhir meraih bintang empat hingga Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution, sosok pertama yang memimpin Kodam Siliwangi, masing-masing memiliki kisah inspiratif dan rekam jejak yang mengesankan.
Pangdam Siliwangi terakhir yang kariernya menanjak hingga bintang empat adalah Jenderal TNI Agus Subiyanto. Setelah Agus Subiyanto, belum ada lagi Pangdam Siliwangi yang berhasil menembus pangkat bintang empat.
Kini, dengan Mayjen TNI Dadang Arif Abdurahman di pucuk pimpinan, banyak yang bertanya-tanya apakah ia dapat mengikuti jejak pendahulunya untuk menembus pangkat bintang empat? Mari kita telusuri jejak enam Pangdam Siliwangi yang berhasil menembus batas dan mengukir sejarah di angkatan bersenjata.
Daftar Pangdam Siliwangi yang Tembus Bintang 4
1. Jenderal TNI Agus Subiyanto
Agus Subiyanto adalah Pangdam Siliwangi terakhir yang kariernya berhasil menjadi jenderal bintang. Janderal Agus Subiyanto masih aktif menjabat sebagai Panglima TNI saat ini.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik Jenderal TNI Agus Subiyanto menjadi Panglima TNI di Istana Negara, Jakarta pada Rabu 22 November 2023. Agus menggantikan Panglima TNI sebelumnya yakni Laksamana TNI Yudo Margono yang akan memasuki masa pensiun.
Pelantikan Agus berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 102/TNI/2023 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Panglima Tentara Nasional Indonesia. Keppres tersebut ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 November 2023.
Sebulan sebelum diangkat menjadi Panglima, Agus Subiyanto dilantik Presiden Jokowi sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada Rabu 25 Oktober 2023 menggantikan Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang memasuki masa pensiun. Sebelum menjadi orang nomor satu di TNI AD, Agus Subiyanto menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).
Agus Subiyanto merupakan abituren Akademi Militer (Akmil) tahun 1991. Agus kemudian mengikuti Kursus Dasar Kecabangan (Sussarcab) Infanteri Kopassus.
Lahir dari keluarga militer, Agus Subiyanto mengawali karier militernya sebagai Kasiops Sektor A di Timor Timur, kemudian menjadi Danyon 22 Grup 2 Kopassus, hingga menjadi Kepala Penerangan Kopassus. Agus Subiyanto kemudian mendapat promosi menjadi Dandim 0735/Surakarta (2009-2011) saat Presiden Jokowi menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Selanjutnya, Agus dipercaya menjadi Waasops Divif 1 Kostrad, dan Asops Divif 1 Kostrad. Tidak hanya itu, Agus Subiyanto juga diangkat menjadi Asops Kasdam 1/BB, Danrindam 2 Kodam 2 Sriwijaya. Agus kemudian ditunjuk menjadi Danrem 132/Tadulako, Paban 3/Latga Sops TNI, Wadan Pusenif, Danrem 061 Surya Kencana.
Kariernya terus menanjak, Agus dipercaya menjadi perisai hidup Presiden Jokowi dengan menjabat sebagai Danpaspampres 2020-2021. Selepas tugas di lingkaran Istana, Agus mendapat jabatan strategis menjadi Pangdam III/Siliwangi, Wakil KSAD, hingga KSAD. Puncaknya, Agus Subiyanto diangkat menjadi Panglima TNI.
2. Jenderal TNI Moeldoko
Moeldoko merupakan Pangdam Siliwangi ke-33 yang kariernya berhasil menanjak menjadi bintang empat. Lahir di Desa Pesing, Kecamatan Purwoasri, Kediri, Jawa Timur, Moeldoko memilih berkarier sebagai tentara. Dia masuk Akabri Darat (kini Akmil) dan lulus pada 1981.
Prestasinya di Lembah Tidar itu sangat cemerlang. Moeldoko merupakan peraih Adhi Makayasa-Tri Sakti Wiratama.
Penugasan militernya beragam, namun sebagian besar langsung di teritorial (kewilayahan). Moeldoko mula-mula menjabat sebagai Danton Yonif Linud 700/BS Kodam XIV/Hasanuddin (1981), kemudian Danki A Yonif Linud 700/BS Kodam XIV/Hasanuddin (1983), hingga Kasi Operasi Yonif Linud 700/BS Kodam VII/Wirabuana.
Perjalanan waktu mengantarkannya pada berbagai promosi jabatan. Semasa bintang dua, jabatan strategis yang diembannya antara lain Panglima Divisi Infanteri 1/Kostrad (2010), Pangdam XII/Tanjungpura, dan Pangdam III/Siliwangi (2010).
Kariernya terus meroket. Bintang emas di pundaknya juga bertambah. Menyandang pangkat Letjen, Moeldoko dipasrahi tanggung jawab sebagai Wakil Gubernur Lemhannas (2011). Namanya kian melejit saat ditunjuk sebagai Wakil KSAD pada 2013.
Tak butuh lama, dia melesat menjadi orang nomor satu di matra Darat atau KSAD pada 2013. Moeldoko menggantikan seniornya, Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo.
Menariknya, jabatan superstrategis itu hanya dipegang hanya tiga bulan. Sebab, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuknya sebagai Panglima TNI.
Moeldoko menjabat sebagai orang nomor satu di militer dalam kurun 2013-2015. Selepas dari TNI, Moeldoko dipercaya Presiden Jokowi menjadi Kepala Staf Presiden hingga kini.
Selama karier militernya, dia juga banyak memperoleh berbagai tanda jasa, di antaranya Bintang Dharma, Bintang Bhayangkara Utama, Bintang Yudha Dharma Pratama, Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, Bintang Yudha Dharma Nararya, Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, Satya Lencana Dharma Santala, dan Satya Lencana Kesetiaan.
Operasi militer yang pernah diikuti antara lain Operasi Seroja Timor-Timur tahun 1984 dan Konga Garuda XI/A tahun 1995. Dia juga pernah mendapat penugasan di Selandia Baru (1983 dan 1987), Singapura dan Jepang (1991), Irak-Kuwait (1992), Amerika Serikat, dan Kanada.
3. Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo
Pramono Edhie Wibowo menjabat sebagai Pangdam Siliwangi pada periode 2009-2010. Kariernya cemerlang dengan berhasil menjabat Komandan Korps Pasukan Khusus (Kopassus) dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Pria kelahiran Magelang 5 Mei 1955 ini merupakan anak dari sosok tokoh militer ternama di Indonesia Letjen TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo. Dia juga merupakan ipar dari Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Pramono Edhie merupakan adik dari Ani Yudhoyono.
Sebagai seorang anak dari jenderal, Pramono Edhie akhirnya memutuskan untuk mengikuti jejak sang ayah sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia. Dengan latar belakang keluarga militer, membuat perjalanan karier Pramono Edhie kian bersinar.
Setelah lulus Akmil pada 1978, dia ditunjuk sebagai Komandan Pleton Grup I Kopassandha. Kemudian setelah menyelesaikan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad). Pramono Edhie semakin sering menjabat di posisi strategis seperti Perwira Intel Operasi grup I Kopassus, hingga wakil komandan Grup 1/Kopassus pada tahun 1996.
Masa setelah Reformasi, Pramono Edhie terpilih menjadi Ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2001. Di tahun yang sama juga dia menempuh Sekolah Staf dan Komando Tentara Nasional Indonesia (Sesko TNI).
Pada tahun 2005 karier Pramono terus meningkat, dimana kala itu dia menjadi Wakil Danjen Kopassus pada 2005. Dua tahun berselang jabatan Komandan Kopassus diembannya.
Namun, kariernya yang terlalu mulus ini membuat kebanyakan orang berpendapat karena latar belakang keluarganya yang mendukung dia mudah dalam naik pangkat dan menjabat posisi strategis. Apalagi ketika dia menjadi KSAD.
Dilansir dari demokrat.or.id, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Nomor 40/TNI/tahun 2011 mengangkat Letnan Jenderal Pramono Edhie Wibowo sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal TNI George Toisutta.
4. Jenderal TNI George Toisutta
George Toisutta merupakan Pangdam Siliwangi lainnya berkarier cemerlang karena berhasil menjadi pimpinan kesatuan Angkatan Darat. Lulusan Akademi Militer, Magelang tahun 1976 ini menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) dari tahun 2009 sampai 2011 menggantikan Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo.
Dalam karier militernya, George Toisutta menduduki sejumlah posisi penting. Ketika pecah bintang menjadi Brigjen, George Toisutta mengemban jabatan sebagai Kasdivif 1/Kostrad, Kasgartap 1/Kodam Jaya, dan Kasdam Jaya.
Kariernya semakin cemerlang ketika tembus bintang dua dengan mengemban amanat sebagai Pangkoops TNI di Aceh, Panglima Divisi 1/Kostrad, Pangdam XVII/Trikora, dan Pangdam III/Siliwangi.
Tak berhenti di situ, pria kelahiran Makassar 1 Juni 1953 ini kembali mendapat promosi Pangkostrad dan menyandang bintang tiga di pundaknya. Adapun posisi tersebut diembannya sejak 13 November 2007 hingga 17 Februari 2010 atau sekitar 2 tahun lebih 2 bulan.
Puncak kariernya militernya ketika diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi KSAD dan berhasil menambah satu lagi bintang di pundaknya menjadi jenderal bintang empat.
5. Jenderal TNI Edi Sudradjat
Edi Sudrajat merupakan salah satu lulusan terbaik Akademi Militer yang pernah menjabat Pangdam Siliwwangi. Pada lulusan tersebut, Edi Sudrajat berhasil terpilih sebagai lulusan terbaik angkatan dan meraih penghargaan Adhi Makayasa.
Dikutip dari perpusnas.go.id, Jenderal Edi Sudrajat lahir di Jambi pada 22 April 1938. Dia juga merupakan lulusan Akademi Militer Nasional angkatan pertama tahun 1960.
Setelah lulus, Edi Sudrajat ditugaskan sebagai Komandan Peleton di Batalyon Infanteri 515/Tanggul, Jember selama 2 tahun 1961-1962, dan sempat ikut dalam Operasi Trikora.
Kemudian Edi ditugaskan dalam operasi keamanan terhadap Republik Maluku Selatan, Organisasi Papua Merdeka, dan Gerakan 30 September pada tahun 1960-an. Pada 1980, ketika Edi Sudrajat berpangkat Brigadir Jenderal, dia menjabat sebagai Panglima Komando Tempur Lintas Udara Kostrad.
Setahun kemudian Panglima Kodam II/Bukit Barisan di Medan dijabatnya setelah pangkatnya naik menjadi jenderal bintang dua atau Mayor Jenderal hingga tahun 1983. Kemudian dia dipercaya untuk memegang jabatan sebagai Pangdam Kodam III/Siliwangi di Bandung pada tahun 1983-1985.
Pada tahun 1985 sampai 1986, Edi diangkat menjadi Asisten Operasi Kasum ABRI. Setelah pangkatnya menjadi Letnan Jenderal, dia dipercaya untuk jabatan Wakil Kepala Staf TNI AD dari tahun 1986 hingga 1988. Hingga akhirnya diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) hingga 1993.
Tahun tersebut sekaligus menjadi pencapaian tertinggi Edi Sudrajat. Karena pada 1993 dirinya diangkat menjadi Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk menggantikan Try Soetrisno.
Edi Sudrajat adalah perwira tinggi pertama lulusan Akademi Militer Nasional yang menjadi Panglima ABRI. Selain itu, pada tahun yang sama ia diangkat menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan dalam Kabinet Pembangunan VI era kepemimpinan Presiden Soeharto.
6. Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution
Abdul Haris Nasution merupakan sosok pertama yang menjabat Pangdam Siliwangi. Dia merupakan salah satu jenderal bintang 5 di Indonesia. Bukan tanpa alasan, penyematan tersebut sesuai dengan jasa dan berbagai perjuangan yang turut dilakukannya untuk Indonesia.
Melihat dari riwayatnya, Jenderal Besar TNI (Purn) AH Nasution lahir di Desa Hutapungkut, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Tepatnya pada 3 Desember 1918 dari pasangan HA Halim Nasution dan H Zahra Lubis.
Setelah lulus jenjang pendidikan menengah atas, Nasution diketahui sempat menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Tak berselang lama, dia tertarik untuk masuk ke dunia militer.
Semua berawal sekitar tahun 1940, kala itu Nasution menjadi siswa Corps Opleiding Reserve Officien (CORO) di Bandung. Beberapa saat setelahnya, dia diangkat sebagai Cadet Vaandrig.
Pada era pendudukan Jepang, Nasution bekerja sebagai pegawai di Kota Praja Bandung. Tak lama, dia berhenti dan memilih bergabung bersama Angkatan Muda Bandung.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pemerintah membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dalam hal ini, Nasution menjabat sebagai penasihat di BKR Bandung.
Saat Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk pada 5 Oktober 1945, dia ditunjuk sebagai Kepala Staf Komandemen TKR I/Jawa Barat. Lalu pada tahun 1946, AH Nasution diangkat menjadi Panglima Divisi Siliwangi.
Pada 17 Februari 1948, muncul Perpres Nomor 9 yang berisi keputusan pengangkatan Nasution menjadi Wakil Panglima Besar. Kariernya semakin cemerlang setelah pengkuan kedaulatan penuh RI pada 1949.
Saat itu, AH Nasution diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat. Setelah Presiden Soekarno menerbitkan Dekrit Presiden 4 Juli 1959, Nasution ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata, tepatnya pada 1962.
Beberapa tahun berselang, Jenderal AH Nasution menjadi salah satu target penculikan jenderal TNI AD yang dilakukan PKI pada 30 September 1965. Adapun peristiwa kelam tersebut dikenal sebagai G30S/PKI.
Dalam insiden tersebut, Nasution menjadi satu-satunya jenderal yang selamat. Sedangkan beberapa rekannya yang tertangkap harus kehilangan nyawanya. Dia berhasil lolos meskipun kakinya sempat tertembak.
(kri)