Kutukan Mengerikan Raja Sriwijaya ke Penguasa Lokal yang Coba Membangkang
loading...
A
A
A
Jejak Kerajaan Sriwijaya terungkap berkat beberapa prasastinya. Bahkan konon kerajaan ini yang mampu menguasai Pulau Sumatera, Semenanjung Malaya, hingga selatan Sunda selama berabad-abad.
Konon saat itu Sriwijaya memiliki struktur kenegaraan dan pemerintahan yang hierarkis. Selain itu ada sistem pembagian teritorial atau kewilayahan untuk wilayah-wilayah kekuasaan di luar ibu kota kenegaraan.
Sistem ini begitu digdaya dan membuat Sriwijaya berkembang jadi kerajaan besar di Nusantara pada abad 7 Masehi. Kebesaran Sriwijaya juga terungkap dari temuan enam prasastinya.
Dari enam prasasti ini, tiga di antaranya ditemukan di Palembang dan sekitarnya. Sedangkan empat lainnya ditemukan di daerah-daerah mandala yang jauh, yakni di Sungai Batang Hari ke arah hulu dari Jambi, di Pulau Bangka dan di Sumatera tenggara dekat Selat Sunda.
Dikutip darı buku "Kedatuan Sriwijaya" karya George Coedes, Minggu (15/9/2024), dari beberapa prasasti itu ada satu prasasti yang menggambarkan bagaimana hubungan antara Sriwijaya dengan penguasa lokal wilayah lain. Prasasti berisikan kutukan kepada penguasa lokal yang membangkang dan para anggota istana Sriwijaya yang tidak setia.
Versi terpentingnya dan terpanjang dari prasasti-prasasti ini adalah Prasasti Sabokingking, yang ditemukan di Telaga Batu di pinggiran timur Palembang. Prasasti ini memuat daftar rinci para pejabat dan abdi istana Sriwijaya.
Di puncak hierarki ini terdapat sang penguasa Sriwijaya. Ia disusul dengan putra mahkota (yuvaraja), putra mahkota kedua (pratiyuvaraja), dan para pangeran keluarga raja (rajakumara).
Sementara itu di Prasasti Sabokingking terdapat dua kata yang menarik yakni vanua dan kadatuan. Di suatu kasus, penguasa Sriwijaya pernah mengancam lawan-lawannya.
Bahkan penguasa Sriwijaya di prasasti itu menuliskan "(jika) kamu bersengkongkol menentangku di daerah-daerah perbatasan (samaryyada patha) imperium (vanua) ku, (maka) kamu tidak berbakti dan akan dibinasakan oleh kutukan ini".
Asumsi bahwa vanua mengacu pada 'desaku' atau jenis permukiman apa pun yang teratur dan lebih besar bernama Sriwijaya dan bukan merujuk pada 'imperiumku', tampak diperkuat oleh dua prasasti Melayu lainnya dari Sriwijaya awal.
Walaupun dalam kasus-kasus inipun, vanua diterjemahkan oleh penyunting masing-masing prasasti sebagai negeri Sriwijaya. Prasasti yang ditemukan di Kedukan Bukit, dekat Bukit Seguntang, menyebut prosesi kerajaan yang terkenal (jayasiddhayatra) yang diharapkan mendatangkan kemakmuran (subshiksa) ke vanua Sriwijaya.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
Konon saat itu Sriwijaya memiliki struktur kenegaraan dan pemerintahan yang hierarkis. Selain itu ada sistem pembagian teritorial atau kewilayahan untuk wilayah-wilayah kekuasaan di luar ibu kota kenegaraan.
Sistem ini begitu digdaya dan membuat Sriwijaya berkembang jadi kerajaan besar di Nusantara pada abad 7 Masehi. Kebesaran Sriwijaya juga terungkap dari temuan enam prasastinya.
Dari enam prasasti ini, tiga di antaranya ditemukan di Palembang dan sekitarnya. Sedangkan empat lainnya ditemukan di daerah-daerah mandala yang jauh, yakni di Sungai Batang Hari ke arah hulu dari Jambi, di Pulau Bangka dan di Sumatera tenggara dekat Selat Sunda.
Dikutip darı buku "Kedatuan Sriwijaya" karya George Coedes, Minggu (15/9/2024), dari beberapa prasasti itu ada satu prasasti yang menggambarkan bagaimana hubungan antara Sriwijaya dengan penguasa lokal wilayah lain. Prasasti berisikan kutukan kepada penguasa lokal yang membangkang dan para anggota istana Sriwijaya yang tidak setia.
Versi terpentingnya dan terpanjang dari prasasti-prasasti ini adalah Prasasti Sabokingking, yang ditemukan di Telaga Batu di pinggiran timur Palembang. Prasasti ini memuat daftar rinci para pejabat dan abdi istana Sriwijaya.
Di puncak hierarki ini terdapat sang penguasa Sriwijaya. Ia disusul dengan putra mahkota (yuvaraja), putra mahkota kedua (pratiyuvaraja), dan para pangeran keluarga raja (rajakumara).
Sementara itu di Prasasti Sabokingking terdapat dua kata yang menarik yakni vanua dan kadatuan. Di suatu kasus, penguasa Sriwijaya pernah mengancam lawan-lawannya.
Bahkan penguasa Sriwijaya di prasasti itu menuliskan "(jika) kamu bersengkongkol menentangku di daerah-daerah perbatasan (samaryyada patha) imperium (vanua) ku, (maka) kamu tidak berbakti dan akan dibinasakan oleh kutukan ini".
Asumsi bahwa vanua mengacu pada 'desaku' atau jenis permukiman apa pun yang teratur dan lebih besar bernama Sriwijaya dan bukan merujuk pada 'imperiumku', tampak diperkuat oleh dua prasasti Melayu lainnya dari Sriwijaya awal.
Baca Juga
Walaupun dalam kasus-kasus inipun, vanua diterjemahkan oleh penyunting masing-masing prasasti sebagai negeri Sriwijaya. Prasasti yang ditemukan di Kedukan Bukit, dekat Bukit Seguntang, menyebut prosesi kerajaan yang terkenal (jayasiddhayatra) yang diharapkan mendatangkan kemakmuran (subshiksa) ke vanua Sriwijaya.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
(kri)