Kisah Berani Mati Letjen (Purn) Soegito, Jenderal Kopassus Ini Minta Anak Buah Habisi Nyawanya di Palagan Timur
loading...
A
A
A
LETNAN Jenderal (Purn) TNI Soegito seorang perwira tinggi yang dikenal dan dihormati dalam jajaran TNI Angkatan Darat, khususnya di Korps Baret Merah Kopassus, memiliki reputasi yang tidak bisa diabaikan.
Lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1961 ini tidak hanya pernah memegang sejumlah posisi strategis, tetapi juga sarat dengan pengalaman tempur, terutama dalam Operasi Seroja di Timor Timur (sekarang Timor Leste).
Dalam operasi tersebut, Soegito memimpin langsung penerjunan pasukan Kopassus ke Kota Dili pada 7 Desember 1975.
Ia terjun bersama pasukannya dan terlibat dalam pertempuran sengit melawan kelompok bersenjata Fretilin, hingga Kota Dili berhasil dikuasai sepenuhnya.
Dalam buku biografi “Letjen (Purn) Soegito, Bakti Seorang Prajurit Stoottroepen”, keberanian Soegito di medan perang diakui oleh kawan maupun lawan.
Salah satu momen yang menegaskan keberaniannya terjadi ketika kelompok bersenjata yang dipimpin Paolino Gamma alias Mauk Muruk, yang sebelumnya berafiliasi dengan Fretilin, menyatakan niat untuk berdamai dan menyerahkan senjata kepada TNI.
Namun, mereka hanya bersedia bertemu dengan Soegito. Saat pertemuan berlangsung di Markas Koopskam, situasi menjadi tegang karena kelompok Mauk Muruk datang dengan senjata lengkap dan menolak untuk melucuti senjatanya sebelum bertemu Soegito.
Menyadari potensi bahaya, Soegito memberikan perintah tegas kepada staf pribadinya, Sertu Pardi. “Kalau terjadi apa-apa, kamu tembak ke tempat duduk saya,” ujar Soegito.
Saat Sertu Pardi bertanya tentang kemungkinan Soegito terkena tembakan, perintahnya tetap sama, “Tidak peduli, tembak, habiskan saja.”
Meskipun situasi saat itu sangat menegangkan, Soegito selamat dari pertemuan tersebut. Setelah pertemuan, senjata-senjata yang diserahkan diperiksa, dan ditemukan satu senjata yang masih berisi peluru siap tembak.
Pada akhirnya, Soegito berhasil meyakinkan Mauk Muruk untuk mengajak kelompok bersenjata lainnya menyerahkan diri.
Beberapa tahun kemudian, Mauk Muruk pindah ke Lisabon, mungkin karena khawatir akan dibunuh oleh rekan-rekannya yang tidak menyerah, atau karena konflik dengan Xanana Gusmao. Keberanian Soegito juga diakui oleh Prabowo Subianto.
Saat itu baru saja lulus pendidikan Komando dan ditempatkan di Grup 1 Para Komando, di mana Soegito adalah komandannya.
Prabowo mengenang Soegito sebagai pemimpin yang selalu berada di garis depan bersama pasukannya, tanpa memandang pangkat atau jabatan.
“Pak Soegito selalu berpesan bahwa tentara harus siap mati dan menghadapi risiko yang sama di medan perang,” ujar Prabowo dalam bukunya “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto”. kenang Prabowo.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
Lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1961 ini tidak hanya pernah memegang sejumlah posisi strategis, tetapi juga sarat dengan pengalaman tempur, terutama dalam Operasi Seroja di Timor Timur (sekarang Timor Leste).
Dalam operasi tersebut, Soegito memimpin langsung penerjunan pasukan Kopassus ke Kota Dili pada 7 Desember 1975.
Ia terjun bersama pasukannya dan terlibat dalam pertempuran sengit melawan kelompok bersenjata Fretilin, hingga Kota Dili berhasil dikuasai sepenuhnya.
Dalam buku biografi “Letjen (Purn) Soegito, Bakti Seorang Prajurit Stoottroepen”, keberanian Soegito di medan perang diakui oleh kawan maupun lawan.
Salah satu momen yang menegaskan keberaniannya terjadi ketika kelompok bersenjata yang dipimpin Paolino Gamma alias Mauk Muruk, yang sebelumnya berafiliasi dengan Fretilin, menyatakan niat untuk berdamai dan menyerahkan senjata kepada TNI.
Namun, mereka hanya bersedia bertemu dengan Soegito. Saat pertemuan berlangsung di Markas Koopskam, situasi menjadi tegang karena kelompok Mauk Muruk datang dengan senjata lengkap dan menolak untuk melucuti senjatanya sebelum bertemu Soegito.
Menyadari potensi bahaya, Soegito memberikan perintah tegas kepada staf pribadinya, Sertu Pardi. “Kalau terjadi apa-apa, kamu tembak ke tempat duduk saya,” ujar Soegito.
Saat Sertu Pardi bertanya tentang kemungkinan Soegito terkena tembakan, perintahnya tetap sama, “Tidak peduli, tembak, habiskan saja.”
Meskipun situasi saat itu sangat menegangkan, Soegito selamat dari pertemuan tersebut. Setelah pertemuan, senjata-senjata yang diserahkan diperiksa, dan ditemukan satu senjata yang masih berisi peluru siap tembak.
Pada akhirnya, Soegito berhasil meyakinkan Mauk Muruk untuk mengajak kelompok bersenjata lainnya menyerahkan diri.
Beberapa tahun kemudian, Mauk Muruk pindah ke Lisabon, mungkin karena khawatir akan dibunuh oleh rekan-rekannya yang tidak menyerah, atau karena konflik dengan Xanana Gusmao. Keberanian Soegito juga diakui oleh Prabowo Subianto.
Saat itu baru saja lulus pendidikan Komando dan ditempatkan di Grup 1 Para Komando, di mana Soegito adalah komandannya.
Prabowo mengenang Soegito sebagai pemimpin yang selalu berada di garis depan bersama pasukannya, tanpa memandang pangkat atau jabatan.
“Pak Soegito selalu berpesan bahwa tentara harus siap mati dan menghadapi risiko yang sama di medan perang,” ujar Prabowo dalam bukunya “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto”. kenang Prabowo.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
(ams)