Kisah Laksamana Malahayati, Singa Betina Tanah Rencong Penjaga Selat Malaka

Rabu, 07 Agustus 2024 - 06:32 WIB
loading...
Kisah Laksamana Malahayati,...
Malahayati merupakan Laksamana perempuan pertama Kerajaan Aceh yang hidup pada abad ke-16. Foto/Istimewa
A A A
MALAHAYATI merupakan seorang perempuan pejuang dan pahlawan nasional dari Kesultanan Aceh yang dikenal sebagai pendiri Inong Balee merupakan pasukan perang pertama yang seluruh anggotanya adalah perempuan.

Lahir 1 Januari 1550, Malahayati menjadi salah satu pahlawan besar dari Tanah Rencong, selain Cut Nyak Dien dan Cut Nyak Meutia, yang melawan kolonialisme. Terlahir dengan nama Keumalahayati, ia berasal dari keluarga bangsawan dengan darah petualang samudera.

Seperti tertulis di dalam buku Malahayati: Sang Perempuan Keumala karya Endang Moerdopo menyebutkan Malahayati merupakan Laksamana perempuan pertama Kerajaan Aceh yang hidup pada abad ke-16.



Ayahnya Laksamana Mahmud Syah, adalah Panglima Angkatan Laut Kesultanan Aceh. Setelah suaminya gugur dalam pertempuran, Malahayati bersumpah untuk membalas dendam dan meneruskan perjuangan suaminya.

Sultan Riayat Syah kemudian mengangkatnya sebagai Laksamana, menjadikannya perempuan pertama di dunia yang menyandang pangkat tersebut. Malahayati kemudian mendirikan Inong Balee, sebuah pasukan elite yang terdiri dari 2.000 janda prajurit yang gugur melawan Portugis.

Pasukan ini dilatih dengan kemampuan tempur yang tangguh, berkat pengetahuan yang diperoleh Malahayati saat belajar di Mahad Baitul Maqdis di bawah instruktur dari Turki. Pasukan Inong Balee terlibat dalam beberapa peperangan melawan Portugis dan Belanda.

Mereka beroperasi di perairan Selat Malaka, pantai timur Sumatera, dan Malaya. Mereka juga membangun Benteng Inong Balee di perbukitan dekat pesisir Teluk Lamreh, Krueng Raya, sebagai pusat pelatihan dan pertahanan.



Pada 21 Juni 1599, dua kapal Belanda, de Leeuw dan de Leeuwin, mencoba bersandar di pelabuhan Aceh Besar. Karena reputasi buruk mereka, Sultan menolak memberi izin. Malahayati dan pasukannya diperintahkan untuk mengusir kapal-kapal tersebut.

Penolakan itu berujung pada pertempuran sengit. Dalam duel di atas kapal musuh pada 11 September 1599, Malahayati berhasil membunuh Cornelis de Houtman, sementara saudaranya, Frederik, ditangkap dan dipenjarakan.

Selain sebagai panglima perang, Malahayati juga dikenal sebagai diplomat ulung. Ia berhasil mengajukan syarat ganti rugi kepada Belanda untuk membebaskan tawanan perang mereka. Malahayati juga menerima utusan Ratu Elizabeth I, James Lancaster.

Utusan itu datang untuk berdagang rempah-rempah Aceh. Perundingan ini sukses, mengamankan hubungan dagang yang damai. Malahayati wafat pada 1615 dan dimakamkan di dekat bentengnya di Desa Lamreh, Krueng Raya.

Pada 9 November 2017, Presiden Joko Widodo menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional. Namanya juga diabadikan sebagai nama kapal perang TNI-AL dan pelabuhan di Desa Lamreh, Krueng Raya, yang kini kembali beroperasi setelah sempat mangkrak pasca-tsunami 2004.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1451 seconds (0.1#10.140)