Kisah Din Minimi Panglima GAM Kembali ke Pangkuan NKRI Setelah Didatangi Langsung Sutiyoso
loading...
A
A
A
JAKARTA - Din Minimi adalah pemimpin kelompok bersenjata mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) . Din Minimi yang memiliki nama asli Nurdin Ismail merupakan sosok pemimpin GAM paling dicari pascapenandatanganan kesepakatan Helsinki di Finlandia pada 15 Agustus 2005.
Sepak terjangnya sangat meresahkan masyarakat dan aparat. Tidak sedikit masyarakat maupun aparat keamanan yang menjadi korban keganasan kelompok ini.
”Din Minimi, kelompok GAM yang masih ada jumlahnya 120 orang. Nama aslinya Nurdin, sedangkan Minimi itu sebutan senjata tangguh. Sudah empat tahun lebih dia diburu aparat,” ujar Letjen TNI (Purn) Sutiyoso dalam kanal YouTube Refly Harun yang dikutip SINDOnews, Kamis (27/10/2022).
Tak ingin jatuh korban lebih banyak lagi, Sutiyoso yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) terpanggil untuk meredam pergerakan mantan kombatan GAM Din Minimi di Aceh.“Saya pikir yang belum aman di Aceh dan Papua. Ini cuma satu kelompok maka saya selesaikan dulu ini,” kenang Sutiyoso.
Mantan Wadanjen Kopassus ini memutuskan untuk terjun langsung ke medan operasi. Ditemani dua anak buahnya yakni Kapten Desna dan Sersan Wayan, pria yang dikenal dengan panggilan Bang Yos ini kemudian masuk ke hutan untuk mencari tempat persembunyian Din Minimi.
Pria kelahiran Semarang yang kenyang dengan pengalaman tempur ini masih bertaruh nyawa di hutan belantara di pedalaman Aceh untuk menunaikan tugas mulia mengabdi kepada negara. Di usianya yang tidak lagi muda, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengajak sisa-sisa kelompok bersenjata kembali kepangkuan Ibu Pertiwi.
Mantan Pangdam Jaya ini akhirnya berhasil menemukan markas Din Minimi di tengah hutan setelah melalui perjalanan panjang dengan medan yang berat. ”Waktu saya sampai digubuknya jam 6.30 WIB, sudah gelap gulita di tengah hutan. Dia di atas pakai kaos loreng, celana loreng, dan senjata sudah ditrigger senjatanya,” tuturnya.
Panglima Kodam Jaya menuturkan situasi semakin mencekam karena Din Minimi ternyata tidak sendiri. Pentolan kelompok bersenjata itu didampingi oleh ratusan pengikutnya dengan persenjataan lengkap. Mereka langsung mengepung Bang Yos bersama dua anak buahnya.
“Akhirnya saya bertiga aja. Kita ke tempat dia. Dikepung 120 orang di tempat Din Minimi. Kalau mau populer bantai saja atau saya disandera tetapi kan saya bukan bonek (bondo nekat). Saya ada latar belakang, ada keyakinan gitu,” terangnya.
Dalam situasi terkepung, Sutiyoso yang memiliki kemampuan intelijen dan terbiasa menghadapi situasi genting di medan operasi tak gentar. Dengan senjata yang sudah dikokang dan siap diletuskan tersebut, Sutiyoso kemudian mengajak kelompok tersebut untuk berdialog.
“Saat itu saya bawa pistol, anak buah saya bawa AK. Saya juga bawa cadangan magazine penuh, sudah saya kokang saya kunci. Untuk jaga-jaga,” ucapnya.
Dengan tenang dan penuh kewaspadaan tinggi, Bang Yos melakukan strategi soft approach atau persuasif dan mengajak Din Minimi serta pengikutnya berdialog. ”Sempat saya ngomong, Din, aku ini hanya 3 orang mana menang lawan 120 orang. Kenapa saya berani, karena saya percaya kamu, maka saya minta kamu percaya juga,” katanya.
”Tapi aku juga ngomong, Din, aku bertiga bawa senjata enggak apa-apakan? Itu semuanya saya declare aja, supaya dia paham macam-macam, kamu mati juga, kira-kira begitu. Saya bilang sama mereka jangan konyol,” imbuh Bang Yos.
Upaya Sutiyoso menaklukkan Din Minimi dan pengikutnya akhirnya berhasil tanpa letusan peluru dan satupun korban jiwa setelah berdialog cukup panjang dan alot. Din Minimi akhirnya menyerah dan mau kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
“Jam 5 pagi dia baru final menyerah. Walaupun dia kaku tapi sempat bilang kepada anak buahnya untuk menyerah. Kemudian 10 orang membawa senjata 60 senjata, diserahkan langsung ke Jakarta diantar bupatinya,” jelas Sutiyoso.
Bang Yos mengatakan senjata yang dimiliki kelompok Din Minimi merupakan peninggalan sisa-sisa konflik dahulu karena masih ada senjata yang belum diserahkan. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan senjata yang diselundupkan dari perbatasan.
"Karena saya pernah tugas 10 bulan tahun 1978 dulu ya, mengawasi pantai utara itu amat sulit, tidak tercover. (senjata) bisa dari Thailand, bisa dari Filipina," ucapnya.
Kemampuan Sutiyoso melumpuhkan Din Minimi tanpa sebutir peluru meletus dan jatuh korban jiwa menunjukkan lulusan Akmil 1968 tersebut sebagai sosok pemberani yang berhati nurani. “Waktu penyerahan senjata terakhir, Bang Din (Din Minimi) menangis. Dia memeluk Pak Sutiyoso dan mengatakan, ‘Pak Sutiyoso, jangan tinggalkan saya, Pak’,” ujar Ketua Aceh Human Foundation (AHF) Abdul Hadi menirukan ucapan Din Minimi.
Sepak terjangnya sangat meresahkan masyarakat dan aparat. Tidak sedikit masyarakat maupun aparat keamanan yang menjadi korban keganasan kelompok ini.
”Din Minimi, kelompok GAM yang masih ada jumlahnya 120 orang. Nama aslinya Nurdin, sedangkan Minimi itu sebutan senjata tangguh. Sudah empat tahun lebih dia diburu aparat,” ujar Letjen TNI (Purn) Sutiyoso dalam kanal YouTube Refly Harun yang dikutip SINDOnews, Kamis (27/10/2022).
Tak ingin jatuh korban lebih banyak lagi, Sutiyoso yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) terpanggil untuk meredam pergerakan mantan kombatan GAM Din Minimi di Aceh.“Saya pikir yang belum aman di Aceh dan Papua. Ini cuma satu kelompok maka saya selesaikan dulu ini,” kenang Sutiyoso.
Mantan Wadanjen Kopassus ini memutuskan untuk terjun langsung ke medan operasi. Ditemani dua anak buahnya yakni Kapten Desna dan Sersan Wayan, pria yang dikenal dengan panggilan Bang Yos ini kemudian masuk ke hutan untuk mencari tempat persembunyian Din Minimi.
Pria kelahiran Semarang yang kenyang dengan pengalaman tempur ini masih bertaruh nyawa di hutan belantara di pedalaman Aceh untuk menunaikan tugas mulia mengabdi kepada negara. Di usianya yang tidak lagi muda, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengajak sisa-sisa kelompok bersenjata kembali kepangkuan Ibu Pertiwi.
Mantan Pangdam Jaya ini akhirnya berhasil menemukan markas Din Minimi di tengah hutan setelah melalui perjalanan panjang dengan medan yang berat. ”Waktu saya sampai digubuknya jam 6.30 WIB, sudah gelap gulita di tengah hutan. Dia di atas pakai kaos loreng, celana loreng, dan senjata sudah ditrigger senjatanya,” tuturnya.
Panglima Kodam Jaya menuturkan situasi semakin mencekam karena Din Minimi ternyata tidak sendiri. Pentolan kelompok bersenjata itu didampingi oleh ratusan pengikutnya dengan persenjataan lengkap. Mereka langsung mengepung Bang Yos bersama dua anak buahnya.
“Akhirnya saya bertiga aja. Kita ke tempat dia. Dikepung 120 orang di tempat Din Minimi. Kalau mau populer bantai saja atau saya disandera tetapi kan saya bukan bonek (bondo nekat). Saya ada latar belakang, ada keyakinan gitu,” terangnya.
Dalam situasi terkepung, Sutiyoso yang memiliki kemampuan intelijen dan terbiasa menghadapi situasi genting di medan operasi tak gentar. Dengan senjata yang sudah dikokang dan siap diletuskan tersebut, Sutiyoso kemudian mengajak kelompok tersebut untuk berdialog.
“Saat itu saya bawa pistol, anak buah saya bawa AK. Saya juga bawa cadangan magazine penuh, sudah saya kokang saya kunci. Untuk jaga-jaga,” ucapnya.
Dengan tenang dan penuh kewaspadaan tinggi, Bang Yos melakukan strategi soft approach atau persuasif dan mengajak Din Minimi serta pengikutnya berdialog. ”Sempat saya ngomong, Din, aku ini hanya 3 orang mana menang lawan 120 orang. Kenapa saya berani, karena saya percaya kamu, maka saya minta kamu percaya juga,” katanya.
”Tapi aku juga ngomong, Din, aku bertiga bawa senjata enggak apa-apakan? Itu semuanya saya declare aja, supaya dia paham macam-macam, kamu mati juga, kira-kira begitu. Saya bilang sama mereka jangan konyol,” imbuh Bang Yos.
Upaya Sutiyoso menaklukkan Din Minimi dan pengikutnya akhirnya berhasil tanpa letusan peluru dan satupun korban jiwa setelah berdialog cukup panjang dan alot. Din Minimi akhirnya menyerah dan mau kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
“Jam 5 pagi dia baru final menyerah. Walaupun dia kaku tapi sempat bilang kepada anak buahnya untuk menyerah. Kemudian 10 orang membawa senjata 60 senjata, diserahkan langsung ke Jakarta diantar bupatinya,” jelas Sutiyoso.
Bang Yos mengatakan senjata yang dimiliki kelompok Din Minimi merupakan peninggalan sisa-sisa konflik dahulu karena masih ada senjata yang belum diserahkan. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan senjata yang diselundupkan dari perbatasan.
"Karena saya pernah tugas 10 bulan tahun 1978 dulu ya, mengawasi pantai utara itu amat sulit, tidak tercover. (senjata) bisa dari Thailand, bisa dari Filipina," ucapnya.
Kemampuan Sutiyoso melumpuhkan Din Minimi tanpa sebutir peluru meletus dan jatuh korban jiwa menunjukkan lulusan Akmil 1968 tersebut sebagai sosok pemberani yang berhati nurani. “Waktu penyerahan senjata terakhir, Bang Din (Din Minimi) menangis. Dia memeluk Pak Sutiyoso dan mengatakan, ‘Pak Sutiyoso, jangan tinggalkan saya, Pak’,” ujar Ketua Aceh Human Foundation (AHF) Abdul Hadi menirukan ucapan Din Minimi.
(wib)