Kisah Perjanjian Giyanti, Siasat VOC Pecah Belah Kesultanan Mataram Islam Jadi Dua

Kamis, 13 Juni 2024 - 07:00 WIB
loading...
Kisah Perjanjian Giyanti,...
VOC Belanda memecah belah Kesultanan Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat. Foto/Ilustrasi/@kekunoan
A A A
VOC Belanda benar-benar berhasil memecah belah Kesultanan Mataram Islam melalui serangkaian perjanjian, yang paling terkenal adalah Perjanjian Giyanti. Perjanjian ini, bersama beberapa perjanjian lainnya, memecah wilayah kerajaan di Jawa bagian tengah dan selatan.

Pascaperjanjian Giyanti yang ditandatangani pada 13 Februari 1755, wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram Islam semakin menyempit. Perjanjian ini membagi wilayah Mataram di Jawa tengah-selatan menjadi dua entitas.

Yakni Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat . Hal itu dikutip dari “Banteng Terakhir Kesultanan Yogyakarta: Riwayat Raden Ronggo Prawirodirjo III dari Madiun, sekitar 1779 – 1810”.



Pada tahun 1755 hingga 1756, Pangeran Mangkubumi yang telah mendirikan istana sementara di Gamping, sebelah barat Yogyakarta sejak 1749, diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono I.

Dia mendirikan keratonnya di wilayah yang sebelumnya disebut Hutan Beringan, yang kini dikenal sebagai Keraton Yogyakarta. Pembagian wilayah Mataram ini terus berlanjut dengan Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757.

Dalam perjanjian ini, Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa (1726-1795), diangkat sebagai Pangeran Miji atau setingkat bupati dan diberi wilayah Kasunanan Surakarta dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Ario Adipati Mangkunegoro I yang memerintah dari 1757 hingga 1795.

Meskipun pembagian Jawa yang terjadi dua kali pada pertengahan abad ke-18 ini dimaksudkan untuk meredakan ketegangan, tidak semua pihak merasa puas. Salah satu tokoh yang merasa tidak puas adalah Pangeran Singosari (1727-1768).



Singosari, putra Susuhunan Amangkurat IV (yang memerintah dari 1719 hingga 1726), masih terhitung sebagai adik tiri Sultan Hamengkubuwono I dan paman Pakubuwono III. Dikenal juga sebagai Pangeran Arya Prabujaka atau Prabujaya.

Diaa mulai memberontak kepada keraton kakak tirinya, Pakubuwono II di Kartasura, pada usia 16 tahun pada 1743. Setelah Perjanjian Giyanti, dia tidak mau tunduk kepada sultan maupun sunan kala itu.

Bersama anaknya, dia pergi ke Malang dan bersekutu dengan bupati setempat, Raden Tumenggung Malayakusuma, yang saudara perempuannya ia nikahi. Sultan Hamengkubuwono I dan Sunan Pakubuwono III tidak berminat memerangi Pangeran Singosari.

Namun mereka tetap berupaya agar sang pangeran bisa menyerahkan diri. Sultan beberapa kali mengirimkan utusan untuk membujuk Pangeran Singosari agar menyerah dan menjanjikan penghidupan yang baik di ibu kota kesultanan.



Bahkan, ajakan tersebut tidak menggoyahkan Pangeran Singosari. Sultan kemudian meminta pendapat dari salah seorang pejabatnya yang berpangkat tumenggung, yang menyarankan untuk meminta bantuan kepada Kiai Ageng Muhammad Besari dari Perdikan-Pesantren Tegalsari.

Sultan Hamengkubuwono I mengirimkan pasukan di bawah komando Raden Ronggo Prawirodirjo I untuk memberikan serangan kejutan pada pemberontakan di malam hari.

Serangan awal tidak berhasil melumpuhkan Pangeran Singosari dan pasukannya, yang kemudian mundur ke wilayah Malang. Pasukan gabungan Jawa dan VOC menuju pegunungan selatan Malang untuk mengejar Pangeran Singosari dan pasukannya.

Setelah sampai di Srengat (kini wilayah Kabupaten Blitar), pasukan gabungan mendirikan perkemahan. Akhirnya, pada 16 Juli 1768, Pangeran Singosari menyerahkan diri setelah perkemahannya dimasuki oleh 40 prajurit dari Jawa dan VOC Belanda.

Dia menyerah di meja perundingan dengan mengajukan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Keberhasilan penangkapan Pangeran Singosari menunjukkan kuatnya pengaruh dan peran Kiai Perdikan Tegalsari pada masa itu, serta efektivitas strategi VOC dalam memecah belah.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1357 seconds (0.1#10.140)