Kisah Prabu Dewa Niskala Langgar Larangan Pernikahan dengan Majapahit Pecah Kerajaan Sunda
loading...
A
A
A
Pemberontakan dan ketidakstabilan pemerintahan di masa Dyah Ranawijaya atau Raden Kertabhumi di Majapahit memaksa banyak warga mengungsi. Mereka mengungsi jauh ke luar Kerajaan Majapahit, bahkan hingga ke daerah Kawali, di Ibu Kota Kerajaan Sunda.
Hal ini tentu memunculkan stigma negatif, sebab hubungan antara Sunda dan Majapahit kala itu masih belum pulih pasca-peperangan Bubat. Namun jatuhnya pemerintahan Raja Kertabhumi tahun 1478 memaksa munculnya gelombang pengungsian kerabat keluarga Keraton Majapahit.
Mereka berbondong-bondong mengungsi ke Kawali salah satunya adalah Raden Baribin, saudara seayah dari Prabu Kertabhumi. Kedatangan kerabat kerajaan dari timur Jawa ini diterima dengan baik oleh penguasa Kerajaan Sunda.
”Bahkan ia dijodohkan dengan Ratna Ayu Kirana, putri bungsu Prabu Dewa Niskala, yang berkuasa di Sunda kala itu,” demikian dikutip dari "Menemukan Kerajaan Sunda", dari Saleh Danasasmita.
Ratna Ayu Kirana merupakan putri cantik dari Prabu Dewa Niskala hasil pernikahannya dengan salah seorang istrinya dan adik Raden Banyakcatra (Kamandaka) yang telah menjadi raja daerah di Pasir Luhur.
Di samping itu Dewa Niskala sendiri menikahi salah seorang dari wanita pengungsi yang kebetulan telah bertunangan.Pada Carita Parahyangan disebutkan esti larangan ti kaluaran, yang dikeluarkan sejak peristiwa Perang Bubat.
Kerabat keraton Kawali ditabukan berjodoh dengan kerabat Keraton Majapahit yang terang-terangan dilanggar oleh Dewa Niskala.
Kemudian seorang wanita bertunangan menurut perundang-undangan waktu itu tidak boleh menikah dengan laki-laki kecuali bila tunangannya meninggal dunia, atau membatalkan pertunangan.
Pelanggaran dua aturan itu membuat raja Dewa Niskala dianggap telah berdosa besar. Kehebohan timbul di Kerajaan Sunda dan Majapahit, bahkan Susuktunggal mengancam memutuskan hubungan dengan Kawali.
Kericuhan dapat dicegah dengan putusan, kedua raja yang berselisih itu, bersama-sama mengundurkan diri. Prabu Dewa Niskala menyerahkan tahta Kerajaan Galuh kepada putranya Jayadewata.
Prabu Susuktunggal menyerahkan tahta Kerajaan Sunda ke menantunya Jayadewata. Dengan demikian, kerajaan warisan Wastu Kancana berada kembali dalam satu tangan. Peristiwa itu terjadi tahun 1482.
Ratu Jayadewata pun memutuskan akan berkedudukan di Pakuan sebagai Susuhunan karena telah lama ia tinggal di sini menjalankan pemerintahan sehari-hari mewakili mertuanya. Pakuan pun akhirnya kembali menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sunda seteleh di Kawali.
Lihat Juga: Next Hotel Yogyakarta Tawarkan Paket Pernikahan Lengkap, Lokasi Impian dan Fasilitas Mewah
Hal ini tentu memunculkan stigma negatif, sebab hubungan antara Sunda dan Majapahit kala itu masih belum pulih pasca-peperangan Bubat. Namun jatuhnya pemerintahan Raja Kertabhumi tahun 1478 memaksa munculnya gelombang pengungsian kerabat keluarga Keraton Majapahit.
Mereka berbondong-bondong mengungsi ke Kawali salah satunya adalah Raden Baribin, saudara seayah dari Prabu Kertabhumi. Kedatangan kerabat kerajaan dari timur Jawa ini diterima dengan baik oleh penguasa Kerajaan Sunda.
”Bahkan ia dijodohkan dengan Ratna Ayu Kirana, putri bungsu Prabu Dewa Niskala, yang berkuasa di Sunda kala itu,” demikian dikutip dari "Menemukan Kerajaan Sunda", dari Saleh Danasasmita.
Ratna Ayu Kirana merupakan putri cantik dari Prabu Dewa Niskala hasil pernikahannya dengan salah seorang istrinya dan adik Raden Banyakcatra (Kamandaka) yang telah menjadi raja daerah di Pasir Luhur.
Di samping itu Dewa Niskala sendiri menikahi salah seorang dari wanita pengungsi yang kebetulan telah bertunangan.Pada Carita Parahyangan disebutkan esti larangan ti kaluaran, yang dikeluarkan sejak peristiwa Perang Bubat.
Kerabat keraton Kawali ditabukan berjodoh dengan kerabat Keraton Majapahit yang terang-terangan dilanggar oleh Dewa Niskala.
Kemudian seorang wanita bertunangan menurut perundang-undangan waktu itu tidak boleh menikah dengan laki-laki kecuali bila tunangannya meninggal dunia, atau membatalkan pertunangan.
Pelanggaran dua aturan itu membuat raja Dewa Niskala dianggap telah berdosa besar. Kehebohan timbul di Kerajaan Sunda dan Majapahit, bahkan Susuktunggal mengancam memutuskan hubungan dengan Kawali.
Kericuhan dapat dicegah dengan putusan, kedua raja yang berselisih itu, bersama-sama mengundurkan diri. Prabu Dewa Niskala menyerahkan tahta Kerajaan Galuh kepada putranya Jayadewata.
Prabu Susuktunggal menyerahkan tahta Kerajaan Sunda ke menantunya Jayadewata. Dengan demikian, kerajaan warisan Wastu Kancana berada kembali dalam satu tangan. Peristiwa itu terjadi tahun 1482.
Ratu Jayadewata pun memutuskan akan berkedudukan di Pakuan sebagai Susuhunan karena telah lama ia tinggal di sini menjalankan pemerintahan sehari-hari mewakili mertuanya. Pakuan pun akhirnya kembali menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sunda seteleh di Kawali.
Lihat Juga: Next Hotel Yogyakarta Tawarkan Paket Pernikahan Lengkap, Lokasi Impian dan Fasilitas Mewah
(ams)