Sekolah Damai Digelar di Banyuwangi, Tegaskan Toleransi Itu Satu Keharusan

Senin, 20 Mei 2024 - 09:46 WIB
loading...
Sekolah Damai Digelar...
Kegiatan Sekolah Damai digelar di Ponpes Darussalam Banyuwangi. Para santri ditekankan tentang toleransi yang merupakan ajaran Islam dalam menghargai perbedaan. Foto/Ist
A A A
BANYUWANGI - Kegiatan Sekolah Damai digelar di Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam, Blokagung, Banyuwangi, Jawa Timur. Para santri ditekankan tentang nilai-nilai toleransi yang merupakan ajaran Islam menghargai perbedaan.

Saling menghormati (tasamuh) yang berbasis pada nilai utama Islam disebut sebagai rahmatan lil alamain. Oleh karena itu, para santri dan santriwanti harus mengisi ruang-ruang dakwah dengan nilai-nilai Islam yang penuh dengan toleransi.



“Pada dasarnya semua orang itu cinta pada perdamaian karena manusia itu diciptakan dengan fitrah yang penuh cinta oleh Tuhan. Kalau dalam Islam karena itu yang dibutuhkan adalah paparan melalui dalil-dali berbasis nilai-nilai keislaman bahwa Islam berpihak secara penuh kepada nilai-nilai toleransi yang disebut dengan tasamuh,” kata pendakwah Habib Husein Ja’far Al Hadar saat menjadi narasumber kegiatan Sekolah Damai di Banyuwangi dikutip Senin (20/5/2024).

Dia berharap semua pihak jangan membiarkan nilai-nilai intoleransi digaungkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

"Santri itu telah menjadi tulang punggung bagi toleransi di Indonesia. Karena itu semua tidak hanya santri harus sadar bahwa di luar ini ada tantangan yaitu intoleransi,” tegas Habib Ja’far.

Untuk para santri, kata Habib Ja’far, bila mereka sudah purna dari pesantren, mereka wajib menjaga agama dan ilmu agama serta amal dan akhlak agama yang salah satu pondasinya adalah toleransi.



Santri harus mendakwahkan islam rahmatan lil alamin pada sekitarnya, bukan malah menyebarkan kebencian dan intoleransi kepada umat beragama lain.

Selain, santri juga bisa memimpin majelis taklum di masjid agar Islam itu dijaga oleh ahlinya. Pasalnya, bila Islam diserahkan kepada yang bukan akhlinya, maka kehancuran nama dan cinta Islam itu ada depan mata melalui propaganda ke masyarakat karena mereka tidak pernah belajar dan mengelola agama.

Menurutnya, kalau santri itu akan diajarkan pertama itu adalah belajar agama. Kedua adalah menginternalisasi agama melalui apa-apa yang disebut dengan suluk.

Di pesantren tasawuf seperti di Darussalam ini, bukan hanya belajar agama tapi meresapi agama melalui suluk. Dia menyebut para santri inilah yang akan menjadi generasi yang tahu agama dan tidak diprovokasi oleh nafsu dalam diri ketika melihat perbedaan.

Jadi, lanjutnya, kalau santri itu pasti telah belajar agama dan mereka tahu bahwa toleransi itu adalah satu keharusan karena perbedaan itu satu kenyataan dan keniscayaah Tuhan yang tercantum dalam Alquran. Sebab, Tuhan menciptakan dunia dengan manusia dan segala isinya dengan berbagai perbedaan.

“Intinya bahwa toleransi adalah ajaran Islam terhadap perbedaan. Perpecahan adalah musuh Islam yang harus dilawan. Jadi musuh kita itu bukan peradaban yang berbeda tapi orang-orang yang tidak siap menerima perbedaan,” tuturnya.

Lebih lanjut, Habib Ja’far menguraikan terkait intoleransi, kekerasan, dan bullying. Menurutnya, orang yang punya intoleransi dia akan menyebabkan kekacauan sehingga tidak ada kedamaian.

“Ciri orang islam itu menurut Nabi Muhammad bukan hanya salat, puasa, zakat haji, tapi bisa memberikan rasa damai bagai siapa saja. Maka orang tidak toleran bukan muslim. Muslim itu yang tasamuh, memberikan rasa damai dan toleransi bagi orang sekitar,” jelasnya.

Ia mengatakan, ada empat jenjang toleransi. Pertama intra agama sesama orang Islam yaitu ukhuwah islamiyah, kalau beda agama atas namanya ukhuwah wathoniyah, toleransi antar warga negara. Kalau beda suku, beda agama, tapi satu warga negara maka sesama orang indonesia adalah saudara.

“Kalau dia bukan orang indonesia bukan Islam, maka toleransi kita ukuhuwah insaniyah. Persaudaraan sesama manusia. Sedangkan kalau dia bukan manusia, toleransi ukhuwah mahmudiyah persaudaran dalam toleransi sesama makhluk Tuhan,” tuturnya.

Habib Ja’far juga menuturkan empat unsur Islam toleran. Pertama Islam yang tidak takfiri, tidak mudah mengkafirkan orang lain. Kedua dia tidak menjadikan kekerasan sebagai jalan iuntuk menyeleaikan masalah. Kalau ada masalah dia cari solusi damai bukan dengan kekerasan. Ketiga tidak anti nilai-nilai kebangsan. Kempat tidak anti nilai budaya.

“Kemudian jangan lupa, non-muslim itu menilai Islam tidak dari Alquran atau zhadits maupun sebagainya, melainkan mereka ini melihat dari kita umat muslim dari tindak tanduk sebagai agen atau marketing islam. Maka dari itu kita sebagai muslim harus bisa memberikan contoh dalam berkehidupan dan beribadah yang baik dimanapun karena nama islam harus senantiasa kita jaga,” pungkasnya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1800 seconds (0.1#10.140)