Kisah Unik Pernikahan Rara Tepasan dan Sunan Gunung Jati, Isyarat Cahaya Putih dari Barat Laut
loading...
A
A
A
Pernikahan Sunan Gunung Jati dan Nyimas Rara Tepasan dikisahkan diawali dari kejadian unik dan juga romantis. Pada suatu malam Nyimas Rara Tepasan atau yang dikenal dengan Rara Tepasan melihat cahaya putih yang memancar dari arah Barat Laut atau Bhumi Sunda (Cirebon).
Rara Tepasan kemudian menceritakan peristiwa yang dilihatnya itu kepada ayahnya, Ki Gede Tepasan dari Majapahit. Cahaya itu terlihat memancar di arah Barat Laut, bersinar sangat terang bagaikan sinar bulan purnama.
Konon ketika melihat cahaya tersebut, sang putri menjadi sangat gundah hatinya. Dia pun mengungkapkan keinginannya untuk mencari dari mana sumber cahaya putih yang dilihatnya itu.
Rara Tepasan pun bersumpah jika sumber cahaya tersebut merupakan seorang perempuan akan dijadikan saudaranya, jika laki-laki akan dijadikan suaminya. Mendengar keinginan putrinya itu Ki Gede Tepasan terkejut.
Sang ayah sempat berusaha mencegah dan merayu putrinya yang cantik itu mengurungkan rencananya. Ki Gede Tepasan berpendapat tak pantas bila anak perempuan berkeliaran mencari-cari cahaya seperti itu.
Namun, Ki Gede Tepasan memperoleh firasat bahwa dengan jalan itu putrinya akan memperoleh kemuliaan dan juga bagi dirinya. Dia pun tak lagi melarangnya dan menyuruh putrinya untuk mempersiapkan bekal dan membawa semua yang dimilikinya.
“Kelak kalau sudah bertemu dengan orang yang kau cari, janganlah kekurangan bekal agar engkau tidak direndahkan," kata Ki Gede Tepasan. Rara Tepasan segera berkemas-kemas dan kemudian masuk ke dalam landu, meninggalkan para putra Kerajaan Majangara mencari sumber cahaya putih yang dilihatnya.
Rara Tepasan membawa serta perlengkapannya yang digotong oleh 100 orang dari Tepasan. Mereka berjalan siang dan malam menuju ke arah barat laut hingga akhirnya tiba di Puri Amparan. Di sepanjang perjalanan, rombongan itu bertanya-tanya kepada orang yang ditemuinya.
Dari sanalah akhirnya diketahui cahaya itu datang dari arah Sunan Gunung Jati atau naskah Mertasinga menyebutnya Syekh Maulana Jati, yang cahayanya indah memancar. Ki Gede yakin dia telah menemukan apa yang dicarinya, dengan langkah pasti dia kemudian menghadap kepada Syekh Maulana menyampaikan hormat serta baktinya.
Ki Gede kemudian berkata, "Hamba mohon berkahnya paduka tuan, hamba membawa anak perempuan hamba untuk diserahkan kepada tuanku, Rara Tepasan Namanya". Itulah awalnya Syekh Maulana mempunyai istri empat, yaitu dengan Rara Tepasan ini.
Rombongan pengantarnya yang 100-an orang tidak kembali pulang ke Tepasan. Dari sinilah awalnya bagaimana peraturan-peraturan dan adat istiadat Majapahit itu menggantikan adat istiadat Sunda di Cirebon.
Rara Tepasan memiliki pengetahuan yang melebihi istri-istri Sunan Gunung Jati yang lain sehingga sangat berpengaruh dan mampu menerapkan adat istiadat Jawa di Kraton Pakungwati dan di Carbon. Tentu hal ini dilakukannya dengan persetujuan Sunan Gunung Jati.
Rara Tepasan merupakan istri ke empat Sunan Gunung Jati, dari perkawinan ini keduanya dianugerahi dua orang anak, yaitu Ratu Ayu Wanguran dan Pangeran Pasarean. Dikisahkan Ratu Ayu Wanguran kelak dinikahi oleh Sultan Demak II (Pangeran Sabrang Lor), beliau juga kemudian dinikahi oleh Tubagus Pasai (Fatahilah) setelah Sultan Demak II tersebut wafat dalam Ekspedisi penyerangan Portugis di Malaka.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
Rara Tepasan kemudian menceritakan peristiwa yang dilihatnya itu kepada ayahnya, Ki Gede Tepasan dari Majapahit. Cahaya itu terlihat memancar di arah Barat Laut, bersinar sangat terang bagaikan sinar bulan purnama.
Konon ketika melihat cahaya tersebut, sang putri menjadi sangat gundah hatinya. Dia pun mengungkapkan keinginannya untuk mencari dari mana sumber cahaya putih yang dilihatnya itu.
Rara Tepasan pun bersumpah jika sumber cahaya tersebut merupakan seorang perempuan akan dijadikan saudaranya, jika laki-laki akan dijadikan suaminya. Mendengar keinginan putrinya itu Ki Gede Tepasan terkejut.
Sang ayah sempat berusaha mencegah dan merayu putrinya yang cantik itu mengurungkan rencananya. Ki Gede Tepasan berpendapat tak pantas bila anak perempuan berkeliaran mencari-cari cahaya seperti itu.
Namun, Ki Gede Tepasan memperoleh firasat bahwa dengan jalan itu putrinya akan memperoleh kemuliaan dan juga bagi dirinya. Dia pun tak lagi melarangnya dan menyuruh putrinya untuk mempersiapkan bekal dan membawa semua yang dimilikinya.
“Kelak kalau sudah bertemu dengan orang yang kau cari, janganlah kekurangan bekal agar engkau tidak direndahkan," kata Ki Gede Tepasan. Rara Tepasan segera berkemas-kemas dan kemudian masuk ke dalam landu, meninggalkan para putra Kerajaan Majangara mencari sumber cahaya putih yang dilihatnya.
Rara Tepasan membawa serta perlengkapannya yang digotong oleh 100 orang dari Tepasan. Mereka berjalan siang dan malam menuju ke arah barat laut hingga akhirnya tiba di Puri Amparan. Di sepanjang perjalanan, rombongan itu bertanya-tanya kepada orang yang ditemuinya.
Dari sanalah akhirnya diketahui cahaya itu datang dari arah Sunan Gunung Jati atau naskah Mertasinga menyebutnya Syekh Maulana Jati, yang cahayanya indah memancar. Ki Gede yakin dia telah menemukan apa yang dicarinya, dengan langkah pasti dia kemudian menghadap kepada Syekh Maulana menyampaikan hormat serta baktinya.
Ki Gede kemudian berkata, "Hamba mohon berkahnya paduka tuan, hamba membawa anak perempuan hamba untuk diserahkan kepada tuanku, Rara Tepasan Namanya". Itulah awalnya Syekh Maulana mempunyai istri empat, yaitu dengan Rara Tepasan ini.
Rombongan pengantarnya yang 100-an orang tidak kembali pulang ke Tepasan. Dari sinilah awalnya bagaimana peraturan-peraturan dan adat istiadat Majapahit itu menggantikan adat istiadat Sunda di Cirebon.
Rara Tepasan memiliki pengetahuan yang melebihi istri-istri Sunan Gunung Jati yang lain sehingga sangat berpengaruh dan mampu menerapkan adat istiadat Jawa di Kraton Pakungwati dan di Carbon. Tentu hal ini dilakukannya dengan persetujuan Sunan Gunung Jati.
Rara Tepasan merupakan istri ke empat Sunan Gunung Jati, dari perkawinan ini keduanya dianugerahi dua orang anak, yaitu Ratu Ayu Wanguran dan Pangeran Pasarean. Dikisahkan Ratu Ayu Wanguran kelak dinikahi oleh Sultan Demak II (Pangeran Sabrang Lor), beliau juga kemudian dinikahi oleh Tubagus Pasai (Fatahilah) setelah Sultan Demak II tersebut wafat dalam Ekspedisi penyerangan Portugis di Malaka.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(wib)