Mahasiswa di Samarinda Gelar Aksi Simbolik, Lawan Politik Dinasti
loading...
A
A
A
SAMARINDA - Aksi penolakan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres dan cawapres dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terus berlanjut. Keputusan tersebut dinilai untuk melanggengkan praktik politik dinasti.
Kali ini, sejumlah massa dari mahasiswa, pemuda, dan masyarakat sipil menggelar aksi di Simpang 4 bawah flyover Air Hitam, Kota Samarinda, Kaltim, Jumat (22/12/2023).
Korlap BEM Seka Kaltim, Muhammad mengatakan aksi itu sebagai komitmen pemuda dan mahasiswa untuk tetap menjaga serta merawat demokrasi yang hari ini di begal oleh para rezim dan oligarki. “Terbukti dengan terjadinya putusan MK yang sewenang-wenang kami lihat sidangnya kemarin, itu banyak sekali suasana-suasana kebatinan yang diungkapkan,” katanya dalam siaran pers, Minggu (24/12/2023).
Muhammad pun mempertanyakan bagaimana bisa gugatan yang sebelumnya ditolak, sedangkan gugatan yang baru masuk pada 13 September, langsung diterima. “Ini terlihat ada kepentingan sekelompok orang untuk merusak demokrasi melalui MK,” katanya.
Dalam aksi itu turut hadir Andi Indrawati, akademisi dan dosen UNTAG '45 Samarinda. Dia menyampaikan keresahan yang sama seperti peristiwa 1998. Saat itu mahasiswa yang melawan rezim Orde Baru dengan angkatan reformasi memperjuangkan demokrasi di Indonesia.
“Hari ini berbanding terbalik kita sudah merasakan demokrasi. Kita belum menikmati tumbuhnya demokrasi di Indonesia dengan adanya fenomena putuan MK tentang batas umur capres dan cawapres membuat kita cemas kembali dengan adanya gaya Neo Orde Baru di Indonesia,” terangnya.
Dalam aksi itu juga ada perwakilan pemuda dari Forum Milenial Nusantara yang berorasi bahwa Gibran Rakabuming Raka bukan representasi anak muda Indonesia di Pilpres 2024. Gibran disebut sebagai utusan dari Presiden Jokowi serta memakai cara-cara yang mengecewakan pemuda.
Kali ini, sejumlah massa dari mahasiswa, pemuda, dan masyarakat sipil menggelar aksi di Simpang 4 bawah flyover Air Hitam, Kota Samarinda, Kaltim, Jumat (22/12/2023).
Korlap BEM Seka Kaltim, Muhammad mengatakan aksi itu sebagai komitmen pemuda dan mahasiswa untuk tetap menjaga serta merawat demokrasi yang hari ini di begal oleh para rezim dan oligarki. “Terbukti dengan terjadinya putusan MK yang sewenang-wenang kami lihat sidangnya kemarin, itu banyak sekali suasana-suasana kebatinan yang diungkapkan,” katanya dalam siaran pers, Minggu (24/12/2023).
Muhammad pun mempertanyakan bagaimana bisa gugatan yang sebelumnya ditolak, sedangkan gugatan yang baru masuk pada 13 September, langsung diterima. “Ini terlihat ada kepentingan sekelompok orang untuk merusak demokrasi melalui MK,” katanya.
Dalam aksi itu turut hadir Andi Indrawati, akademisi dan dosen UNTAG '45 Samarinda. Dia menyampaikan keresahan yang sama seperti peristiwa 1998. Saat itu mahasiswa yang melawan rezim Orde Baru dengan angkatan reformasi memperjuangkan demokrasi di Indonesia.
“Hari ini berbanding terbalik kita sudah merasakan demokrasi. Kita belum menikmati tumbuhnya demokrasi di Indonesia dengan adanya fenomena putuan MK tentang batas umur capres dan cawapres membuat kita cemas kembali dengan adanya gaya Neo Orde Baru di Indonesia,” terangnya.
Dalam aksi itu juga ada perwakilan pemuda dari Forum Milenial Nusantara yang berorasi bahwa Gibran Rakabuming Raka bukan representasi anak muda Indonesia di Pilpres 2024. Gibran disebut sebagai utusan dari Presiden Jokowi serta memakai cara-cara yang mengecewakan pemuda.
(poe)