Penampakan Keindahan Danau Ranu Gumbolo Tulungagung Berganti Rumput Gajah
loading...
A
A
A
TULUNGAGUNG - Keindahan air danau yang menjadi “jualan” wisata alam Ranu Gumbolo di Desa Bantengan, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur telah mengering. Namun, Kawasan wisata ini tetap diserbu masyarakat.
Saat ini para wisatawan ranu gumbolo hanya bisa menikmati pemandangan hamparan rumput gajah, batu-batu kali, dinding bukit yang berkontur tidak rata, dan sisa air sungai yang mengalir menuju waduk Wonorejo.
“Mengeringnya air danau ranu gumbolo sudah berlangsung sekitar empat bulanan,” kata Trimanto, salah seorang petugas pengelola wisata ranu gumbolo Tulungagung, Minggu (10/12/2023).
Lenyapnya air danau membuat keindahan ranu gumbolo terasa kurang lengkap. Termasuk pemandangan permainan wahana air, yakni biasanya berlangsung di tengah danau, tidak lagi terlihat.
Kendati demikian, hal itu tidak sepenuhnya menyurutkan langkah para wisatawan untuk datang. Ranu gumbolo tetap menjadi alternatif penyuka wisata alam saat bertandang ke Tulungagung.
Para wisatawan, kata Trimanto tetap berdatangan, yakni biasanya pada pagi dan sore hari.
“Meski jumlahnya tidak sebanyak dulu, tetap ada saja yang datang,” tutur Trimanto yang juga mengurusi parkir kendaraan wisatawan.
Pada hari biasa, jumlah wisatawan yang datang rata-rata 50-70 orang per hari. Sebagian besar adalah rombongan kaum muda berusia milenial. Beberapa di antaranya camping, yakni menginap dengan mendirikan tenda.
“Sedangkan pada weekend, yakni hari Sabtu dan Minggu wisatawan yang datang rata-rata sampai 200 orang per hari,” ungkapnya.
Dulu, yakni sebelum kekeringan melanda, air danau ranu gumbolo menjadi pusat tujuan wisata. Air danau ranu gumbolo berasal dari aliran sungai-sungai pegunungan ditambah limpahan air hujan.
Duduk di antara pepohonan hutan pinus, para wisatawan bisa melepas pandangan ke tengah hamparan air danau. Apalagi pada sore hari. Momentum kabut yang turun membuat pemandangan danau ranu gumbolo terasa semakin eksotis.
Uap kabut yang membasahi daun dan ranting pepohonan mengiringi detik-detik matahari yang terbenam. Di antara pepohonan hutan cemara, wisatawan akan melihat tupai liar berkejaran.
Menurut Trimanto, sejak dikelola menjadi tempat wisata, yakni mulai tahun 2016, ranu gumbolo sudah berusia 7 tahun. Kala itu kehadiran ranu gumbolo sebagai wisata alam baru, sempat viral di media sosial. Hampir setiap hari banjir wisatawan yang datang dari mana-mana.
Imbas wabah Covid-19 yang berlangsung mulai akhir tahun 2019 membuat situasi berubah drastis. Seperti halnya wisata yang lain, ranu gumbolo sepi. Mulai tahun 2022, kata Trimanto wisatawan mulai berdatangan lagi.
Pengelolaan wisata ranu gumbolo yang sebelumnya dipegang Pokdarwis dengan Perhutani, telah beralih. Sejak awal tahun 2023, pengelolaan beralih ke tangan swasta. “Sebelum air danau mengering, kunjungan wisatawan juga masih ramai,” ungkapnya.
Menurut Trimanto, pengelola ranu gumbolo sepenuhnya dipegang pengusaha kondang Tulungagung, yakni di media sosial dikenal dengan nama Bu Dendy. Di tangan Bu Dendy, rencananya lokasi wisata ranu gumbolo akan berdiri café dan resto.
Bu Dendy juga akan membangun fasilitas glamping dan wahana air. Dari pantauan di lapangan, proses pembangunan sedang berjalan dan untuk bisa dinikmati wisatawan masih menunggu waktu cukup lama.
“Kalau rencana awal pada tahun baru 2024 ini sudah bisa dinikmati, namun melihat proses pembangunan yang berjalan saat ini sepertinya masih lama,” pungkasnya.
Seperti diketahui, untuk masuk ke ranu gumbolo Tulungagung wisatawan cukup membayar tiket Rp 6000 di hari biasa dan Rp 8000 di hari weekend. Sedangkan parkir kendaraan Rp 5000 untuk kendaraan roda empat dan Rp 2000 untuk sepeda motor.
Wisatawan di ranu gumbolo bisa menyewa kursi lipat untuk melihat pemandangan dengan harga Rp 5000 sekali sewa tanpa dibatasi waktu.
Saat ini para wisatawan ranu gumbolo hanya bisa menikmati pemandangan hamparan rumput gajah, batu-batu kali, dinding bukit yang berkontur tidak rata, dan sisa air sungai yang mengalir menuju waduk Wonorejo.
“Mengeringnya air danau ranu gumbolo sudah berlangsung sekitar empat bulanan,” kata Trimanto, salah seorang petugas pengelola wisata ranu gumbolo Tulungagung, Minggu (10/12/2023).
Lenyapnya air danau membuat keindahan ranu gumbolo terasa kurang lengkap. Termasuk pemandangan permainan wahana air, yakni biasanya berlangsung di tengah danau, tidak lagi terlihat.
Kendati demikian, hal itu tidak sepenuhnya menyurutkan langkah para wisatawan untuk datang. Ranu gumbolo tetap menjadi alternatif penyuka wisata alam saat bertandang ke Tulungagung.
Para wisatawan, kata Trimanto tetap berdatangan, yakni biasanya pada pagi dan sore hari.
“Meski jumlahnya tidak sebanyak dulu, tetap ada saja yang datang,” tutur Trimanto yang juga mengurusi parkir kendaraan wisatawan.
Baca Juga
Pada hari biasa, jumlah wisatawan yang datang rata-rata 50-70 orang per hari. Sebagian besar adalah rombongan kaum muda berusia milenial. Beberapa di antaranya camping, yakni menginap dengan mendirikan tenda.
“Sedangkan pada weekend, yakni hari Sabtu dan Minggu wisatawan yang datang rata-rata sampai 200 orang per hari,” ungkapnya.
Dulu, yakni sebelum kekeringan melanda, air danau ranu gumbolo menjadi pusat tujuan wisata. Air danau ranu gumbolo berasal dari aliran sungai-sungai pegunungan ditambah limpahan air hujan.
Duduk di antara pepohonan hutan pinus, para wisatawan bisa melepas pandangan ke tengah hamparan air danau. Apalagi pada sore hari. Momentum kabut yang turun membuat pemandangan danau ranu gumbolo terasa semakin eksotis.
Uap kabut yang membasahi daun dan ranting pepohonan mengiringi detik-detik matahari yang terbenam. Di antara pepohonan hutan cemara, wisatawan akan melihat tupai liar berkejaran.
Menurut Trimanto, sejak dikelola menjadi tempat wisata, yakni mulai tahun 2016, ranu gumbolo sudah berusia 7 tahun. Kala itu kehadiran ranu gumbolo sebagai wisata alam baru, sempat viral di media sosial. Hampir setiap hari banjir wisatawan yang datang dari mana-mana.
Imbas wabah Covid-19 yang berlangsung mulai akhir tahun 2019 membuat situasi berubah drastis. Seperti halnya wisata yang lain, ranu gumbolo sepi. Mulai tahun 2022, kata Trimanto wisatawan mulai berdatangan lagi.
Pengelolaan wisata ranu gumbolo yang sebelumnya dipegang Pokdarwis dengan Perhutani, telah beralih. Sejak awal tahun 2023, pengelolaan beralih ke tangan swasta. “Sebelum air danau mengering, kunjungan wisatawan juga masih ramai,” ungkapnya.
Menurut Trimanto, pengelola ranu gumbolo sepenuhnya dipegang pengusaha kondang Tulungagung, yakni di media sosial dikenal dengan nama Bu Dendy. Di tangan Bu Dendy, rencananya lokasi wisata ranu gumbolo akan berdiri café dan resto.
Bu Dendy juga akan membangun fasilitas glamping dan wahana air. Dari pantauan di lapangan, proses pembangunan sedang berjalan dan untuk bisa dinikmati wisatawan masih menunggu waktu cukup lama.
“Kalau rencana awal pada tahun baru 2024 ini sudah bisa dinikmati, namun melihat proses pembangunan yang berjalan saat ini sepertinya masih lama,” pungkasnya.
Seperti diketahui, untuk masuk ke ranu gumbolo Tulungagung wisatawan cukup membayar tiket Rp 6000 di hari biasa dan Rp 8000 di hari weekend. Sedangkan parkir kendaraan Rp 5000 untuk kendaraan roda empat dan Rp 2000 untuk sepeda motor.
Wisatawan di ranu gumbolo bisa menyewa kursi lipat untuk melihat pemandangan dengan harga Rp 5000 sekali sewa tanpa dibatasi waktu.
(ams)