Mahasiswa Gelar Mimbar Kerakyatan dengan Simbol Jagung: Hukum Kehilangan Independensi
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Sejumlah elemen mahasiswa bersama pemuda-pemudi Yogyakarta menyuarakan keresahannya terkiat mundurnya demokrasi di Indonesia yang masih seumur jagung. Mereka menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi terkait batas usia capres-cawapres.
Massa yang memakai pakaian berwarna hitam dengan tulisan Republik Rasa Kerajaan, berasal dari BEM UGM, UMY, UII, UPN, Utidar, Universitas Muhammadiyah Magelang dan berbagai universitas lainnya.
Dalam keterangan tertulis yang diterima, Koordinator aksi sekaligus Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Muhammad Adam mengatakan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 merupakan bentuk pengangkangan konstitusi.
Putusan MK tentang batas minimal usia cawapres itu dinilai merupakan simbol utama merajalelanya praktik politik dinasti di Indonesia. Sehingga, cita-cita mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang berdaulat semakin terdegradasi menjadi negara kekuasaan belaka.
“Hukum kehilangan independensi dan kewibawaannya sebagai alat untuk mewujudkan keadilan. Putusan MKMK (Majelis Kehormatan MK) pun menyatakan, bahwasanya dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terbukti adanya intervensi yang berasal dari pihak eksternal,” ujar Adam dalam pernyataan sikap Mimbar Kerakyatan; Tahta untuk Rakyat, di depan monumen Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949, Yogyakarta, Rabu (29/11/2023).
“Sedangkan jelas, bahwa Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan, atau hubungan-hubungan lain yang beralasan patut diduga mengandung konflik kepentingan,” ucapnya.
Adam mengatakan pemberangusan demokrasi menggerus ruang publik sebagai tempat bebas penyampaian aspirasi. Pemberangusan demokrasi terbukti dari represi yang diterima Haris Azhar dan Fatia Maulidyanti beserta seluruh masyarakat menyerukan kebenaran.
“Anwar Usman, Eddy Hiarej, hingga Firli Bahuri adalah nama yang menjadi simbol bahwa begitu hipokritnya penegakan hukum di negeri ini,” tutur Adam.
Massa yang memakai pakaian berwarna hitam dengan tulisan Republik Rasa Kerajaan, berasal dari BEM UGM, UMY, UII, UPN, Utidar, Universitas Muhammadiyah Magelang dan berbagai universitas lainnya.
Dalam keterangan tertulis yang diterima, Koordinator aksi sekaligus Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Muhammad Adam mengatakan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 merupakan bentuk pengangkangan konstitusi.
Putusan MK tentang batas minimal usia cawapres itu dinilai merupakan simbol utama merajalelanya praktik politik dinasti di Indonesia. Sehingga, cita-cita mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang berdaulat semakin terdegradasi menjadi negara kekuasaan belaka.
“Hukum kehilangan independensi dan kewibawaannya sebagai alat untuk mewujudkan keadilan. Putusan MKMK (Majelis Kehormatan MK) pun menyatakan, bahwasanya dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terbukti adanya intervensi yang berasal dari pihak eksternal,” ujar Adam dalam pernyataan sikap Mimbar Kerakyatan; Tahta untuk Rakyat, di depan monumen Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949, Yogyakarta, Rabu (29/11/2023).
“Sedangkan jelas, bahwa Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan, atau hubungan-hubungan lain yang beralasan patut diduga mengandung konflik kepentingan,” ucapnya.
Adam mengatakan pemberangusan demokrasi menggerus ruang publik sebagai tempat bebas penyampaian aspirasi. Pemberangusan demokrasi terbukti dari represi yang diterima Haris Azhar dan Fatia Maulidyanti beserta seluruh masyarakat menyerukan kebenaran.
“Anwar Usman, Eddy Hiarej, hingga Firli Bahuri adalah nama yang menjadi simbol bahwa begitu hipokritnya penegakan hukum di negeri ini,” tutur Adam.