Marak Kasus Stunting, Jawa Tengah Waspadai Konsumsi Kental Manis
loading...
A
A
A
SEMARANG - Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah dan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) melakukan silaturahmi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah pada Selasa (14/11/2023).
Pertemuan membahas polemik kental manis di tengah masyarakat yang hingga saat ini masih kerap diberikan sebagai minuman susu untuk anak dan balita.
Kepala Bidang Kesmas Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yuni Rahayuningtyas dalam pertemuan itu mengatakan pentingnya perhatian terhadap edukasi bahaya konsumsi kental ditengah maraknya kasus stunting.
Menurut Yuni, perlu materi edukasi kental manis bukan susu dalam setiap upaya penanganan stunting.
“Kalau kita lihat di lapangan terkait stunting dan kental manis memang edukasi dan materinya harus mulai diperkuat karena kita lihat di lapangan sedang marak ya (stunting dan pemberian kental manis pada balita),” kata Yuni.
Lebih lanjut, Yuni menjelaskan bahwa di Dinas Kesehatan bersama stakeholder lain sudah gencar melakukan optimalisasi pelayanan posyandu melalui kader-kadernya.
Kader posyandu bertugas untuk melakukan intervensi pemberian makanan tambahan (PMT) dan edukasi mengenai stunting di masyarakat. Dengan langkah tersebut diharapkan angka stunting di Jawa Tengah dapat turun setidaknya 3 point pada tahun 2024 dari angka saat ini yaitu 20,8%.
“Kami berharap target provinsi Jawa Tengah pada tahun 2024 tercapai atau setidaknya angka prevalensi stunting pada tahun 2024 turun sebanyak tiga poin di 2024,” ujar Yuni.
Dalam kesempatan itu, PP Aisyiyah dan YAICI juga berkesempatan memaparkan hasil temuan lapangan terhadap keluarga dengan anak stunting yang dilakukan di Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang.
Pada umumnya anak balita yang terindikasi stunting memiliki kebiasaan jajan sembarangan serta pola asuh orang tua yang tidak paham akan gizi yang baik untuk anak.
Pada beberapa kasus temuan, orang tua lebih memilih untuk membiarkan anak jajan pangan instan tinggi kandungan garam, gula, dan lemak (GGL) di warung terdekat seperti kental manis, es teh dan snack-snack murah karena anggapan “yang penting makan” dari orang tua. Akibatnya, anak memiliki perilaku makan yang buruk.
Koordinator Divisi Pemberdayaan Masyarakat Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Dr Ekorini Listiowati menekankan bahwa sebagai organisasi perempuan terbesar di Indonesia siap ikut andil dan turut berkontribusi bersama pemerintah Jawa Tengah untuk memperkuat edukasi pengentasan stunting dan kental manis.
Pihaknya akan menggerakan kader dari wilayah, cabang hingga ranting untuk melakukan pendampingan dan monitoring pemberian PMT di wilayah Jawa Tengah agar tepat guna.
“Kami, sebagai organisasi perempuan terbesar yang ada dari tingkat pusat, wilayah, cabang hingga ranting siap membantu dan menggerakan kader-kader terbaik kami untuk memperkuat, turut andil dan berkontribusi bersama pemerintah khususnya Jawa Tengah untuk pengentasan stunting,” tegas Rini.
Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan pihaknya juga menemukan permasalahan monitoring pada program makanan tambahan (PMT). Monitoring PMT ini harus diperhatikan pemerintah agar jangan sampai bantuan yang diberikan meski tepat sasaran tapi tidak tepat guna.
Di antaranya seperti tidak dikonsumsi oleh anak, melainkan orang tua, hingga diberikan pada tetangga atau anggota keluarga lain.
“Tugas pemerintah dan kita semua selanjutnya setelah PMT terdistribusi adalah memastikan agar PMT tersebut dikonsumsi,” tegas Arif.
Lebih lanjut, Arif juga mengatakan bahwa edukasi tentang pengentasan stunting dan peruntukan kental manis juga tetap harus berjalan beriringan dengan pemberian PMT.
“Edukasi perlu terus dilakukan, kami bersama Aisyiyah juga akan terus mendukung pemerintah untuk menurunkan stunting khususnya di Jawa Tengah,” ujarnyanya.
Pertemuan membahas polemik kental manis di tengah masyarakat yang hingga saat ini masih kerap diberikan sebagai minuman susu untuk anak dan balita.
Kepala Bidang Kesmas Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yuni Rahayuningtyas dalam pertemuan itu mengatakan pentingnya perhatian terhadap edukasi bahaya konsumsi kental ditengah maraknya kasus stunting.
Menurut Yuni, perlu materi edukasi kental manis bukan susu dalam setiap upaya penanganan stunting.
“Kalau kita lihat di lapangan terkait stunting dan kental manis memang edukasi dan materinya harus mulai diperkuat karena kita lihat di lapangan sedang marak ya (stunting dan pemberian kental manis pada balita),” kata Yuni.
Lebih lanjut, Yuni menjelaskan bahwa di Dinas Kesehatan bersama stakeholder lain sudah gencar melakukan optimalisasi pelayanan posyandu melalui kader-kadernya.
Baca Juga
Kader posyandu bertugas untuk melakukan intervensi pemberian makanan tambahan (PMT) dan edukasi mengenai stunting di masyarakat. Dengan langkah tersebut diharapkan angka stunting di Jawa Tengah dapat turun setidaknya 3 point pada tahun 2024 dari angka saat ini yaitu 20,8%.
“Kami berharap target provinsi Jawa Tengah pada tahun 2024 tercapai atau setidaknya angka prevalensi stunting pada tahun 2024 turun sebanyak tiga poin di 2024,” ujar Yuni.
Dalam kesempatan itu, PP Aisyiyah dan YAICI juga berkesempatan memaparkan hasil temuan lapangan terhadap keluarga dengan anak stunting yang dilakukan di Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang.
Pada umumnya anak balita yang terindikasi stunting memiliki kebiasaan jajan sembarangan serta pola asuh orang tua yang tidak paham akan gizi yang baik untuk anak.
Pada beberapa kasus temuan, orang tua lebih memilih untuk membiarkan anak jajan pangan instan tinggi kandungan garam, gula, dan lemak (GGL) di warung terdekat seperti kental manis, es teh dan snack-snack murah karena anggapan “yang penting makan” dari orang tua. Akibatnya, anak memiliki perilaku makan yang buruk.
Koordinator Divisi Pemberdayaan Masyarakat Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Dr Ekorini Listiowati menekankan bahwa sebagai organisasi perempuan terbesar di Indonesia siap ikut andil dan turut berkontribusi bersama pemerintah Jawa Tengah untuk memperkuat edukasi pengentasan stunting dan kental manis.
Pihaknya akan menggerakan kader dari wilayah, cabang hingga ranting untuk melakukan pendampingan dan monitoring pemberian PMT di wilayah Jawa Tengah agar tepat guna.
“Kami, sebagai organisasi perempuan terbesar yang ada dari tingkat pusat, wilayah, cabang hingga ranting siap membantu dan menggerakan kader-kader terbaik kami untuk memperkuat, turut andil dan berkontribusi bersama pemerintah khususnya Jawa Tengah untuk pengentasan stunting,” tegas Rini.
Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan pihaknya juga menemukan permasalahan monitoring pada program makanan tambahan (PMT). Monitoring PMT ini harus diperhatikan pemerintah agar jangan sampai bantuan yang diberikan meski tepat sasaran tapi tidak tepat guna.
Di antaranya seperti tidak dikonsumsi oleh anak, melainkan orang tua, hingga diberikan pada tetangga atau anggota keluarga lain.
“Tugas pemerintah dan kita semua selanjutnya setelah PMT terdistribusi adalah memastikan agar PMT tersebut dikonsumsi,” tegas Arif.
Lebih lanjut, Arif juga mengatakan bahwa edukasi tentang pengentasan stunting dan peruntukan kental manis juga tetap harus berjalan beriringan dengan pemberian PMT.
“Edukasi perlu terus dilakukan, kami bersama Aisyiyah juga akan terus mendukung pemerintah untuk menurunkan stunting khususnya di Jawa Tengah,” ujarnyanya.
(shf)