Misteri Pembantaian di Sungai Citarum dan Makam Pahlawan Tanpa Nama di Bandung Barat

Sabtu, 11 November 2023 - 12:07 WIB
loading...
Misteri Pembantaian di Sungai Citarum dan Makam Pahlawan Tanpa Nama di Bandung Barat
Taman Makam Pahlawan, Kampung Warung Pulus, Desa Batujajar Barat, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Foto/MPI/Ferry Bangkit Rizki
A A A
BANDUNG BARAT - Rimbun pepohonan beringin nan rindang melengkapi hening dan sepi di Taman Makam Pahlawan, Kampung Warung Pulus, Desa Batujajar Barat, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB) pada Sabtu (11/10/2023).

Taman Makam Pahlawan yang berada dekat dengan aliran Sungai Citarum didominasi pusara pahlawan tanpa nama. Pusara itu bercat merah-putih dan anya tertera sebuah tulisan 'pahlawan tak dikenal.' Ada delapan nisan tanpa nama yang ada di sana.

Selain itu, ada juga pusara pejuang lainnya yang dilengkap dengan nama yakni Letkol Oon Sudarna, Mayor Inf Bambang, H.D. Jawadi S, serta Peltu Rukjat. Seluruh kuburan itu tampak teduh dipayungi pohon beringin besar.



Kemudian sebuah monumen megah setinggi 3 meter yang dibalut keramik dan ukiran bintang warna keemasan.Cikal bakal Taman Makam Pahlawan di tepi Sungai Citarum itu diceritakan Amar Sudarman, peneliti sejarah Bandung Barat.

Memorinya masih mengingat betul ketikaSungai Citarum menjadi kuburan massal korban pembataian tentara Belanda KNIL tahun 1946-1947 atau tepatnya pascakemerdekaan Republik Indonesia.

Saat itu, tengah berlangsung operasi Korps Pasukan Khusus KNIL atau Korps Speciale Troepen (KST) melakukan pembersihan terhadap masyarakat pro-kemerdekaan. Alhasil Kampung Warung Pulus Sungai Citarum penuh mayat dan potongan tubuh mengambang terbawa arus.

Sasarannya, bukan saja para anggota laskar atau milisi yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Tapi juga ada warga dari anak-anak hingga para lansia. Warga sipil kerap dicurigai jadi mata-mata laskar-laskar kemerdekaan.



”Kalau saya pakai rakit menyebrang sungai Citarum lewat Warung Pulus pasti selalu lihat kaki manusia mengambang atau tubuh laki-laki terikat,” ungkap Amar.

Saat tragedi pembantaian berlangsung, Amar masih berusia 44 tahun. Setiap hari warga selalu menemukan mayat di Citarum karena KST mengeksekusi pejuang kemerdekaan mulai dari daerah Cangkir Majalaya sampai Ranca Irung Cihampelas.

Sebelum dilempar ke Sungai Citarum, pasukan KST menyiksa dengan cara brutal. Paling umum, korban diikat dengan posisi ditelanjang dada, lalu digusur sebuah mobil Jeep, hingga berakhir eksekusi tembak mati.

”Saat sungai Citarum surut, sering ditemukan mayat terdampar di pinggir sungai sehingga masyarakat harus dorong ke tengah memakai bambu agar terbawa arus,” ungkap Amar.

Operasi penangkapan dan pembunuhan oleh tentara KST semakin menjadi-jadi saat mengetahui pejuang kemerdekaan memutus jembatan Citarum di Warung Pulus.

Di bawah pimpinan Kapten Kunih serta Letnan Jankrun dan Nerpul, pembantaian yang dilakukan malah semakin buas.“Mereka marah karena jembatan Citarum putus sehingga menyulitkan tentara bergerak,” ucap Amar.

Berangkat dari tragedi itulah warga berinisiatif membuat makam kamuflase atau kuburan tanpa mayat, tepat di bekas jembatan Citarum Warung Pulus. Total makam tersebut ada 10 dengan perhitungan 1 makam mewakili 100 orang korban.

Namun tahun 1984 makam tersebut dipindahkan ke lokasi Taman Makam Pahlawan saat ini karena saat itu ada proyek Bendungan Saguling.

“Jadi memang makamnya gak ada jenazahnya. Sengaja dibuat untuk mengenang para pejuang dan korban tentara KST. Tahun 84 dipindah ke atas karena ada bendungan Saguling. Nah karena di atas lahannya terbatas, jumlah makam cuma cukup 8,” tandasnya.
(ams)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1454 seconds (0.1#10.140)