Lewat Buku, Jenderal Bintang 2 Buka Solidaritas TNI dan Polri di Operasi Madago Raya Poso
loading...
A
A
A
Yang pertama faksi kombatan bersenjata yaitu mereka yang berada di atas gunung. Kemudian, kelompok nonkombatan tidak bersenjata, yaitu mereka yang mendukung logistik dan informasi bagi kelompok kombatan. Mereka adalah masyarakat umum yang menjadi simpatisan teroris.
“Mereka ini orang yang bersimpati karena takut ataupun mereka yang terpengaruh dan ingin terus mengikuti ajaran radikal. Saat itu, kepada Pak Rakhman Baso saya menyampaikan bahwa selama ini sudah berbagai cara untuk menuntaskan kasus terorisme di Poso,” ungkapnya.
”Namun tak selesai-selesai juga. Akhirnya Pak Rakhman sebagai PJKO Operasi Madago Raya kemudian membangun tidak kurang 43 pos sekat untuk membatasi pergerakan para kombatan dan nonkombatan,” sebut Farid.
Hasilnya, 13 teroris yang menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) satu per satu berhasil ditangkap baik hidup maupun mati. Hal itu dibenarkan Irjen Pol (Purn) Abdul Rakhman Baso.Menurut Rakhman Baso, operasi ini berhasil disebabkan sinergitas kedua institusi.
Rakhman Baso bercerita bagaimana dia menemukan sandi operasi saat sedang istirahat di suatu tempat di Poso.
“Ada tulisan di suatu panggung tertulis, Madago Raya. Saya tanya staf saya, itu Madago Raya artinya apa? ternyata berarti baik hati dalam bahasa Pamona. Itulah yang kemudian menjadi sandi operasi ini,” cerita Rakhman.
Dia dan Farid Makruf selalu berbagi strategi dan bahkan berdua turun langsung ke lapangan.“Inilah yang ada di dalam buku yang secara nyata menggambarkan solidnya TNI dan Polri dalam bertugas. Operasi itu berjalan lancar dan sukses,” kata Rakhman.
Sinopsis Buku
Buku ini ditulis oleh Jafar G. Bua dan penulis buku Kopassus 1 dan Kopassus 2, E.A. Natanegara.Jafar G. Bua adalah mantan Produser Lapangan CNN Indonesia di Sulawesi Tengah dengan segudang pengalaman liputan termasuk liputan konflik sosial dan terorisme di Poso.
Menurut alumni Fakultas Pertanian Universitas Tadulako ini, Poso di Balik Operasi Madago Raya memang didedikasikan untuk masyarakat umum dimana kisah-kisah operasi TNI dan Polri di Poso bukanlah operasi yang ringan.
“Mereka ini orang yang bersimpati karena takut ataupun mereka yang terpengaruh dan ingin terus mengikuti ajaran radikal. Saat itu, kepada Pak Rakhman Baso saya menyampaikan bahwa selama ini sudah berbagai cara untuk menuntaskan kasus terorisme di Poso,” ungkapnya.
”Namun tak selesai-selesai juga. Akhirnya Pak Rakhman sebagai PJKO Operasi Madago Raya kemudian membangun tidak kurang 43 pos sekat untuk membatasi pergerakan para kombatan dan nonkombatan,” sebut Farid.
Hasilnya, 13 teroris yang menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) satu per satu berhasil ditangkap baik hidup maupun mati. Hal itu dibenarkan Irjen Pol (Purn) Abdul Rakhman Baso.Menurut Rakhman Baso, operasi ini berhasil disebabkan sinergitas kedua institusi.
Rakhman Baso bercerita bagaimana dia menemukan sandi operasi saat sedang istirahat di suatu tempat di Poso.
“Ada tulisan di suatu panggung tertulis, Madago Raya. Saya tanya staf saya, itu Madago Raya artinya apa? ternyata berarti baik hati dalam bahasa Pamona. Itulah yang kemudian menjadi sandi operasi ini,” cerita Rakhman.
Dia dan Farid Makruf selalu berbagi strategi dan bahkan berdua turun langsung ke lapangan.“Inilah yang ada di dalam buku yang secara nyata menggambarkan solidnya TNI dan Polri dalam bertugas. Operasi itu berjalan lancar dan sukses,” kata Rakhman.
Sinopsis Buku
Buku ini ditulis oleh Jafar G. Bua dan penulis buku Kopassus 1 dan Kopassus 2, E.A. Natanegara.Jafar G. Bua adalah mantan Produser Lapangan CNN Indonesia di Sulawesi Tengah dengan segudang pengalaman liputan termasuk liputan konflik sosial dan terorisme di Poso.
Menurut alumni Fakultas Pertanian Universitas Tadulako ini, Poso di Balik Operasi Madago Raya memang didedikasikan untuk masyarakat umum dimana kisah-kisah operasi TNI dan Polri di Poso bukanlah operasi yang ringan.