Kisah Raja Majapahit Bak Fir'aun Pernah Perintahkan Habisi Bayi selama Sewindu
loading...
A
A
A
Kisah Raja Majapahit bak Fir'aun lantaran pernah memerintahkan untuk menghabisi bayi selama sewindu menarik untuk diulas. Konon setelah jatuh sakit Prabu Brawijaya mengumpulkan para ahli nujum atau peramal untuk menjawab segala pertanyaan sang prabu.
Kemudian ada salah satu ahli nujum meramal bahwa sesudah tiga keturunan lagi, wahyu kerajaan akan berpindah dari Majapahit ke Mataram. Dikisahkan dari buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara" karya Slamet Muljana, sang Prabu Brawijaya bermimpi beliau bisa sembuh dari penyakitnya.
Namun ia harus bercampur dengan putri Wandan, dayang-dayang putri Dwarawati. Namun setelah sembilan bulan, putri Wandan melahirkan seorang jabang bayi laki-laki. Putri Wandan diceraikan dan jabang bayi diserahkan Prabu Brawijaya kepada juru Masahar dengan pesan agar jabang bayi pada usia sewindu dibunuh.
Juru sawah Masahar menyanggupi, jabang bayi dibawa pulang dan dipelihara baik-baik oleh Nyi Masahar, yang sudah bertahun-tahun merindukan anak. Jabang bayi itu diberi nama Bondan Kejawan. Setelah mencapai usia sewindu, juru sawah Masahar berniat memenuhi janjinya kepada sang prabu, karena takut kena umpat sang nata Prabu Brawijaya.
Ketika melihat keris terhunus siap untuk ditikam, Nyi Buhut Masahar jatuh pingsan. Karena cintanya kepada istrinya, Bondan Kejawan tidak jadi dibunuh. Ki Masahar terpaksa berdusta kepada sang prabu, Bondan Kejawan dirahasiakan. Ki Juru Sawah Masahar setiap habis musim panen menyerahkan hasil sawah kepada sang Prabu Majapahit.
Karena hasil padi terlalu banyak, padi itu dipikul oleh banyak orang. Pada suatu waktu, ketika Ki Juru Masahar berangkat ke Majapahit mengantar orang-orang yang memikul padi, Bondan Kejawan ingin ikut serta di luar pengetahuan bapak angkatnya.
Penyerahan hasil padi telah diserahkan kepada sang prabu dan diterima oleh para pembesar yang ditugaskan. Sementara itu, Bondan Kejawan menuju tempat gamelan Sekar Dalima, hadiah dari Raja Campa.
Bondan Kejawan bermain gamelan Sekar Dalima, sedangkan gamelan Sekar Dalima adalah gamelan pusaka yang tidak boleh dimainkan oleh sembarang orang. Gamelan tersebut hanya dimainkan di waktu-waktu tertentu saja.
Sontak bunyi gamelan itu membuat terkejut orang banyak. Sang Prabu Brawijaya segera memberikan perintah untuk memeriksa siapa yang berani memainkan ganelan Sekar Dalima itu. Ketika Bondan Kejawan ditangkap dan ditanya siapa nama dan dari mana asalnya, ia mengaku bahwa ia adalah anak Ki Masahar, juru sawah.
Kemudian ada salah satu ahli nujum meramal bahwa sesudah tiga keturunan lagi, wahyu kerajaan akan berpindah dari Majapahit ke Mataram. Dikisahkan dari buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara" karya Slamet Muljana, sang Prabu Brawijaya bermimpi beliau bisa sembuh dari penyakitnya.
Namun ia harus bercampur dengan putri Wandan, dayang-dayang putri Dwarawati. Namun setelah sembilan bulan, putri Wandan melahirkan seorang jabang bayi laki-laki. Putri Wandan diceraikan dan jabang bayi diserahkan Prabu Brawijaya kepada juru Masahar dengan pesan agar jabang bayi pada usia sewindu dibunuh.
Juru sawah Masahar menyanggupi, jabang bayi dibawa pulang dan dipelihara baik-baik oleh Nyi Masahar, yang sudah bertahun-tahun merindukan anak. Jabang bayi itu diberi nama Bondan Kejawan. Setelah mencapai usia sewindu, juru sawah Masahar berniat memenuhi janjinya kepada sang prabu, karena takut kena umpat sang nata Prabu Brawijaya.
Ketika melihat keris terhunus siap untuk ditikam, Nyi Buhut Masahar jatuh pingsan. Karena cintanya kepada istrinya, Bondan Kejawan tidak jadi dibunuh. Ki Masahar terpaksa berdusta kepada sang prabu, Bondan Kejawan dirahasiakan. Ki Juru Sawah Masahar setiap habis musim panen menyerahkan hasil sawah kepada sang Prabu Majapahit.
Karena hasil padi terlalu banyak, padi itu dipikul oleh banyak orang. Pada suatu waktu, ketika Ki Juru Masahar berangkat ke Majapahit mengantar orang-orang yang memikul padi, Bondan Kejawan ingin ikut serta di luar pengetahuan bapak angkatnya.
Penyerahan hasil padi telah diserahkan kepada sang prabu dan diterima oleh para pembesar yang ditugaskan. Sementara itu, Bondan Kejawan menuju tempat gamelan Sekar Dalima, hadiah dari Raja Campa.
Bondan Kejawan bermain gamelan Sekar Dalima, sedangkan gamelan Sekar Dalima adalah gamelan pusaka yang tidak boleh dimainkan oleh sembarang orang. Gamelan tersebut hanya dimainkan di waktu-waktu tertentu saja.
Sontak bunyi gamelan itu membuat terkejut orang banyak. Sang Prabu Brawijaya segera memberikan perintah untuk memeriksa siapa yang berani memainkan ganelan Sekar Dalima itu. Ketika Bondan Kejawan ditangkap dan ditanya siapa nama dan dari mana asalnya, ia mengaku bahwa ia adalah anak Ki Masahar, juru sawah.