Teuku Umar, Kopi, dan Kisah Taktik Dua Rupanya

Sabtu, 12 Agustus 2017 - 05:00 WIB
Teuku Umar, Kopi, dan Kisah Taktik Dua Rupanya
Teuku Umar, Kopi, dan Kisah Taktik Dua Rupanya
A A A
Seandainya saja Teuku Umar tidak tewas di tangan pasukan Belanda pada 11 Februari 1899, dia dan tangan kanannya, Pang Laot, akan minum bercangkir-cangkir kopi di Meulaboh. Ikut pula pasukannya. Mereka mungkin akan membahas taktik memerangi Belanda. Atau, bisa jadi merayakan pasukan Belanda yang akhirnya mundur.

Teuku Umar disebutkan menyatakan keinginannya itu kepada Pang Laot dan pasukannya sebelum bergerak ke Meulaboh. “Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keude Meulaboh atawa ulon akan syahid (Besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh atau aku akan gugur).” Kalimatnya itu sangat dikenal, terutama bagi masyarakat Aceh.

Namun, Teuku Umar tak bisa mewujudkannya. Dia gugur setelah tertembak peluru pasukan Belanda, di dadanya. Usianya masih 45 tahun saat itu. Perjuangannya di medan perang harus berakhir pada malam menjelang tanggal 11 Februari 1899.

Sebelumnya, dia bersama pasukannya datang dari arah Lhok Bubon menuju pinggiran Kota Meulaboh. Mereka siap-siap mencegat dan menangkap Jenderal Van Heutsz. Lewat mata-matanya, Teuku Umar tahu jenderal Belanda itu menempatkan sejumlah pasukan di Meulaboh tanpa pengawalan ketat.

Ternyata, gerak-geriknya telah diketahui pula oleh Belanda lewat mata-mata. Jenderal Van Heutsz sudah menempatkan sejumlah pasukan yang cukup kuat di Ujong Kalak, perbatasan Kota Meulaboh, untuk mencegat Teuku Umar.

Beberapa jam kemudian, dalam kegelapan malam, pasukan Belanda melihat kerumunan orang yang diperkirakan pasukan Teuku Umar. Mereka langsung menembak membabi buta. Pagi harinya, 11 Februari 1899, pasukan Belanda melihat jenazah musuhnya bergelimpangan. Sementara jenazah Teuku Umar sendiri, dibawa kabur anak buahnya Pang Laot, agar tidak jatuh ke tangan Belanda.

Setelah berkali-kali dipindahkan, jenazahnya akhirnya dimakamkan di Kampung Mugo, Aceh Barat, di Hulu Sungai Meulaboh. Perjuangan Teuku Umar dilanjutkan istrinya, Cut Nyak Dhien.

Teuku Umar dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden No. 087/TK/1973 tanggal 6 November 1973. Hingga kini, kisah perlawanannya masih menyisakan tanda tanya. Dalam pelajaran sejarah di sekolah dan buku-buku sejarah resmi, perjuangan Teuku Umar yang memiliki leluhur dari Minangkabau itu disebut sangat terkenal dengan taktik atau strategi perangnya. Dia tak hanya melawan secara frontal, tapi juga menggunakan tipu muslihat, taktik dua rupa, atau berpura-pura bekerja sama dengan Belanda.

Banyak yang memuji-muji taktik perangnya ini karena dinilai hebat. Tak sedikit pula yang curiga. Seperti disebutkan dalam buku Teuku Umar yang ditulis Mardanas Safwan tahun 1984. Yang meragukan dia, terutama beberapa tokoh golongan ulama.

Selama berperang melawan Belanda, Teuku Umar memang tidak sekali saja pernah menerapkan taktik dua rupanya ini. Peristiwa penyerangan kapal Nicero dan Hoc Canton menjadi dua dari sekian banyak bukti kesuksesan taktiknya. Hasilnya, banyak senjata Belanda yang dirampas. Di sisi lain, taktik ini dikecam karena tidak sedikit menimbulkan kerusakan dan korban jiwa dari rakyat Aceh.

Namun, kisah Teuku Umar yang paling mengejutkan dan terjadi pada 30 September 1893. Bersama 13 panglima bawahan dan 250 orang pasukannya, ia menyerahkan diri kepada Belanda. Teuku Umar pun bersumpah akan setia kepada Belanda dan menjadi sekutunya. Sumpah itu diucapkan di hadapan Gubernur Militer Hindia Belanda di Aceh, Jenderal Deijckerhoff.

Buku sejarah mencatat, ini siasat perang Teuku Umar untuk memperoleh senjata dan mempelajari siasat Belanda. Perang telah memakan banyak korban. Saat itu, Teuku Umar menganggap inilah caranya untuk mendapatkan logistik dan persenjataan berperang melawan Belanda.

Penyerahan diri Teuku Umar dan pasukannya membuat gempar dan memicu kemarahan rakyat Aceh. Teuku Umar dianggap memihak kepada Belanda. Rakyat Aceh bahkan disebut banyak menyebutnya pengkhianat. Kemarahan bangsa Aceh saat itu sangat wajar. Apalagi, Teuku Umar terlihat menaati sumpahnya pada Belanda. Atas kesetiaannya itu, pada 1 Januari 1894, dia diberi gelar Panglima Perang Besar oleh Gubernur Van Teijn. Juga, nama kebesaran Teuku Johan Pahlawan. Bahkan, dia diizinkan membentuk legium pasukan sendiri yang berjumlah 250 tentara.

Persenjataannya pun dilengkapi. Sebanyak 380 senapan kokang modern, 800 senapan jenis lama, 250.000 butir peluru, 500 kilogram mesiu, 120.000 sumbu mesiu, dan lima ton timah untuk persediaan mesiu. Tak hanya itu, Belanda juga memperindah rumahnya di Lampisang agar layak menjadi tempat tinggal seorang Panglima Besar. Di halaman rumahnya dilengkapi dua meriam kecil.

Anthony Reid dalam bukunya Asal Mula Konflik Aceh dari Perebutan Pantai Timur Sumatra hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad Ke-19 (2005) menyebutkan, Umar diberi persenjataan untuk membersihkan musuh-musuh Belanda. Dia berhasil untuk beberapa lama dengan cemerlang. Bukan karena kemampuan militernya, tapi keluwesannya berhadapan dengan orang lain. Reid juga menyebutkan, Teuku Umar membujuk sebagian besar uleebalang dan ulama paling terkemuka agar berpura-pura setia kepada Belanda. Dengan begitu, kepentingan mereka dapat dijaga dengan baik.

Sikapnya yang berpihak pada Belanda ini, juga membuat marah istrinya, Cut Nyak Dhien. Dhien menganggap Umar mengorbankan rakyat Aceh untuk mendapatkan jabatan, kekuasan, dan kemewahan. Kepada Dhien, Teuku Umar mengatakan bahwa itu taktiknya melawan Belanda.

Di masa Teuku Umar masih “bersumpah setia” pada Belanda, suatu hari diajukannya lah proposal untuk menaklukkan benteng Lam Krak (Aceh Besar). Benteng itu dipertahankan oleh pejuang perempuan Aceh. Proposal disetujui. Teuku Umar dan pasukannya mendapatkan perlengkapan berupa 880 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg peledak, dan uang tunai 18.000 gulden.

Di balik proposalnya itu, Teuku Umar sudah berencana akan membelot dari Belanda. Paul Van ‘T Veer dalam bukunya Perang Aceh – Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje (Grafiti Pers, 1985) menyebutkan, sebelum Umar membelot, sudah beredar desas-desus mengenai rencana pengkhianatannya. Sementara Anthony Reid (Asal Mula Konflik Aceh, 2005) menyebutkan, Teuku Umar akhirnya memutuskan tidak mau lagi berpihak pada Belanda karena mempertimbangkan perasaan para ulama.

Namun dalam catatan kakinya, Reid menyebut sejumlah catatan sejarah menyebutkan, pembelotan Umar karena pengaruh istrinya Cut Nyak Dhien. Kemudian, ada juga karena ramalan yang menyebutkan ia akan menemui ajalnya di Lam Krak. Ramalan itu membuat Umar sangat terkejut dan berpikir keras. Menurut dia, sangat celaka jika dia yang seorang Muslim, meninggal saat membela Belanda yang disebut kafir.

Teuku Umar akhirnya membelot dari Belanda pada tanggal 30 Maret 1896. Dia membawa pasukannya bersama perlengkapan yang diperoleh dari Belanda. Sejak itu, dia tidak kembali lagi dan bergabung bersama barisan pejuang Aceh. Aksinya ini dikenal dengan istilah Het verraad van Teukoe Oemar, atau pengkhianatan Teuku Umar. Sebagian menyebutnya Tipu Aceh.

Teuku Umar menyusun kembali tentara Aceh yang sebelumnya sempat tercerai-berai. Mulai tahun 1896 itu, dia memimpin perang Aceh dibantu istrinya Cut Nyak Dhien dan Panglima Pang Laot. Teuku Umar juga mengajak uleebalang-uleebalang yang lain untuk memerangi Belanda.

Belanda pun berang dengan pengkhianatan Teuku Umar. Komisaris Pemerintah Belanda di Aceh, Letnan Jenderal Vetter mengeluarkan maklumat perang. Kepangkatan yang telah diberikan kepadanya sebagai Panglima Perang Besar dan gelar kebesaran Johan Pahlawan dicabut. Belanda juga membakar dan meledakkan rumah hadiahnya kepada Teuku Umar yang didiami Cut Nyak Dhien pada 28 Mei 1896.

Setelah pengkhianatan Teuku Umar pada Belanda, Gubernur Militer Hindia Belanda di Aceh, Jenderal Deijckerhoff, langsung dipecat dari jabatannya. Dia digantikan oleh Jenderal Van Heutsz, yang memimpin penyerangan terhadap pasukan Teuku Umar hingga gugur di medan perang.

Sumber:
Buku Asal Mula Konflik Aceh (Anthony Reid/Yayasan Obor Indonesia, 2005)
http://www1-media.acehprov.go.id/uploads/T_Umar.pdf
http://atjehliterature.blogspot.co.id
http://iskandarnorman.blogspot.co.id
https://belanegarari.com
(mcm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3721 seconds (0.1#10.140)