Sejarah Kadipaten Pakualaman: Wilayah, Pembentukan, dan Daftar Penguasa

Senin, 02 Oktober 2023 - 16:50 WIB
loading...
Sejarah Kadipaten Pakualaman: Wilayah, Pembentukan, dan Daftar Penguasa
Sejarah Kadipaten Pakualaman. Foto/Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Yogyakarta
A A A
JAKARTA - Sejarah Kadipaten Pakualaman menarik untuk diulas. Daerah yang dikuasai oleh adipati ini terletak di kota Yogyakarta .

Sebagai entitas tradisional dengan sejarah yang kaya, Pakualaman memiliki peran penting dalam perkembangan budaya dan politik di Jawa. Pada masa lalu, Kadipaten Pakualaman adalah suatu entitas yang bersifat tergantung dan berstruktur sebagai kerajaan.

Tetapi pada tahun 1950, status tergantung negara Kadipaten Pakualaman diubah menjadi wilayah khusus setara dengan provinsi yang disebut Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sejarah Kadipaten Pakualaman


Dilansir dari laman resmi Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman atau Nagari Pakualaman adalah kerajaan yang memiliki ketergantungan pada negara induk.



Kedaulatan dan pengaturan pemerintahan negara ini diatur sesuai dengan perjanjian politik yang dibuat bersama dengan negara induk.

Seiring dengan pilihan negara induk untuk menjadi negara kesatuan, pada tahun 1950, status Kadipaten Pakualaman sebagai negara dependen turun menjadi daerah istimewa setara provinsi. Hal ini bersama dengan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Kadipaten Pakualaman atau Negeri Pakualaman didirikan pada 17 Maret 1813 dengan dinobatkannya Pangeran Notokusumo sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I oleh Gubernur Jenderal Sir Thomas Raffles.

Hal ini terkait dengan pertikaian Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat melawan pemerintahan Belanda di bawah pengaruh Prancis.

Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels menyerang Kraton Yogyakarta pada Desember 1810 yang menyebabkan penurunan paksa Sultan Hamengku Buwono II.

Pada tahun 1811, Inggris merebut kekuasaan kolonial Belanda-Perancis di Pulau Jawa dan mengutus Sir Thomas Stamford Raffles untuk memimpin koloni ini sebagai Letnan Gubernur Jenderal.



Raffles mencoba mendapat dukungan dari penguasa lokal, termasuk Sultan Hamengku Buwono II, untuk mengembalikan HB II ke tahtanya.

Pada 10 Desember 1811, RM Suryo (HB III) diangkat kembali menjadi putra mahkota dengan gelar Kanjeng Pangeran Adipati Anom.

Sejauh ini ada dua perspektif yang berbeda mengenai peran Pangeran Notokusumo di Kasultanan Yogyakarta. Penjelasan mengenai kedua perspektif ini akan diuraikan di bawah ini.

Versi I


BPH Notokusumo bertemu dengan HB II untuk membahas proposal dari pemerintah kolonial Inggris, yang mengusulkan penyerahan tahta kepada Adipati Anom sebagai ganti permintaan maaf atas insiden pembunuhan Danurejo II.

Sultan menyambut Raffles dan mengadakan jamuan kenegaraan. Konflik berdarah terus berlanjut, melibatkan Adipati Anom, Kasunanan Surakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran.

Adipati Anom bekerja sama dengan Kapten Tan Jin Sing untuk bertemu dengan John Crawford, residen Inggris, yang mengusulkan Adipati Anom diangkat sebagai sultan.



Kemudian, BPH Notokusumo diusulkan menjadi Pangeran Merdika, dan Raffles direncanakan datang ke Yogyakarta dengan pasukan untuk berperang.

Versi II


Setelah kekuasaan Belanda-Perancis diserahkan kepada Inggris, HB II kembali menduduki takhta yang sebelumnya dipegang oleh putranya.

Sultan mengajukan beberapa tuntutan kepada pemerintah Inggris, termasuk pembayaran kembali uang ganti rugi untuk wilayah pesisir yang direbut oleh Belanda, pengembalian makam-makam leluhur, dan pembebasan Pangeran Natakusuma dan putra Natadiningrat.

Di bawah pengaruh Raffles, HB II diizinkan tetap memegang posisinya bahkan lebih diperkuat. Tuntutan Sultan untuk membebaskan kedua kerabatnya dipenuhi.

Namun, sebaliknya, HB II diminta untuk membubarkan Angkatan Bersenjata Kesultanan atas campur tangan Inggris yang terlalu jauh dalam urusan istana.

Akibatnya, HB II segera melakukan negosiasi dengan Sunan Pakubuwono IV untuk memisahkan diri dari Inggris.

Dengan tegas, HB II menolak pembubaran pasukannya oleh Inggris dan malah memperkuat pertahanan di istana serta meningkatkan jumlah milisi bersenjata. Rencana Sultan diketahui oleh Inggris melalui Natakusuma dan Kapten Tan Djiem Sing.

Tindakan tersebut mengakibatkan pasukan Inggris dengan perlengkapan militer lengkap yang dipimpin oleh Admiral Gillespie mengepung Keraton Jogja dengan bantuan Legiun Mangkunegaran di bawah komando Pangeran Prangwadana.

Gillespie segera memberikan ultimatum kepada HB II untuk menyerahkan tahta kepada Adipati Anom dan menjadikan BPH Natakusuma sebagai Pangeran Mardika.

Sultan HB II dengan tegas menolak memenuhi ultimatum tersebut. Versi lain menyebutkan bahwa mulai 18 Juni 1812, istana mulai dihujani tembakan meriam.

Setelah tiga hari pengepungan dan serangan kilat pada hari terakhir, istana berhasil ditaklukkan pada 20 Juni 1812.

Menurut versi lain, pengepungan dimulai pada 20 Juni 1812 dan pada 28 Juni 1812, istana sepenuhnya jatuh ke tangan Inggris.

Pada tanggal itu juga, Sultan HB II untuk kedua kalinya diberhentikan, dan HB III kembali dinobatkan sebagai Sultan Jogja.

Pembentukan Kadipaten Pakualaman


Pertempuran mengakibatkan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat harus menyerahkan sebagian daerah kekuasaan kepada Pangeran Notokusumo, yang kemudian menjadi Pangeran Adipati Paku Alam I pada 29 Juni 1813.

Dia diberikan tanah, tunjangan, tentara kavaleri, hak memungut pajak, dan tahta turun-temurun.

Setelah memerintah selama 16 tahun, Paku Alam I wafat pada tahun 1829 dan digantikan oleh putranya, Pangeran Suryadiningrat, dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Suryadiningrat pada 18 Desember 1829.

Setelah menandatangani Kontrak Politik dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda, ia dikukuhkan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPA) Paku Alam II.

Wilayah Kadipaten Pakualaman


Kadipaten Pakualaman pada masa lalu memerintah wilayah di sekitar Pura Pakualaman dan Kecamatan Pakualaman.

Wilayah kekuasaannya meliputi Kabupaten Adikarto (sekarang bagian selatan Kabupaten Kulon Progo), Karang Kemuning, Parakan, sebagian Bagelen, dan Klaten.

Namun, setelah kekalahan Diponegoro dalam Perang Jawa pada 1830, Pakualaman harus menyerahkan wilayah mancanegara kepada Belanda.

Akibatnya, wilayah Pakualaman menyusut menjadi Kabupaten Kota Pakualaman dan Adikarto.

Kabupaten Adikarto kemudian digabung dengan Kulon Progo pada tahun 1951, yang saat itu merupakan wilayah Kasultanan Yogyakarta.

Setelah penyerahan wilayah mancanegara pada tahun 1830, Pakualaman menjadi monarki dengan wilayah terkecil di antara tiga pecahan Mataram lainnya.

Daftar Penguasa Kadipaten Pakualaman


1. Pangeran Notokusuma (Paku Alam I)
2. Raden Tumenggung Hadiningrat (Paku Alam II)
3. Pangeran Sasraningrat (Paku Alam III)
4. Raden Mas Nataningrat (Paku Alam IV)
5. Pangeran Suryadilaga (Paku Alam V)
6. Pangeran Notokusumo (Paku Alam VI)
7. Dewan Perwakilan Pakualaman
8. Raden Mas Haryo Surarjo (Paku Alam VII)
9. Raden Mas Haryo Sularso Kunto Suratno (Paku Alam VIII)
10. Raden Mas Haryo Ambarkusumo (Paku Alam IX)
11. Raden Mas Wijoseno Hario Bimo (Paku Alam X)
(okt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2007 seconds (0.1#10.140)