Hamil Tua, Siswi SMA Ini Tak Boleh Ikut UN
A
A
A
MEDAN - Seorang siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) di Medan berinisial NW (16) gagal mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) karena hamil tua. Penderitaannya bertambah lantaran sang kekasih yang menghamilinya, AS (24), tak mau bertanggung jawab.
NW, warga Kecamatan Medan Polonia tercatat sebagai seorang siswi di salah satu sekolah swasta di Medan. Dia gagal mengikuti ujian lantaran perutnya sudah semakin membuncit (hamil tua). Karena itu, pihak sekolah tidak mengizinkan NW mengikuti UNBK.
"Keinginanku hanya satu. Bisa ikut UNBK, agar kelak aku mendapat ijazah SMA sebagai modal untuk bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi meskipun aku sudah seorang ibu dari anakku," kata NW, Jumat (14/4/2017) malam.
Sementara, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Medan akan menyurati Dinas Pendidikan Kota Medan agar membantu siswi SMA itu untuk mengikuti ujian susulan. "Apakah ikut ujian paket C atau lainnya, kita akan datangi Dinas Pendidikan Kota Medan," kata Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Medan John Suhairi.
Sementara, orang tua NW, Das (40), mengaku sudah kebingungan. Sebab, sikap yang tidak bersahabat dari keluarga AS membuat kondisi anaknya semakin depresi. Anak laki-laki yang dilahirkan NW harus dijaga, dirawat, dan dihidupinya sendirian.
"Langkah hukum ini kami lakukan sebagai pilihan terakhir. Kami sudah mencoba berkali-kali untuk berkomunikasi dengan keluarga AS. Tetapi tidak pernah ditanggapi, tidak ada respons. Bahkan, keluarga itu menolak untuk menyelesaikan persoalan itu dengan cara kekeluargaan," ujarnya.
Tetapi, lanjutnya, jalur hukum yang ditempuh menyelesaikan persoalan itu justru menemui jalan terjal. Setelah melaporkan kasus itu ke Polsekta Medan Baru 27 Januari 2017, AS tetap berkeliaran hingga saat ini.
"Kami tidak tahu lagi mau melapor ke mana, kepada keluarga AS, mereka sudah menolak penyelesaian kasus ini secara kekeluargaan. Melapor ke polisi, malah polisinya tidak ada respons."
Sekretaris LPA Kota Medan John Suhairi mengecam lambannya penanganan yang dilakukan pihak kepolisian. Padahal, laporan pengaduannya sudah masuk tanggal 27 Januari 2017.
"Ini kasus kekerasan terhadap orang yang masih berstatus anak. Dia sudah dikeluarkan dari sekolah dan tidak bisa ikut ujian, dan kemudian pengaduannya terkesan diabaikan oleh polisi. Ini persoalan. Kami akan serius menangani ini," katanya didampingi Pokja Medan Johor Siti Aisyah dan sejumlah pejabat LPA lainnya.
NW, warga Kecamatan Medan Polonia tercatat sebagai seorang siswi di salah satu sekolah swasta di Medan. Dia gagal mengikuti ujian lantaran perutnya sudah semakin membuncit (hamil tua). Karena itu, pihak sekolah tidak mengizinkan NW mengikuti UNBK.
"Keinginanku hanya satu. Bisa ikut UNBK, agar kelak aku mendapat ijazah SMA sebagai modal untuk bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi meskipun aku sudah seorang ibu dari anakku," kata NW, Jumat (14/4/2017) malam.
Sementara, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Medan akan menyurati Dinas Pendidikan Kota Medan agar membantu siswi SMA itu untuk mengikuti ujian susulan. "Apakah ikut ujian paket C atau lainnya, kita akan datangi Dinas Pendidikan Kota Medan," kata Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Medan John Suhairi.
Sementara, orang tua NW, Das (40), mengaku sudah kebingungan. Sebab, sikap yang tidak bersahabat dari keluarga AS membuat kondisi anaknya semakin depresi. Anak laki-laki yang dilahirkan NW harus dijaga, dirawat, dan dihidupinya sendirian.
"Langkah hukum ini kami lakukan sebagai pilihan terakhir. Kami sudah mencoba berkali-kali untuk berkomunikasi dengan keluarga AS. Tetapi tidak pernah ditanggapi, tidak ada respons. Bahkan, keluarga itu menolak untuk menyelesaikan persoalan itu dengan cara kekeluargaan," ujarnya.
Tetapi, lanjutnya, jalur hukum yang ditempuh menyelesaikan persoalan itu justru menemui jalan terjal. Setelah melaporkan kasus itu ke Polsekta Medan Baru 27 Januari 2017, AS tetap berkeliaran hingga saat ini.
"Kami tidak tahu lagi mau melapor ke mana, kepada keluarga AS, mereka sudah menolak penyelesaian kasus ini secara kekeluargaan. Melapor ke polisi, malah polisinya tidak ada respons."
Sekretaris LPA Kota Medan John Suhairi mengecam lambannya penanganan yang dilakukan pihak kepolisian. Padahal, laporan pengaduannya sudah masuk tanggal 27 Januari 2017.
"Ini kasus kekerasan terhadap orang yang masih berstatus anak. Dia sudah dikeluarkan dari sekolah dan tidak bisa ikut ujian, dan kemudian pengaduannya terkesan diabaikan oleh polisi. Ini persoalan. Kami akan serius menangani ini," katanya didampingi Pokja Medan Johor Siti Aisyah dan sejumlah pejabat LPA lainnya.
(zik)