Dinilai Merugikan, Nelayan Lebak Banten Keluhkan Larangan Ekspor Benur
loading...
A
A
A
LEBAK - Nelayan di Desa Muara, Kecamatan Wanassalam, Lebak, Banten mengeluhkan larangan ekspor benur atau atau benih bening lobster (BBL) karena dinilai merugikan. Para nelayan berharap pemerintah mencabut larangan tersebut.
Keluhan ini disampaikan para nelayan saat mereka berdialog dengan Penggiat Budidaya Lobster Nusantara (PBLN) di Binangeun, Desa Muara, Sabtu (5/8/2023).
“Kami ingin sekali penangkapan benih lobster legal. Jadi enggak ada istilah sembunyi-sembunyi. Bahkan ada pengusaha-pengusaha yang selalu ditangkap,” kata istri salah satu nelayan, Siti dalam pertemuan tersebut.
Dia mengungkapkan, penghasilan mereka sebagai nelayan sangat tergantung pada hasil laut. Sayangnya, benur yang mereka ambil dari laut dengan tenaga dan keringat sendiri dianggap sebagai melanggar hukum.
Padahal, lanjutnya, perekonomian keluarganya sebetulnya sempat membaik saat mulai menangkap benur.
Namun baru beberapa tahun bisa merasakan perekonomian keluarga meningkat, muncul larangan ekspor benur. Akibatnya mereka kembali mengalami kesulitan ekonomi.
Para nelayan di daerahnya, kata Siti, tidak bisa mengandalkan ekonomi keluarga dari hasil tangkapan ikan. Perubahan cuaca telah menyebabkan tangkapan ikan tak menentu.
Sementara itu, benur jumlahnya lebih banyak dan lebih bernilai ekonomi tinggi.
“Kami selalu was-was saat membawanya. Jadi bawa lobster pakai plastik hitam supaya enggak kelihatan. Kalau (menangkap) benih lobster legal, lebih sejahtera lagi nelayan ini," papar Siti.
Sementara itu, Kepala Desa Muara, Ujang mengungkapkan larangan ekspor benur ini sempat menimbulkan konflik antara warga dengan aparat. Dia menuturkan, suatu hari ada aparat yang hendak menangkap salah seorang nelayan di rumahnya.
"Tahun 2021 hampir dikerumuni massa. Karena menangkapnya di rumah, sehingga nelayan itu berteriak. Massa datang dan mau berkelahi. Saya turun juga, alhamdulillah dapat dicegah," tuturnya.
Dengan kondisi yang ada, Ujang berharap pemerintah dapat meninjau kembali larangan ekspor benur. Selain itu, penting juga memberikan pelatihan dan menyediakan teknologi budidaya lobster yang mumpuni.
"Sehingga benur tidak mubazir karena mati oleh predator, nelayan sejahtera, dan pemerintah pun dapat uang,” katanya.
Pertemuan yang digelar sejak pukul 08.00 WIB tersebut juga dihadiri oleh Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Lebak Bernard SP, Kapolsek Wanasalam AKP Suparja, para pejabat setempat, dan artis sekaligus pemerhati nelayan, Wulan Guritno.
Keluhan ini disampaikan para nelayan saat mereka berdialog dengan Penggiat Budidaya Lobster Nusantara (PBLN) di Binangeun, Desa Muara, Sabtu (5/8/2023).
“Kami ingin sekali penangkapan benih lobster legal. Jadi enggak ada istilah sembunyi-sembunyi. Bahkan ada pengusaha-pengusaha yang selalu ditangkap,” kata istri salah satu nelayan, Siti dalam pertemuan tersebut.
Dia mengungkapkan, penghasilan mereka sebagai nelayan sangat tergantung pada hasil laut. Sayangnya, benur yang mereka ambil dari laut dengan tenaga dan keringat sendiri dianggap sebagai melanggar hukum.
Padahal, lanjutnya, perekonomian keluarganya sebetulnya sempat membaik saat mulai menangkap benur.
Namun baru beberapa tahun bisa merasakan perekonomian keluarga meningkat, muncul larangan ekspor benur. Akibatnya mereka kembali mengalami kesulitan ekonomi.
Para nelayan di daerahnya, kata Siti, tidak bisa mengandalkan ekonomi keluarga dari hasil tangkapan ikan. Perubahan cuaca telah menyebabkan tangkapan ikan tak menentu.
Sementara itu, benur jumlahnya lebih banyak dan lebih bernilai ekonomi tinggi.
“Kami selalu was-was saat membawanya. Jadi bawa lobster pakai plastik hitam supaya enggak kelihatan. Kalau (menangkap) benih lobster legal, lebih sejahtera lagi nelayan ini," papar Siti.
Sementara itu, Kepala Desa Muara, Ujang mengungkapkan larangan ekspor benur ini sempat menimbulkan konflik antara warga dengan aparat. Dia menuturkan, suatu hari ada aparat yang hendak menangkap salah seorang nelayan di rumahnya.
"Tahun 2021 hampir dikerumuni massa. Karena menangkapnya di rumah, sehingga nelayan itu berteriak. Massa datang dan mau berkelahi. Saya turun juga, alhamdulillah dapat dicegah," tuturnya.
Dengan kondisi yang ada, Ujang berharap pemerintah dapat meninjau kembali larangan ekspor benur. Selain itu, penting juga memberikan pelatihan dan menyediakan teknologi budidaya lobster yang mumpuni.
"Sehingga benur tidak mubazir karena mati oleh predator, nelayan sejahtera, dan pemerintah pun dapat uang,” katanya.
Pertemuan yang digelar sejak pukul 08.00 WIB tersebut juga dihadiri oleh Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Lebak Bernard SP, Kapolsek Wanasalam AKP Suparja, para pejabat setempat, dan artis sekaligus pemerhati nelayan, Wulan Guritno.
(shf)