Kapal Tenggelam di Batam, Halil Kehilangan Istri dan Keluarga

Kamis, 03 November 2016 - 10:02 WIB
Kapal Tenggelam di Batam, Halil Kehilangan Istri dan Keluarga
Kapal Tenggelam di Batam, Halil Kehilangan Istri dan Keluarga
A A A
BATAM - Halil (26) tak kuasa menahan air mata melihat istri tercinta terbujur kaku di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kepulauan Riau. Halil dan istrinya bernama Aisyah merupakan korban kapal TKI tenggelam di Perairan Tanjung Bemban, Batam, Kepri, Rabu (2/11/2016).

Warga Lombok Tengah itu berhasil menyelamatkan diri setelah berenang dengan bantuan tas kecil sebelum selamatkan oleh warga setempat. Istri dan sejumlah keluarganya yang juga berada di kapal tersebut tidak bisa ia selamatkan.

"Begitu kapal terbalik saya langsung bawa istri saya dan kakak ipar saya (Zainap) berenang menepi. Tapi tidak berhasil karena ombak besar," kata Halil, dengan raut kesedihan di wajahnya, Kamis (3/11/2016).

Karena ombak yang besar tersebut, kakak ipar dan istrinya yang juga tidak bisa berenang tak sanggup bertahan lama. Tak kuat lagi, Halil akhirnya melepas genggaman dan berenang sendiri ke tepi. Ia mengaku hampir tidak kuat berenang, tetapi terus berusaha sekuat tenaga.

Halil mengaku tidak menyangka akan kehilangan istri yang sedang hamil dua bulan tersebut. "Adik ipar dan keponakan saya belum ditemukan sampai saat ini," katanya.

Di Malaysia, Halil bekerja sebagai penjaga kandang kambing. Sedangkan istrinya kerja di warung makan. Mereka berangkat ke Malaysia melalui perusahaan yang merekrutnya dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, karena gaji tidak sesuai dengan pekerjaaan, Halil melarikan diri.

Sejak empat tahun lalu, dia selalu berpindah-pindah tempat kerja. Sebelum kecelakaan ini terjadi, ia memang memutuskan untuk pulang ke Indonesia.

Menurut Hali, untuk bisa naik kapal ilegal tersebut, juga tidak mudah. Selain membayar mahal juga harus masuk hutan agar tidak ditangkap oleh Polisi Malaysia. Ia mengaku masuk terlebih dahulu di rumah penampungan dengan membayar sekitar 1.350 ringgit.

Kemudian, dari rumah penampungan ke pantai tempat sandarnya kapal harus membayar 30 ringgit lagi. Tak cuma itu, setelah naik kapal sejumlah TKI harus membayar lagi Rp450 ribu setiap penumpang. "Kalau tidak nekat seperti ini, kami tidak bisa pulang. Tapi tidak menyangka dapat musibah."

Kata Halil, penumpang di kapal nahas tersebut memang penuh. Bahkan, mereka hampir tidak bergerak sama sekali selama di kapal tersebut. Saat dihantam ombak besar, kapal langsung oleng. Penumpang pun panik saat mencoba menyelamatkan diri.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4846 seconds (0.1#10.140)