Antraks Menyebar di Gunungkidul karena Warga Makan Bangkai Sapi yang Sudah Dikubur
loading...
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Penyakit antraks menyebar dengan cepat dan menjangkiti 87 warga Gunungkidul, DIY lantaran memakan daging sapi mati yang sudah dikubur karena sakit. Tiga warga di antaranya meninggal dunia.
Satu orang yang meninggal dunia hasil uji laboratorium dinyatakan positif antraks. Sedangkan dua korban lainnya yang meninggal dunia belum ada hasil laboratoriumnya. Mereka berasal dari Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo Kapanewon Semanu Gunungkidul.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Wibawanti Wulandari mengatakan, terungkap fakta baru jika warga menggali bangkai sapi yang telah mati dan dikubur Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. Sapi mati itu dikubur karena dikhawatirkan terserang antraks.
Namun oleh warga, kuburan bangkai sapi mati digali kembali. Selanjutnya bangkai sapi tersebut disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan.
"Daging itu dikonsumsi warga," ungkap Wibawanti, Kamis (6/7/2023).
Dia menambahkan awal Juni lalu, pihaknya mendapat laporan adanya tiga ternak sapi yang dikabarkan sakit dan mati. Pihaknya kemudian mengambil sampel darah dan mengirimnya ke BBVET.
Karena khawatir sapi tersebut terjangkit antraks maka petugas dari Dinas Peternakan Kesehatan Hewan sudah menguburkan hewan ternak sapi tersebut dengan prosedur antraks. Mereka juga melakukan prosedur penanganan antraks di sekitar kandang
"Usai memprosesnya, petugas kami pulang ke kantor," tambahnya.
Namun, tanpa sepengetahuan dinas Peternakan, warga setempat ternyata menggali lagi kuburan hewan sapi tersebut. Sapi yang telah dikubur tersebut kemudian disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan.
"Masyarakat di sini menyebutnya dibrandu atau disembelih dagingnya dibagi-bagi dan warga mengonsumsinya,” jelas Wibawanti.
Pihaknya sangat menyesalkan apa yang dilakukan oleh warga tersebut. Karena pihaknya terus melakukan edukasi dan sosialisasi terkait dengan larangan mengkonsumsi daging dari sapi yang sakit.
Dia mengungkapkan kasus antraks di Padukuhan Jati ini memang baru pertama karena sebelumnya tidak ada kasus antraks. Sehingga perlu penelurusan dari mana asal hewan yang terpapar oleh anthrax tersebut.
"Tetapi antisipasinya memang kita melakukan lokalisasi agar hewan ternak dari padukuhan ini tidak keluar,"kata dia.
Dia mencatat ada 12 ekor hewan ternak di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Gunungkidul positif antraks masing-masing 6 ekor sapi dan 6 ekor kambing.
Wakil Bupati Gunungkidul, Heri Susanto mengatakan Setelah mengonsumsi, tiga orang meninggal dunia. Namun diagnosis dari RSUP dr. Sardjito hanya satu orang yang meninggal dunia akibat positif antraks.
"Dua orang lagi belum ada hasil laboratoriumnya,"tutur dia.
Namun pihaknya belum akan menerapkan Kejadian Luar Biasa karena masih perlu didiskusikan. Dan untuk peningkatan ke level Kalurahan juga masih didiskusikan terlebih dahulu.
Kepala BBVET Wates, Hendra Hidayah, menyatakan 87 orang dinyatakan zeropositif. Warga tersebut mungkin pernah terpapar tetapi secara klinis dia tidak menunjukkan gejala.
"Dia sehat tetapi pernah terpapar penyakit,"terang dia.
Hasil penelusuran dari Kementerian Kesehatan, bisa jadi kumannya tidak ada di wilayah Padukuhan Jati. Namun demikian, spora terhirup dari tanah ataupun mungkin mengkonsumsi daging juga bersentuhan dengan luka.
"Kemungkinan pernah terpapar tetapi sedikit. Cenderung sembuh karena antibodi sudah terbentuk," ujarnya.
Satu orang yang meninggal dunia hasil uji laboratorium dinyatakan positif antraks. Sedangkan dua korban lainnya yang meninggal dunia belum ada hasil laboratoriumnya. Mereka berasal dari Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo Kapanewon Semanu Gunungkidul.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Wibawanti Wulandari mengatakan, terungkap fakta baru jika warga menggali bangkai sapi yang telah mati dan dikubur Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. Sapi mati itu dikubur karena dikhawatirkan terserang antraks.
Namun oleh warga, kuburan bangkai sapi mati digali kembali. Selanjutnya bangkai sapi tersebut disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan.
"Daging itu dikonsumsi warga," ungkap Wibawanti, Kamis (6/7/2023).
Dia menambahkan awal Juni lalu, pihaknya mendapat laporan adanya tiga ternak sapi yang dikabarkan sakit dan mati. Pihaknya kemudian mengambil sampel darah dan mengirimnya ke BBVET.
Karena khawatir sapi tersebut terjangkit antraks maka petugas dari Dinas Peternakan Kesehatan Hewan sudah menguburkan hewan ternak sapi tersebut dengan prosedur antraks. Mereka juga melakukan prosedur penanganan antraks di sekitar kandang
"Usai memprosesnya, petugas kami pulang ke kantor," tambahnya.
Namun, tanpa sepengetahuan dinas Peternakan, warga setempat ternyata menggali lagi kuburan hewan sapi tersebut. Sapi yang telah dikubur tersebut kemudian disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan.
"Masyarakat di sini menyebutnya dibrandu atau disembelih dagingnya dibagi-bagi dan warga mengonsumsinya,” jelas Wibawanti.
Pihaknya sangat menyesalkan apa yang dilakukan oleh warga tersebut. Karena pihaknya terus melakukan edukasi dan sosialisasi terkait dengan larangan mengkonsumsi daging dari sapi yang sakit.
Dia mengungkapkan kasus antraks di Padukuhan Jati ini memang baru pertama karena sebelumnya tidak ada kasus antraks. Sehingga perlu penelurusan dari mana asal hewan yang terpapar oleh anthrax tersebut.
"Tetapi antisipasinya memang kita melakukan lokalisasi agar hewan ternak dari padukuhan ini tidak keluar,"kata dia.
Dia mencatat ada 12 ekor hewan ternak di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Gunungkidul positif antraks masing-masing 6 ekor sapi dan 6 ekor kambing.
Wakil Bupati Gunungkidul, Heri Susanto mengatakan Setelah mengonsumsi, tiga orang meninggal dunia. Namun diagnosis dari RSUP dr. Sardjito hanya satu orang yang meninggal dunia akibat positif antraks.
"Dua orang lagi belum ada hasil laboratoriumnya,"tutur dia.
Namun pihaknya belum akan menerapkan Kejadian Luar Biasa karena masih perlu didiskusikan. Dan untuk peningkatan ke level Kalurahan juga masih didiskusikan terlebih dahulu.
Kepala BBVET Wates, Hendra Hidayah, menyatakan 87 orang dinyatakan zeropositif. Warga tersebut mungkin pernah terpapar tetapi secara klinis dia tidak menunjukkan gejala.
"Dia sehat tetapi pernah terpapar penyakit,"terang dia.
Hasil penelusuran dari Kementerian Kesehatan, bisa jadi kumannya tidak ada di wilayah Padukuhan Jati. Namun demikian, spora terhirup dari tanah ataupun mungkin mengkonsumsi daging juga bersentuhan dengan luka.
"Kemungkinan pernah terpapar tetapi sedikit. Cenderung sembuh karena antibodi sudah terbentuk," ujarnya.
(shf)