Kisah Lawang Borotan, Pintu Belakang Saksi Bisu Kepergian SMB II

Minggu, 19 Juli 2020 - 05:00 WIB
loading...
Kisah Lawang Borotan, Pintu Belakang Saksi Bisu Kepergian SMB II
Kisah Lawang Borotan, Pintu Belakang Saksi Bisu Kepergian SMB II. Foto/SINDOnews/Berli Zul
A A A
PALEMBANG - Di Kota Palembang terdapat bangunan atau tempat peninggalan jaman kesultanan atau sebelum kemerdekaan, yang masih kokoh hingga kini menjadi objek wisata minimal spot instagramable.

Salah satunya Lawang Borotan di Benteng Kuto Besak (BKB), yang terletak persis di samping Kantor Wali Kota Palembang.

Sesuai namanya, Lawang Borotan artinya pintu belakang atau gerbang bagian belakang. Terutama kaum milenial mungkin sebagian baru mengetahui keberadaan dan arti penting dari Lawang Borotan.

Karena sebelumnya, saksi bisu kepergian Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II untuk diasingkan ke Ternate ini tidak terawat atau tidak dirawat sama sekali.

Padahal, terakhir kalinya SMB II keluar dari Keraton Kuto Besak untuk dibawa ke Batavia dan diasingkan ke Ternate oleh Belanda keluar dari Lawang Borotan.

Sebelumnya, Lawang Borotan yang terletak di barat Keraton Kuto Besak yang kini menjadi Benteng Kuto Besak ini ditumbuhi tumbuhan liar. Akar menjuntai menutupi bagian gerbang setinggi sekitar tujuh meter itu hingga hampir merusak bangunan asli.

Penataan pembangunan kawasan BKB dan pelataran parkir telah lama dilakukan, namun Lawang Borotan baru dilirik dan dibersihkan sekitar 2019.

Pemkot Palembang bersama pihak terkait membuka Lawang Borotan yang berusia 200 tahun lebih itu menjadi objek wisata sejarah. Mengutip catatan sejarah, Lawang Borotan dibangun sekitar 1780.

Kisah Lawang Borotan, Pintu Belakang Saksi Bisu Kepergian SMB II


Lawang Borotan merupakan salah satu bangunan peninggalan Kesultanan Palembang yang memerintah dari tahun 1550-1823. Lawang Borotan mulai dibangun tahun 1780, di era Sultan Mahmud Badaruddin I.

Lawang Borotan menjadi akses keluar masuknya Sultan Mahmud Badaruddin II, jika hendak menuju kediaman Adipati Tua, di Sungai Sekanak.

Berdasarkan catatan sejarah, pada tahun 1821 Benteng Kuto Besak diserang kolonial Belanda. Lalu, Sultan Mahmud Badaruddin II beserta keluarga diasingkan ke Ternate dan menandai berakhirnya era Kesultanan Palembang.

Pengasingan dilakukan konon untuk melemahkan kesultanan dan mengakhiri perlawanan. Karena SMB tidak pernah menyerah dan terus memberikan perlawanan. Kini, Lawang Borotan telah diperbaiki dan menjadi salah satu objek wisata di Kota Palembang.

“Kita bersihkan dan cat dengan warna putih sesuai warna aslinya. Bangunan ini dibangun dengan batu bata dan batu kapur tanpa rangka besi,” ujar Kadis Pariwisata Palembang Isnaini.

Perbaikan dilakukan untuk menjadikan Lawang Borotan sebagai destinasi wisata kampung tua BKB. "Sudah sewajarnya Lawang Borotan akan kita jadikan icon wisata di Palembang karena sejarahnya," ungkapnya.

Hampir setiap pengunjung yang ditemui mengakui kagum dengan kesultanan Palembang, melihat dari bentuk gerbang atau Lawang Borotan yang setinggi sekitar tujuh meter, lebar sekitar empat meter itu.

Karena mengesankan gagah dan berani, terbukti Belanda harus mengasingkan SMB II beserta keluarga ke Ternate hingga akhir hayatnya untuk menghentikan perlawanannya. (Baca juga:Monumen Plataran Saksi Bisu Perjuangan Taruna Akmil Jaga Kemerdekaan)

Lawang Borotan terdiri dua pilar atau semacam tiang besar dan dua daun pintu dari kayu yang tebal.Tinggi daun pintunya saja sekitar empat motor yang terlihat sangat kuat dan berat. Baik bangunan beton maupun daun pintu semuanya masih asli.

Jika masuk bagian dalam pintu ruangan kecil sebelum menuju dalam keraton atau benteng yang kini tidak ada lagi. Karena bagian dalam benteng telah menjadi pemukiman dan bagian depannya yang menghadapi Sungai Musi adalah bagian Markas Kesdam II Sriwijaya.
(boy)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1069 seconds (0.1#10.140)