Kagama Fakultas Filsafat UGM Tuntut KPK Usut Tuntas Harta Rafael Alun Trisambodo
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Keluarga Alumni Gajah Mada (Kagama) Fakultas Filsafat UGM menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut harta kekayaan Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jaksel, Rafael Alun Trisambodo.
Ketua Harian Kagama Fakultas Filsafat UGM, Sahanudin Hamzah mengatakan, penganiayaan David Latumahina oleh Mario Dandy Satrio, tersebut menyangkut kredibilitas dua lembaga yaitu Kementrian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Pajak dan Kepolisian.
"Kasus ini menjadi momen yang tepat untuk menunjukkan kredibilitas mereka," kata dia, Senin (28/2/2023).
Dia mengatakan, kasus penganiayaan tersebut bukan sekedar penganiayaan biasa. Kasus itu telah berkembang menjadi sesuatu yang nenggerus kepercayaan masyarakat terhadap kantor pajak.
Arogansi yang ditunjukkan oleh Mario membuka kotak pandora orang-orang yang melakukan tata celola pajak. Media social membuka lebar bagaimana flexing yang dilakukan oleh Dandy dan istri Rafael Alun Trisambodo.
"Bagaimana bisa Rafael yang merupakan pejabat Kementerian Keuangan Eselon III bisa mempunyai harta sebanyak itu," jelasnya.
Patut dipertanyakan, kepemilikan harta dari Rafael. Mulai dari Jeep Rubicon dan Harley yang kerap dipakai Dandy, mobil mewah di rumah Simprug, Jakarta dan Timoho Jogja, kemudian di Manado.
Kemudian aneka bisnis kuliner, peliharaan Pitbull France, hingga istri Rafael yang kerap memamerkan tas-tas yang harganya lebih mahal dari LCGC.
"Belakangan diketahui bahwa Rafael melaporkan LHKPN-nya senilai Rp56 miliar. Lebih kaya ketimbang Menteri Keuangan sendiri," tambahnya.
Sekjend Kagama Fakulitas Filsafat UGM, Danang Ardiayanto menambahkan, pihaknya juga tak ingin momentum ini hanya berlalu begitu saja. Harus ada reformasi struktural di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
"Selama ini, nyaris tidak ada yang mengawasi. Memang ada Inspektorat Jenderal Kemenkeu. Namun, kasus Rafael menunjukkan bahwa semua itu tak cukup," jelasnya.
Terlebih, ada laporan sejak 2012 tentang banyak transaksi mencurigakan Rafael. Hal ini tentu menunjukkan bahwa Kemenkeu seolah tumpul untuk menangani kasus di institusinya sendiri.
"Jika fenomena ini dibiarkan terus tanpa ada reformasi struktural, kami khawatir bisa terjadi pembangkangan sipil besar-besaran. Sesuatu yang kita bersama tidak menginginkannya," tukasnya.
Ketua Harian Kagama Fakultas Filsafat UGM, Sahanudin Hamzah mengatakan, penganiayaan David Latumahina oleh Mario Dandy Satrio, tersebut menyangkut kredibilitas dua lembaga yaitu Kementrian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Pajak dan Kepolisian.
"Kasus ini menjadi momen yang tepat untuk menunjukkan kredibilitas mereka," kata dia, Senin (28/2/2023).
Dia mengatakan, kasus penganiayaan tersebut bukan sekedar penganiayaan biasa. Kasus itu telah berkembang menjadi sesuatu yang nenggerus kepercayaan masyarakat terhadap kantor pajak.
Arogansi yang ditunjukkan oleh Mario membuka kotak pandora orang-orang yang melakukan tata celola pajak. Media social membuka lebar bagaimana flexing yang dilakukan oleh Dandy dan istri Rafael Alun Trisambodo.
"Bagaimana bisa Rafael yang merupakan pejabat Kementerian Keuangan Eselon III bisa mempunyai harta sebanyak itu," jelasnya.
Patut dipertanyakan, kepemilikan harta dari Rafael. Mulai dari Jeep Rubicon dan Harley yang kerap dipakai Dandy, mobil mewah di rumah Simprug, Jakarta dan Timoho Jogja, kemudian di Manado.
Kemudian aneka bisnis kuliner, peliharaan Pitbull France, hingga istri Rafael yang kerap memamerkan tas-tas yang harganya lebih mahal dari LCGC.
"Belakangan diketahui bahwa Rafael melaporkan LHKPN-nya senilai Rp56 miliar. Lebih kaya ketimbang Menteri Keuangan sendiri," tambahnya.
Sekjend Kagama Fakulitas Filsafat UGM, Danang Ardiayanto menambahkan, pihaknya juga tak ingin momentum ini hanya berlalu begitu saja. Harus ada reformasi struktural di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
"Selama ini, nyaris tidak ada yang mengawasi. Memang ada Inspektorat Jenderal Kemenkeu. Namun, kasus Rafael menunjukkan bahwa semua itu tak cukup," jelasnya.
Terlebih, ada laporan sejak 2012 tentang banyak transaksi mencurigakan Rafael. Hal ini tentu menunjukkan bahwa Kemenkeu seolah tumpul untuk menangani kasus di institusinya sendiri.
"Jika fenomena ini dibiarkan terus tanpa ada reformasi struktural, kami khawatir bisa terjadi pembangkangan sipil besar-besaran. Sesuatu yang kita bersama tidak menginginkannya," tukasnya.
(san)