Kemarau, Warga Subang Alih Profesi Jadi Pembuat Batu Bata

Rabu, 05 Agustus 2015 - 18:37 WIB
Kemarau, Warga Subang Alih Profesi Jadi Pembuat Batu Bata
Kemarau, Warga Subang Alih Profesi Jadi Pembuat Batu Bata
A A A
SUBANG - Kemarau yang berkepanjangan menyebabkan banyak petani di Kabupaten Subang tidak bisa menggarap lahan pesawahan mereka, akibat minimnya sumber air.

Untuk mempertahankan hidup, para petani ini terpaksa harus memutar otak mencari sumber penghasilan alternatif. Salah satunya, dengan beralih profesi menjadi perajin batu bata.

Profesi musiman yang biasa dijalani saat musim kemarau ini, dilakoni sejumlah petani di Kecamatan Pagaden Barat, dan Pagaden.

"Kami biasa banting setir jadi pembuat batu bata setiap datang kemarau," ujar petani asal Kampung Tanjungjaya Desa Munjul, Dartim (60).

Meski pendapatan dari hasil membuat batu bata tidak seberapa, keduanya tetap menjalaninya, karena tidak ada alternatif lain yang menjanjikan secara ekonomis.

"Lahan pertanian di sekitar sini sulit sumber air, kami jadi gak bisa menggarap sawah. Sementara kami gak punya pekerjaan atau keahlian lain, kecuali bikin batu bata. Ya kepaksa dilakoni buat bertahan hidup, apalagi ekonomi sedang sulit, harga-harga mahal," tutur keduanya.

Setiap harinya, pasangan suami-istri ini mampu mencetak (memproduksi) minimal 600 buah batu bata. Namun, batu bata ini tidak bisa serta merta dijual, karena membutuhkan sejumlah proses hingga bisa dijual.

Mulai dari proses pengolahan bahan, pencetakan, pengeringan, dan pembakaran. Proses paling lama biasanya di tahap pengeringan dan pembakaran.

"Pengeringan sedikitnya butuh waktu 3-5 hari. Yang paling lama itu pembakaran, butuh waktu seminggu sampai batu batanya keras," ucapnya.

Hasil jerih payah mereka memproduksi batu bata pun tidak segera bisa dinikmati. Sebab, selain pemesannya langka, nilai penghasilan yang mereka raup dari hasil penjualan itu, tidak seberapa. Pasalnya, saat ini, harga batu bata hanya Rp600 per buah.

"Dalam sebulan, yang pesen bata paling satu orang, itu juga pesannya gak banyak, paling 1.000 biji. Dengan harga Rp600 per biji, penghasilan kami cuma Rp600.000," pungkasnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6096 seconds (0.1#10.140)