Kisah Cing Cing Goling, Jejak Pelarian Raden Wisang Sanjaya dari Majapahit
loading...
A
A
A
KISAHCing Cing Goling, jejak pelarian Raden Wisang Sanjaya dari Majapahit yang mengejutkan. Gedangrejo, desa yang terletak di Karangmojo, Gunungkidul, DIY diyakini menjadi akhir dari pelarian Raden Wisang Sanjaya beserta abdi dan pengikutnya dari Majapahit.
Sang pangeran menempuh perjalanan panjang ke arah barat pasca runtuhnya Majapahit pada sekitar 1478 Masehi. Wisang Sanjaya berusaha mencari daerah baru yang ditinggali yang aman.
Hingga akhirnya rombongan sampai di Gedangrejo. Jejak kedatangan Wisang Sanjaya hingga kini masih dilestarikan masyarakat Gedangrejo berupa upacara adat Cing Cing Goling.
Bendungan dan persawahan di desa ini konon dibuat oleh Wisang Sanjaya yang ingin memakmurkan masyarakat. Hingga kini, areal persawahan dan bendungan sungai menjadi lokasi upacara adat Cing Cing Goling.
Foto/desagedangrejo.gunungkidulkab.go.id
Kisah perjalanan Wisang Sanjaya datang bersama istrinya, serta abdi setia Tropoyo dan Yudopati dan rombongan berliku-liku hingga akhirnya memenukan daerah Kasepuhan Karang (Gedangrejo).
Dalam perjalanan yang melelahkan, mereka sempat bertemu dengan puluhan laki-laki yang berusaha merebut istri Wisang Sanjaya.
Selanjutnya terjadi aski kejar-kejaran hingga tanaman petani. Konon belasan pria itu tertarik dengan kecantikan Nyai Wisang Sanjaya. Wisang Sanjaya dan para pengawal berhasil mengamankan Nyai Wisang Sanjaya.
Rombongan selanjutnya bertemu dengan tiga kasepuhan Karang Pradesan, yakni Eyang Brojonolo, Eyang Honggonolo dan Eyang Nolodongso seperti dikisahkan dalam laman desagedangrejo.gunungkidulkab.go.id.
Ketiga tokoh masyarakat Karang Pradesan menerima baik kedatangan pangeran dari Kerajaan Majapahit ini. Namun agar jejaknya bisa tersamarkan, maka mereka menyarankan sang Pangeran memakai nama Kyai Pisang yang mirip dengan Wisang.
Mereka menetap tinggal di Karang Pradesan yang sekarang menjadi Desa Gedangrejo. Selanjutnya Wisang Sanjaya yang ingin menyuburkan daerah yang ditinggalinya kemudian berupaya membuat bendungan.
Hal itu karena lahan pertanian di Gedangrejo saat itu tandus, padahal ada aliran sungai besar, yakni Kedung Dawang di sekitar desa.
Pangeran Majapahit ini kemudian meminta kedua abdi dalem setianya, Eyang tropoyo dan Eyang Yudopati membuat bendungan di Sungai Kedung Dawang. Pembuatan bendungan ini konon dilakukan hanya dalam satu malam.
Setelah bendungan jadi, maka dibuat saluran irigasi hingga menyuburkan lahan pertanian di Karang Pradesan. Masyarakat pun bisa bercocok tanam dengan tanah yang subur karena air irigasi melimpah.
Ketiga tokoh Karang Pradesan yang merasa sangat terbantu dengan adanya bendungan kemudian mengadakan upacara adat selamatan di Bendungan Sungai Kedung Dawang dan areal persawahan sekitarnya.
Selamatan atau tasyakuran dilestarikan hingga kini yang digelar pada hari Senin Wage ataupun Kamis Kliwon usai masa panen kedua.
Dalam tasyakuran ini ditampilkan tari Cing Cing Goling. Tarian ini mengisahkan Raden Wisang Sanjaya dan istrinya yang sedang hamil serta dua abdi setianya saat perjalanan mengungsi dari Majapahit hingga sampai ke Desa Gedangrejo.
Aksi teatrikal ini menceritakan saat belasan pria berusaha merebut istri Wisang Sanjaya. Hingga akhirnya para pengawal yang berhasil menyelamatkan Nyai Wisangsanjaya dari para pria begundal hingga pembuatan bendungan yang menyuburkan Desa Gedangrejo.
Dalam upacara adat Cing Cing Goling ada pantangan yang tidak boleh dilakukan, yaitu makanan yang dibawa dilarang menggunakan olahan tempe kedelai.
Selain itu perempuan yang sedang berhalangan atau menstruasi tidak diperkenankan iku upacara. Terakhir, makanan yang dibawa ke upacara tidak boleh dicicipi saat dimasak.
Tokoh setempat Sugiyanto menuturkan, setiap tahun Desa Gedangrejo selalu menggelar upacara adat Cing Cing Goling.
"Upacara adat Cing Cing Goling ini upaya kami untuk melestarikan adat turun temurun," katanya beberapa waktu lalu.
Dalam upacara adat Cing Cing Goling selalu ada ratusan ingkung ayam yang dibawa warga untuk dikendurikan bersama dan dibagi-bagikan. Ingkung-ingkung ayam tersebut merupakan perwujudan rasa syukur masyarakat.
Sang pangeran menempuh perjalanan panjang ke arah barat pasca runtuhnya Majapahit pada sekitar 1478 Masehi. Wisang Sanjaya berusaha mencari daerah baru yang ditinggali yang aman.
Baca Juga
Hingga akhirnya rombongan sampai di Gedangrejo. Jejak kedatangan Wisang Sanjaya hingga kini masih dilestarikan masyarakat Gedangrejo berupa upacara adat Cing Cing Goling.
Bendungan dan persawahan di desa ini konon dibuat oleh Wisang Sanjaya yang ingin memakmurkan masyarakat. Hingga kini, areal persawahan dan bendungan sungai menjadi lokasi upacara adat Cing Cing Goling.
Foto/desagedangrejo.gunungkidulkab.go.id
Kisah perjalanan Wisang Sanjaya datang bersama istrinya, serta abdi setia Tropoyo dan Yudopati dan rombongan berliku-liku hingga akhirnya memenukan daerah Kasepuhan Karang (Gedangrejo).
Dalam perjalanan yang melelahkan, mereka sempat bertemu dengan puluhan laki-laki yang berusaha merebut istri Wisang Sanjaya.
Baca Juga
Selanjutnya terjadi aski kejar-kejaran hingga tanaman petani. Konon belasan pria itu tertarik dengan kecantikan Nyai Wisang Sanjaya. Wisang Sanjaya dan para pengawal berhasil mengamankan Nyai Wisang Sanjaya.
Rombongan selanjutnya bertemu dengan tiga kasepuhan Karang Pradesan, yakni Eyang Brojonolo, Eyang Honggonolo dan Eyang Nolodongso seperti dikisahkan dalam laman desagedangrejo.gunungkidulkab.go.id.
Ketiga tokoh masyarakat Karang Pradesan menerima baik kedatangan pangeran dari Kerajaan Majapahit ini. Namun agar jejaknya bisa tersamarkan, maka mereka menyarankan sang Pangeran memakai nama Kyai Pisang yang mirip dengan Wisang.
Mereka menetap tinggal di Karang Pradesan yang sekarang menjadi Desa Gedangrejo. Selanjutnya Wisang Sanjaya yang ingin menyuburkan daerah yang ditinggalinya kemudian berupaya membuat bendungan.
Hal itu karena lahan pertanian di Gedangrejo saat itu tandus, padahal ada aliran sungai besar, yakni Kedung Dawang di sekitar desa.
Pangeran Majapahit ini kemudian meminta kedua abdi dalem setianya, Eyang tropoyo dan Eyang Yudopati membuat bendungan di Sungai Kedung Dawang. Pembuatan bendungan ini konon dilakukan hanya dalam satu malam.
Setelah bendungan jadi, maka dibuat saluran irigasi hingga menyuburkan lahan pertanian di Karang Pradesan. Masyarakat pun bisa bercocok tanam dengan tanah yang subur karena air irigasi melimpah.
Ketiga tokoh Karang Pradesan yang merasa sangat terbantu dengan adanya bendungan kemudian mengadakan upacara adat selamatan di Bendungan Sungai Kedung Dawang dan areal persawahan sekitarnya.
Selamatan atau tasyakuran dilestarikan hingga kini yang digelar pada hari Senin Wage ataupun Kamis Kliwon usai masa panen kedua.
Dalam tasyakuran ini ditampilkan tari Cing Cing Goling. Tarian ini mengisahkan Raden Wisang Sanjaya dan istrinya yang sedang hamil serta dua abdi setianya saat perjalanan mengungsi dari Majapahit hingga sampai ke Desa Gedangrejo.
Aksi teatrikal ini menceritakan saat belasan pria berusaha merebut istri Wisang Sanjaya. Hingga akhirnya para pengawal yang berhasil menyelamatkan Nyai Wisangsanjaya dari para pria begundal hingga pembuatan bendungan yang menyuburkan Desa Gedangrejo.
Dalam upacara adat Cing Cing Goling ada pantangan yang tidak boleh dilakukan, yaitu makanan yang dibawa dilarang menggunakan olahan tempe kedelai.
Selain itu perempuan yang sedang berhalangan atau menstruasi tidak diperkenankan iku upacara. Terakhir, makanan yang dibawa ke upacara tidak boleh dicicipi saat dimasak.
Tokoh setempat Sugiyanto menuturkan, setiap tahun Desa Gedangrejo selalu menggelar upacara adat Cing Cing Goling.
"Upacara adat Cing Cing Goling ini upaya kami untuk melestarikan adat turun temurun," katanya beberapa waktu lalu.
Dalam upacara adat Cing Cing Goling selalu ada ratusan ingkung ayam yang dibawa warga untuk dikendurikan bersama dan dibagi-bagikan. Ingkung-ingkung ayam tersebut merupakan perwujudan rasa syukur masyarakat.
(shf)