Penyelenggaraan International Religious Freedom Summit 2023 di Amerika Masih Unipolar

Rabu, 01 Februari 2023 - 12:23 WIB
loading...
Penyelenggaraan International Religious Freedom Summit 2023 di Amerika Masih Unipolar
Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang menggelar seminar Batas-Batas Kebebasan Beragama dalam Pandangan Non-Barat. Foto/Ist
A A A
SEMARANG - Perayaan International Religious Freedom Summit di Amerika Serikat harus memberikan ruang konsepsi yang majemuk tentang kebebasan beragama. Sebab, konsep kebebasan beragama di negara tersebut masih menganut sistem unipolar

Hal itu terungkap dalam seminar nasional berjudul “Batas-Batas Kebebasan Beragama dalam Pandangan Non-Barat: Respons pada Acara International Religious Freedom Summit 2023 di Amerika” yang diselenggarakan Center for Religious and Moderation Studies (CRMS) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Jawa Tengah.



Acara yang berlangsung di Aula Fakultas Agama Islam Universitas Wahid Hasyim, Semarang-Jawa Tengah menghadirkan sejumlah pembicara.

Mereka adalah Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masykuri Abdillah, Direktur Sino Nusantara Institut Ahmad Syaefudin Zuhri, Dekan Fakultas Agama Islam Unwahas Semarang Iman Fadilah, dan Direktur Center for Religious Moderation Studies Tedi Kholiludin.

Dalam kesempatan tersebut, Masykuri Abdillah mengatakan, kebebasan beragama yang ada di Indonesia memiliki aturan berdasarkan undang-undang yang berlaku. Undang-undang tersebut, tidak bertentangan dengan deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM), dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (the International Covenant on Civil and Political Rights-ICCPR) dalam pasal 18 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang HAM.

“Jika yang sering dipersoalkan oleh aktivis kebebasan beragama soal sulitnya perizinan tempat ibadah dari kelompok minoritas maka harus ada pembanding dengan negara lainnya,” ungkap Guru Besar Hukum Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Rabu (1/2/2023).



Masykuri menunjukan dan membandingkan data bahwa faktanya mendirikan tempat ibadah gereja di Indonesia lebih mudah ketimbang mendirikan masjid di Amerika dan negara-negara Eropa. “Jumlah gereja di Indonesia itu terbesar ketiga di dunia,” ujar Masykuri.

Senada, Iman Fadilah mengatakan Indonesia negara yang penduduknya mayoritas Muslim tidak memiliki persoalan dengan konsepsi kebebasan beragama yang dituangkan dalam undang-undang negara dan deklarasi Universal HAM, dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (the International Covenant on Civil and Political Rights-ICCPR) dalam pasal 18 PBB tentang HAM.

“Dalam literasi Islam khususnya klasik, Islam juga senapas dengan konsep-konsep kebebasan beragama yang diakui internasional,” ujar Dekan Fakultas Agama Islam Unwahas Semarang.

Sedangkan, Tedi Kholiludin menyebut tata letak perbedaanya secara konsepsi antara kebebasan beragama model Barat dengan non-Barat, khususnya Indonesia bahwa konsepsi keagamaan memasukan nilai-nilai agama dalam kebebasan beragama.

“Jadi model kebebasan beragama di Barat dikonsepsikan oleh paham sekuler di mana agama hanya berada di ruang privat dan dalam pandangan yang lebih esktrem, agama adalah musuh dari sekulerisme,” ujar Direktur Center for Religious Moderation Studies.

Ahmad Syaefudin Zuhri mengatakan kebebasan beragama oleh Amerika dan negara-negara Barat sering digunakan secara politik untuk menekan negara-negara lain. Zuhri menyarankan perayaan besar dalam International Religious Freedom Summit di Amerika yang digelar 31 Januari-2 Februari 2023 harus memberikan ruang konsepsi yang majemuk tentang kebebasan beragama.

“Jadi konsep kebebasan beragama masih menganut sistem unipolar yang dipaksa, disamakan oleh pihak Amerika dan negara-negara Barat,” ujar Direktur Sino Nusantara Institut.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1120 seconds (0.1#10.140)