Perjuangan Nono Bocah SD Juara Kompetisi Matematika Dunia, Tiap Hari Tempuh 4 Km ke Sekolah
loading...
A
A
A
KUPANG - Perjuangan bocah jenius kelas 2 SD di Kupang, Caesar Archangels Hendrik Meo Tnunay atau Nono tak sia-sia. Dia menjadi juara 1 kompetisi matematika tingkat dunia.
Nono yang merupakan anak petani di Kupang menyabet gelar juara dalam International Abacus World Competition, Abacus Brain Gym 2022 mengalahkan 7.000 peserta.
Kemampuan berhitungnya ini di atas rata-rata meski tinggal di daerah terpencil di Desa Retraen, Kecamatan Amarasi selatan, Kupang. Rumahnya yang ditinggalinya sederhana, berdinding batako yang belum diplester. Di rumah inilah Nono belajar secara tekun dengan mentor ayahnya.
Perjuangannya tiap hari untuk menempuh pendidikan dimulai saat Nono harus menempuh perjalanan 4 Km menuju sekolahnya, SD Inpres Buraen 2, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia berangkat sekolah diantar ayahnya, Rafli Meo Tnunay, seorang petani sederhana di Desa Retraen.
Rafli merupakan sosok yang memoles dan membimbing Nono hingga akhirnya meraih prestasi gemilang. Sang ayah rutin untuk membimbing dan mengajari anaknya belajar.
"Rutinitas anak saya setiap hari bangun pagi pukul lima. Dia baca Alkitab, berdoa lalu mempersiapkan diri ke sekolah. Bila sempat, pagi hari sudah mengerjakan soal hitungan matematika dan kami bimbing," ujar Rafli dikutip, Jumat (20/1/2023).
Rafli mengungkapkan bahwa anaknya ini punya kecepatan berhitung di atas rata-rata yang terus diasah dengan belajar secara rutin.
"Seringkali juga kami batasi mainnya biar bisa fokus belajar," katanya.
Terbukti Nono sudah bisa menghitung cepat, baik perkalian, pertambahan maupun pembagian di pecahan puluhan. Caranya, dia menjentikkan jarinya sebagai metode menghitung.
Nono yang merupakan anak petani di Kupang menyabet gelar juara dalam International Abacus World Competition, Abacus Brain Gym 2022 mengalahkan 7.000 peserta.
Kemampuan berhitungnya ini di atas rata-rata meski tinggal di daerah terpencil di Desa Retraen, Kecamatan Amarasi selatan, Kupang. Rumahnya yang ditinggalinya sederhana, berdinding batako yang belum diplester. Di rumah inilah Nono belajar secara tekun dengan mentor ayahnya.
Perjuangannya tiap hari untuk menempuh pendidikan dimulai saat Nono harus menempuh perjalanan 4 Km menuju sekolahnya, SD Inpres Buraen 2, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia berangkat sekolah diantar ayahnya, Rafli Meo Tnunay, seorang petani sederhana di Desa Retraen.
Rafli merupakan sosok yang memoles dan membimbing Nono hingga akhirnya meraih prestasi gemilang. Sang ayah rutin untuk membimbing dan mengajari anaknya belajar.
"Rutinitas anak saya setiap hari bangun pagi pukul lima. Dia baca Alkitab, berdoa lalu mempersiapkan diri ke sekolah. Bila sempat, pagi hari sudah mengerjakan soal hitungan matematika dan kami bimbing," ujar Rafli dikutip, Jumat (20/1/2023).
Rafli mengungkapkan bahwa anaknya ini punya kecepatan berhitung di atas rata-rata yang terus diasah dengan belajar secara rutin.
"Seringkali juga kami batasi mainnya biar bisa fokus belajar," katanya.
Terbukti Nono sudah bisa menghitung cepat, baik perkalian, pertambahan maupun pembagian di pecahan puluhan. Caranya, dia menjentikkan jarinya sebagai metode menghitung.