Kisah Iswahyudi yang Gagal Jadi Dokter dan Masuk Angkatan Udara Belanda, Perintis TNI-AU

Selasa, 16 Agustus 2022 - 05:04 WIB
Lanut Iswahyudi mengenang jasa Iswahyudi, salah satu perintis TNI AU. Foto dok/SINDOnews
JAKARTA - Kisah pemuda yang gugur menjadi kusuma bangsa di masa perang kemerdekaan setidaknya menjadi insiprasi bagi kalangan milenial saat ini. Salah satunya Iswahyudi, sosok yang dikenang karena jasanya sebagai salah satu perintis TNI Angkatan Udara.

Tidak hanya, itu demi membela bangsanya, Iswahyudi melawan perintah Belanda dan memilih kabur kembali ke Indonesia. Tekad dan nasionalismenya membuat dia tidak takut menerima risiko apapun.

Iswahyudi lahir di Surabaya, pada 15 Juli 1918. Memasuki usia sekolah, sama seperti anak-anak lain seusianya yang boleh dibilang beruntung, Iswahyudi bisa mengenyam pendidikan di Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Surabaya.



Setelah tamat dari HIS, bocah Iswahyudi melanjutkan pendidikannya ke jenjang berikutnya di Surabaya, yakni Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Tamat dari MULO, Iswahyudi melanjutkan studinya ke sebuah sekolah menengah di Malang yaitu Algemene Middelbare School (AMS),

Di sinilah benih cita-citanya mulai tumbuh, ingin menjadi dokter. Untuk mewujudkan keinginannya menjadi sokter Iswahyudi menempuhnya di Nederlandische Indische Artsen School (NIAS) yang berada di Surabaya. Namun, opsesinya untuk menjadi pilot sama kuat dengan cita-cita menjadi dokter. Ini yang membuatnya tidak fokus dan akhirnya gagal menjadi dokter.

Untuk menuntaskan opsesinya, Iswahyudi pindah ke Militaire Luchtvaart Opleiding School, penerbangan Belanda di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Iswahyudi menyelesaikan pendidikan di sekolah penerbangan itu pada 1941 dan sukses meraih predikat Klein Militaire Brevet.

Pada saat itu perang dunia kedua meletus. Dalam sekejap, Asia Tenggara jatuh ke tentara Jepang. Bangsa Nipon itu pun menduduki Indonesia. Oleh pemerintah Hindia Belanda, Iswahyudi direkrut dan dilarikan ke Australia.

Di Australia, putra terbaik asal Kota Surabaya ini diberikan pelatihan menerbangkan pesawat. Iswahyudi dipersiapkan untuk ikut dalam operasi-operasi udara militer Belanda dan sekutunya. Namun, Iswahyudi diam-diam menolak penugasan ini. Sebagai jalan keluar, pada 1943, ia memilih kabur pulang ke Indonesia dengan menggunakan perahu karet.

Tiba di Surabaya, bukan tanpa tantangan dan risiko. Ia bahkan sempat ditahan oleh otoritas setempat kala itu, lantaran dicurigai sebagai mata-mata Belanda. Beruntung, ia berhasil bebas atas bantuan teman temannya. Bahkan Iswahyudi diterima sebagai pegawai pemerintah Kota Surabaya, yang saat itu di bawah kendali Jepang.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content