LPSK Desak Polri Tuntaskan Kasus Pemerkosaan Anak Bawah Umur di Riau secara Profesional
Minggu, 09 Januari 2022 - 00:09 WIB
PEKANBARU - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK ) mendesak Polri agar penanganan kasus pemerkosaan anak bawah umur di Riau dilakukan secara profesional dan adil. Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution menilai penghentian penanganan kasus pemerkosaan tersebut menciderai rasa keadilan publik.
"Publik juga menduga bahwa keluarga pelaku yang merupakan anggota DPRD, menggunakan pengaruhnya menekan korban untuk berdamai dan pada ujungnya menangguhkan penahanan pelaku," kata Nasution dalam pernyataan terulis, Sabtu (8/1/2022).
Sebagaimana diberitakan, kasuspemerkosaanyang diduga dilakukananak anggota DPRD Pekanbaruterhadapsiswi SMPberujung berujung damai. KorbanA (15) pun telah mencabut laporannya terhadap pelaku AR (20) diPolresta Pekanbaru. Pelaku AR yang sebelumnya sempat ditahan di Polresta Pekanbaru akhirnya dibebaskan, meski wajib lapor dua kali dalam seminggu.
Menurut Nasution, jika perdamaian tersebut dimaknai sebagai upaya restorative justice, Surat Edaran Kapolri Nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif dalam penyelesaian perkara pidana memiliki prinsip pembatasan.
Misalnya, lanjut dia, pemenuhan syarat formil salah satunya adalah bahwa semua tindak pidana dapat dilakukan restorative justice terhadap kejahatan umum yang tidak menimbulkan korban manusia.
"Pemerkosaan ini korbannya manusia. Jika benar dilakukan langkah-langkah untuk mendamaikan, tindakan tersebut telah melanggar Surat Edaran Kapolri dimaksud," tegas Nasution.
Karena itu, lanjut dia, polisi tidak bisa menghentikan proses penyidikan dengan bersandar adanya persetujuan perdamaian antara korban dan keluarganya dengan pelaku, mengingat perkosaan adalah delik biasa. "Meskipun korban atau pelapor telah mencabut laporannya, kepolisian tetap berkewajiban memproses perkara tersebut," ungkapnya.
Lebih lanjut Nasution menyampaikan bahwa dalam tiga tahun terakhir, catatan LPSK menunjukkan perlindungan dalam perkara-perkara kekerasan seksual cenderung mengalami peningkatan. Pada 2019 terdapat 359 pemohon, 2020 terdapat 245 pemohon, dan tahun 2021 terdapat 482 Pemohon.
Kecenderungan naiknya permohonan perlindungan pada perkara kekerasan seksual, tambah Nasution, harus menjadi perhatian dan keprihatian bersama.
Karena itu, LPSK mendukung niat Kapolri untuk membentuk Direktorat Layanan Perempuan dan Anak di Bareskrim Polri. "Agar anggota kepolisian memiliki fokus penanganan perkara dan mendapatkan arahan kebijakan dan supervsisi yang tepat," tutupnya.
"Publik juga menduga bahwa keluarga pelaku yang merupakan anggota DPRD, menggunakan pengaruhnya menekan korban untuk berdamai dan pada ujungnya menangguhkan penahanan pelaku," kata Nasution dalam pernyataan terulis, Sabtu (8/1/2022).
Sebagaimana diberitakan, kasuspemerkosaanyang diduga dilakukananak anggota DPRD Pekanbaruterhadapsiswi SMPberujung berujung damai. KorbanA (15) pun telah mencabut laporannya terhadap pelaku AR (20) diPolresta Pekanbaru. Pelaku AR yang sebelumnya sempat ditahan di Polresta Pekanbaru akhirnya dibebaskan, meski wajib lapor dua kali dalam seminggu.
Menurut Nasution, jika perdamaian tersebut dimaknai sebagai upaya restorative justice, Surat Edaran Kapolri Nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif dalam penyelesaian perkara pidana memiliki prinsip pembatasan.
Misalnya, lanjut dia, pemenuhan syarat formil salah satunya adalah bahwa semua tindak pidana dapat dilakukan restorative justice terhadap kejahatan umum yang tidak menimbulkan korban manusia.
"Pemerkosaan ini korbannya manusia. Jika benar dilakukan langkah-langkah untuk mendamaikan, tindakan tersebut telah melanggar Surat Edaran Kapolri dimaksud," tegas Nasution.
Karena itu, lanjut dia, polisi tidak bisa menghentikan proses penyidikan dengan bersandar adanya persetujuan perdamaian antara korban dan keluarganya dengan pelaku, mengingat perkosaan adalah delik biasa. "Meskipun korban atau pelapor telah mencabut laporannya, kepolisian tetap berkewajiban memproses perkara tersebut," ungkapnya.
Lebih lanjut Nasution menyampaikan bahwa dalam tiga tahun terakhir, catatan LPSK menunjukkan perlindungan dalam perkara-perkara kekerasan seksual cenderung mengalami peningkatan. Pada 2019 terdapat 359 pemohon, 2020 terdapat 245 pemohon, dan tahun 2021 terdapat 482 Pemohon.
Kecenderungan naiknya permohonan perlindungan pada perkara kekerasan seksual, tambah Nasution, harus menjadi perhatian dan keprihatian bersama.
Karena itu, LPSK mendukung niat Kapolri untuk membentuk Direktorat Layanan Perempuan dan Anak di Bareskrim Polri. "Agar anggota kepolisian memiliki fokus penanganan perkara dan mendapatkan arahan kebijakan dan supervsisi yang tepat," tutupnya.
(don)
tulis komentar anda