Peduli Nutrisi dan Sanitasi, Wujudkan Indonesia Bebas Stunting
Kamis, 26 Agustus 2021 - 13:31 WIB
Berdasarkan Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019, angka prevalensi stunting di Indonesia masih 27,67 persen. Presiden Joko Widodo pun menargetkan angka prevalensi stunting dapat turun menjadi 14 persen pada 2024. Di mana target penurunan ini sudah berada di bawah ambang batas angka prevalensi stunting yang ditetapkan oleh Bahan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 20 persen.
Demikian disampaikan Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Wiryanta dalam
“Komitmen pemerintah dalam mengupayakan penurunan prevalensi stunting sangat kuat. Hal ini dibuktikan dengan 9,4 persen Anggaran Belanja Negara 2022 akan dialokasikan untuk sektor kesehatan, salah satunya untuk pencegahan stunting,” ujar Wiryanta.
Ia menambahkan, komitmen yang kuat ini harus didukung oleh segenap lapisan masyarakat khususnya remaja, dengan cara melakukan upaya pencegahan stunting mulai dari diri sendiri.
Penurunan angka prevalensi stunting sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan sumber daya manusia dan pembangunan manusia Indonesia yang memiliki daya saing dan kompetisi yang tinggi, sehingga mampu bersaing secara global serta memiliki jati diri dan karakter Indonesia.
Tim Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Stunting Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Eka Sulistia Ediningsih menjelaskan, setidaknya 1 (satu) dari 3 (tiga) anak Indonesia mengalami stunting.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh optimal karena kekurangan gizi kronik yang cukup lama dan bertahun-tahun sejak anak di dalam kandungan sampai berusia 5 (lima) tahun.
”Hal ini sangat berbahaya karena stunting tidak hanya menghambat pertumbuhan anak tetapi juga menghambat kecerdasannya serta rentan mengalami penyakit,” ujar Eka.
Ia menambahkan, pencegahan stunting bisa dilakukan dengan menjaga asupan nutrisi, tidak hanya untuk anak di dalam kandungan, bayi, maupun balita, tetapi juga remaja yang kelak akan menjadi calon orang tua.
Demikian disampaikan Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Wiryanta dalam
“Komitmen pemerintah dalam mengupayakan penurunan prevalensi stunting sangat kuat. Hal ini dibuktikan dengan 9,4 persen Anggaran Belanja Negara 2022 akan dialokasikan untuk sektor kesehatan, salah satunya untuk pencegahan stunting,” ujar Wiryanta.
Ia menambahkan, komitmen yang kuat ini harus didukung oleh segenap lapisan masyarakat khususnya remaja, dengan cara melakukan upaya pencegahan stunting mulai dari diri sendiri.
Penurunan angka prevalensi stunting sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan sumber daya manusia dan pembangunan manusia Indonesia yang memiliki daya saing dan kompetisi yang tinggi, sehingga mampu bersaing secara global serta memiliki jati diri dan karakter Indonesia.
Tim Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Stunting Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Eka Sulistia Ediningsih menjelaskan, setidaknya 1 (satu) dari 3 (tiga) anak Indonesia mengalami stunting.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh optimal karena kekurangan gizi kronik yang cukup lama dan bertahun-tahun sejak anak di dalam kandungan sampai berusia 5 (lima) tahun.
”Hal ini sangat berbahaya karena stunting tidak hanya menghambat pertumbuhan anak tetapi juga menghambat kecerdasannya serta rentan mengalami penyakit,” ujar Eka.
Ia menambahkan, pencegahan stunting bisa dilakukan dengan menjaga asupan nutrisi, tidak hanya untuk anak di dalam kandungan, bayi, maupun balita, tetapi juga remaja yang kelak akan menjadi calon orang tua.
tulis komentar anda