Ngotot Bahas RUU Ciptaker, DPR Tak Memberikan Skala Prioritas

Senin, 20 April 2020 - 18:38 WIB
foto/ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar menilai anggota dewan tidak sepenuhnya menjalankan fungsi pengawasan dan anggaran. Padahal, itu penting di masa pandemi Covid-19 ini. Apalagi, pemerintah saat ini menyiapkan dana Rp405 triliun untuk penanganan pandemi Covid-19 dan segala dampaknya.

Dia mengkritik Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang terus melanjutkan omnibus law yang kontroversi dan diprotes kalangan buruh itu. DPR seharusnya mengawasi wabah yang angka orang terpapar dan meninggalnya terus meningkat ini.

"Seharusnya DPR kita bijak dan bisa memberikan skala prioritas atas tiga fungsi yang mereka emban. Fungsi pengawasan dan anggaran seharusnya diutamakan oleh mereka. Khususnya untuk masalah pandemi Covid-19 dan dampak ekonominya," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (20/4/2020). ( Baca: Ngotot Bahas RUU Ciptaker, DPR Dianggap Terlalu Fokus Fungsi Legislasi )



Menurutnya, ada banyak masalah yang perlu diawasi DPR, antara lain, perbedaan data orang yang meninggal dunia karena Covid-19 antara Pemerintah dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan masih terjadinya kekurangan alat pelindung diri (APD). Hal tersebut menyebabkan banyak tenaga medis terpapar dan meninggal dunia karena Covid-19.

DPR seharusnya melaksanakan fungsi pengawasan dengan mencari tahu dan mencari solus atas perbedaan data tersebut. Namun, ini tidak lakukan. DPR malah asyik mainkan RUU Cipta Kerja," tutur Timboel. (Baca juga: Baleg DPR Utamakan Bahas Klaster UMKM di RUU Cipta Kerja).

Dalam kasus kurangnya APD, DPR bisa mendesak pemerintah untuk mengucurkan insentif bagi perusahaan-perusahaan yang mau memproduksi. Ini akan mendorong percepatan produksi dan harga menjadi terjangkau.

Pengawasan terhadap pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pun tak terlihat dilakukan politikus Senayan. Kondisi PSBB, terutama di Jakarta, tidak jauh berbeda dengan sebelum penerapan. Ada perusahaan yang beroperasi sehingga pergerakan orang masih banyak. Padahal, peraturan presiden (perpres) , peraturan menteri kesehatan (permenkes), dan peraturan gubernur (pergub) DKI Jakarta sudah melarang.

"Perbedaan regulasi antara permenkes dan permenhub soal ojol juga dibiarkan menjadi persoalan tanpa adanya pengawasan dari DPR," pungkasnya.
(ihs)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content