Penerbitan SE Gubernur Terkait Pembatasan Mobilitas Pengungsi Diharap Dipercepat
Minggu, 20 Juni 2021 - 14:39 WIB
MAKASSAR - Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Makassar , Alimuddin berharap Surat Edaran (SE) Gubernur Sulawesi Selatan terkait pembatasan dan pengawasan mobilitas para pengungsi segera diterbitkan. Mengingat surat edaran terakhir pada 2017 masih ditandatangani Syahrul Yasin Limpo .
"Surat edaran itu tengah diperbaharui. Saya harap ini bisa diterbitkan secepatnya dalam rangka menekan arus mobilitas pengungsi. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Karena surat edaran itu masih ditandatangani gubernur lama, pak SYL," kata Alimuddin, Minggu (20/6/2021).
Dia menjelaskan surat edaran itu penting, karena menjadi dasar koordinasi penindakan terhadap pengawasan pengungsi yang keluar maupun memasuki wilayah Sulsel. Unsur kepolisian, TNI, Kejaksaan, Kanwil Kemenkumham, Kanwil Kemenag, Bea Cukai, dan Pemerintah juga terlibat.
"Salah satu isinya itu membatasi pengungsi keluar daerah dengan memakai alat angkut baik laut maupun udara. Para unsur yang terlibat berkoordinasi dan bertanggung jawab mengontrol para pengungsi ini. Ada empat poin kalau tidak salah di SE Gub tahun 2017," jelas Alimuddin.
Dia mengemukakan dalam pengawasan koordinasi antar satker terkait sangat dibutuhkan. Alimuddin menyatakan saat sebanyak 1.628 pengungsi asing yang tersebar di 20 community house (CH) di Kota Makassar. Mereka kini bisa dikontrol dengan aplikasi.
Di sisi lain, uang bulanan yang terbatas dari Organisasi Internasional untuk Imigran (IOM) untuk para pengungsi jadi satu kendala pengawasan tak jarang pengungsi berupaya mencari cara untuk mendapatkan penghasilan tambahan, bahkan ada yang rela menjadi kuli bangunan.
Alimuddin mengungkit kasus yang terjadi pada 18 Mei 2021 lalu. Petugas Rudenim Makassar saat itu, menangkap 2 pengungsi asal Afganistan yang kedapatan bekerja sebagai kuli di Kabupaten Wajo , Sulsel. Mereka adalah pria berinisal AR dan MRS.
Saat ditangkap, keduanya beralasan membutuhkan uang untuk membantu orang tua masing-masing di kampung halaman. "Sudah dipulangkan mereka karena melanggar peraturan tentang pengungsi. Karena mereka dilarang untuk bekerja di sini," ujar Alimuddin.
"Surat edaran itu tengah diperbaharui. Saya harap ini bisa diterbitkan secepatnya dalam rangka menekan arus mobilitas pengungsi. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Karena surat edaran itu masih ditandatangani gubernur lama, pak SYL," kata Alimuddin, Minggu (20/6/2021).
Dia menjelaskan surat edaran itu penting, karena menjadi dasar koordinasi penindakan terhadap pengawasan pengungsi yang keluar maupun memasuki wilayah Sulsel. Unsur kepolisian, TNI, Kejaksaan, Kanwil Kemenkumham, Kanwil Kemenag, Bea Cukai, dan Pemerintah juga terlibat.
"Salah satu isinya itu membatasi pengungsi keluar daerah dengan memakai alat angkut baik laut maupun udara. Para unsur yang terlibat berkoordinasi dan bertanggung jawab mengontrol para pengungsi ini. Ada empat poin kalau tidak salah di SE Gub tahun 2017," jelas Alimuddin.
Dia mengemukakan dalam pengawasan koordinasi antar satker terkait sangat dibutuhkan. Alimuddin menyatakan saat sebanyak 1.628 pengungsi asing yang tersebar di 20 community house (CH) di Kota Makassar. Mereka kini bisa dikontrol dengan aplikasi.
Di sisi lain, uang bulanan yang terbatas dari Organisasi Internasional untuk Imigran (IOM) untuk para pengungsi jadi satu kendala pengawasan tak jarang pengungsi berupaya mencari cara untuk mendapatkan penghasilan tambahan, bahkan ada yang rela menjadi kuli bangunan.
Alimuddin mengungkit kasus yang terjadi pada 18 Mei 2021 lalu. Petugas Rudenim Makassar saat itu, menangkap 2 pengungsi asal Afganistan yang kedapatan bekerja sebagai kuli di Kabupaten Wajo , Sulsel. Mereka adalah pria berinisal AR dan MRS.
Saat ditangkap, keduanya beralasan membutuhkan uang untuk membantu orang tua masing-masing di kampung halaman. "Sudah dipulangkan mereka karena melanggar peraturan tentang pengungsi. Karena mereka dilarang untuk bekerja di sini," ujar Alimuddin.
tulis komentar anda