Dalam Kemiskinan, 17 Tahun Kakek Ini Merawat Cucunya yang Lumpuh
Selasa, 19 Mei 2020 - 05:22 WIB
Nanang sebenarnya ingin cucunya tersebut mendapatkan pengobatan. Selain kebingungan soal biaya, Nabila tidak memiliki identitas diri seperti akte lahir dan Kartu Keluarga. "Jadi, saya kebingungan untuk mengurus BPJS dan semacamnya," ungkapnya.
Nanang berharap, agar pemerintah bisa membantu permasalahan yang dihadapinya tersebut. Di kontrakannya yang sempit dan kumuh, Nanang harus hidup bersama tumpukan barang bekas.
Beruntung, yang punya kontrakan berhati mulia karena setiap tahun Nanang hanya dikenakan biaya kontrakan sebesar Rp750 ribu. Sayangnya, sudah beberapa bulan ini, saluran PDAM di kontrakannya tidak bisa mengalir. Sehingga, Nanang harus menimba air dari tetangganya.
Yang memprihatinkan, tidak ada pembuangan kotoran di kontrakannya tersebut. "Jadi, kalau BAB, saya masukkan di lubang yang nantinya mengalir menuju ke got," katanya sembari menunjukkan kamar mandinya yang tidak memiliki septitank.
Sementara itu, di tengah-tengah situasi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini, Nanang pun mengaku tidak menerima bantuan sembako, apalagi Bantuan Sosial Tunai (BST) dari pemerintah.
Nanang pun pasrah dan tidak berusaha mencari tahu, apakah dirinya termasuk salah satu penerima bantuan dari pemerintah atau tidak. "Saya tidak sempat ngecek ke kelurahan atau kecamatan. Karena saya tidak bisa meninggalkan Nabila sendirian di kontrakan," ujarnya.
Daniel Lukas Rorong, yang sudah dua kali berkunjung dan memberikan bantuan pada Nabila berjanji akan mengupayakan pengobatan. Termasuk merenovasi kontrakan dan membuatkan septitank.
"Saya sudah minta ijin kepada pemilik kontrakan. Dan secepatnya, kami akan melakukan bedah rumah," kata Daniel, yang sudah menjadi relawan kemanusiaan sejak 2011 lalu.
Nanang berharap, agar pemerintah bisa membantu permasalahan yang dihadapinya tersebut. Di kontrakannya yang sempit dan kumuh, Nanang harus hidup bersama tumpukan barang bekas.
Beruntung, yang punya kontrakan berhati mulia karena setiap tahun Nanang hanya dikenakan biaya kontrakan sebesar Rp750 ribu. Sayangnya, sudah beberapa bulan ini, saluran PDAM di kontrakannya tidak bisa mengalir. Sehingga, Nanang harus menimba air dari tetangganya.
Yang memprihatinkan, tidak ada pembuangan kotoran di kontrakannya tersebut. "Jadi, kalau BAB, saya masukkan di lubang yang nantinya mengalir menuju ke got," katanya sembari menunjukkan kamar mandinya yang tidak memiliki septitank.
Sementara itu, di tengah-tengah situasi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini, Nanang pun mengaku tidak menerima bantuan sembako, apalagi Bantuan Sosial Tunai (BST) dari pemerintah.
Nanang pun pasrah dan tidak berusaha mencari tahu, apakah dirinya termasuk salah satu penerima bantuan dari pemerintah atau tidak. "Saya tidak sempat ngecek ke kelurahan atau kecamatan. Karena saya tidak bisa meninggalkan Nabila sendirian di kontrakan," ujarnya.
Daniel Lukas Rorong, yang sudah dua kali berkunjung dan memberikan bantuan pada Nabila berjanji akan mengupayakan pengobatan. Termasuk merenovasi kontrakan dan membuatkan septitank.
"Saya sudah minta ijin kepada pemilik kontrakan. Dan secepatnya, kami akan melakukan bedah rumah," kata Daniel, yang sudah menjadi relawan kemanusiaan sejak 2011 lalu.
(eyt)
tulis komentar anda