Kisah Letjen Mochamad Jasin Hajar Brigjen Kesayangan Soeharto Gara-gara Putrinya Digoda di Pesawat
Kamis, 06 Februari 2025 - 16:23 WIB
Tapi versi itu dibantah keras Jasin. Tentara jebolan PETA yang memulai karier militer sebagai perwira Staf Daidan I Madiun itu bersikeras dirinya yang membuat babak-belur Bustanil.
Cerita lain muncul dari seorang perwira senior TNI. Dia menyebut Jasin kemungkinan menampar satu atau dua kali Bustanil, namun selanjutnya diteruskan perwira muda.
Jasin telah membuktikan dirinya sebagai jenderal pensiunan paling tajam. Serdadu yang pernah diberi tugas sebagai Atase Pertahanan RI di Moskow itu tampil sebagai sosok dengan garis puritan keras, dijalin dengan sifat doktriner dan kaku.
Sejarah mencatat, dia adalah salah satu sosok dalam barisan Petisi 50, kelompok yang dicap sebagai musuh Soeharto. Di antara mereka para penandatangan petisi itu, Jasin tak pelak adalah tokoh paling vokal.
Jenkins menggambarkan, Jasin berada dalam perseteruan dengan Soeharto, dengan keyakinannya bahwa telah terjadi kesalahan fundamental dalam kepemimpinan nasional. Begitu kerasnya dia bahkan dianggap oleh para jenderal di lingkaran Soeharto telah 'keluar rel'.
"Saya tidak percaya lagi kepada Presiden Soeharto karena pimpinan nasional di setiap tingkat adalah munafik dan saya telah membuktikan kemunafikan ini baik di bidang ekonomi maupun politik," kata Jasin dikutip Jenkins.
Siapa pun tahu, di era Orde Baru, Soeharto tak segan-segan menggebuk para musuhnya. Tindakan keras itu juga diterapkan pada para pentolan Petisi 50. Orang-orang semacam Letjen TNI HR Dharsono bahkan merasakan getirnya serangan The Smiling General (julukan Soeharto) itu.
Selain dipreteli aktivitas bisnisnya, Dharsono ditangkap setelah peristiwa Tanjung Priok 1984 dan diadili pada 1986. Dia dihukum 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Letjen M Jasin diperiksa oleh kejaksaan negeri sampai beberapa kali. Tetapi ia sebetulnya bukan anggota ‘asli’ Petisi 50," kata Atmadji Sumarkidjo dalam buku Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit.
Cerita lain muncul dari seorang perwira senior TNI. Dia menyebut Jasin kemungkinan menampar satu atau dua kali Bustanil, namun selanjutnya diteruskan perwira muda.
Kritis ke Soeharto
Jasin telah membuktikan dirinya sebagai jenderal pensiunan paling tajam. Serdadu yang pernah diberi tugas sebagai Atase Pertahanan RI di Moskow itu tampil sebagai sosok dengan garis puritan keras, dijalin dengan sifat doktriner dan kaku.
Sejarah mencatat, dia adalah salah satu sosok dalam barisan Petisi 50, kelompok yang dicap sebagai musuh Soeharto. Di antara mereka para penandatangan petisi itu, Jasin tak pelak adalah tokoh paling vokal.
Jenkins menggambarkan, Jasin berada dalam perseteruan dengan Soeharto, dengan keyakinannya bahwa telah terjadi kesalahan fundamental dalam kepemimpinan nasional. Begitu kerasnya dia bahkan dianggap oleh para jenderal di lingkaran Soeharto telah 'keluar rel'.
"Saya tidak percaya lagi kepada Presiden Soeharto karena pimpinan nasional di setiap tingkat adalah munafik dan saya telah membuktikan kemunafikan ini baik di bidang ekonomi maupun politik," kata Jasin dikutip Jenkins.
Siapa pun tahu, di era Orde Baru, Soeharto tak segan-segan menggebuk para musuhnya. Tindakan keras itu juga diterapkan pada para pentolan Petisi 50. Orang-orang semacam Letjen TNI HR Dharsono bahkan merasakan getirnya serangan The Smiling General (julukan Soeharto) itu.
Selain dipreteli aktivitas bisnisnya, Dharsono ditangkap setelah peristiwa Tanjung Priok 1984 dan diadili pada 1986. Dia dihukum 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Letjen M Jasin diperiksa oleh kejaksaan negeri sampai beberapa kali. Tetapi ia sebetulnya bukan anggota ‘asli’ Petisi 50," kata Atmadji Sumarkidjo dalam buku Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit.
Lihat Juga :
tulis komentar anda