Kisah 4 Pejabat Penting Perempuan Semasa Mpu Sindok Raja Mataram Berkuasa
Rabu, 26 Juni 2024 - 06:22 WIB
Perempuan konon sudah memegang tampuk kekuasaan di Kerajaan Mataram kuno kala itu. Bahkan konon ada empat perempuan yang memiliki jabatan di Mataram semasa Raja Mpu Sindok bertahta. Keempatnya memiliki peran penting bagi kejayaan kerajaan.
Keempat perempuan ini yakni Sri Prameswari, Rakryan Binihaji, Samgat Anakbi, dan Ibu ni Paduka Sri Maharaja. Sosok Sri Prameswari adalah istri raja atau permaisuri, ia disebut bersama dengan raja pada saat menurunkan perintah agar menjadikan tanah di Demak ditetapkan sebagai sima.
Beberapa tahun sebelumnya, di dalam Prasasti Cunggrang II tahun 851 saka, raja memerintahkan pemeliharaan untuk Sang Hyang Prasada Silulung, yaitu bangunan suci tempat bersemayamnya ayah dari Rakryan Binihaji Sri Prameswari Dyah Kebi, atau disebut juga Rakryan Sri Prameswari Sri Wardhani Dyah Kbi.
Dikutip dari buku "Airlangga Biografi Raja Pembaru Jawa Abadi XI", sedangkan Rakryan Binihaji adalah istri raja yang bukan permaisuri, yaitu selir. Kedudukannya disejajarkan dengan permaisuri, putra mahkota, dan putra raja lainnya.
Namanya Rakryan Binihaji Rakryan Mangibil, yang disebut sebagai seseorang memerintahkan pembangunan bendungan di tiga desa yaitu Desa Kahulunan, Wewatan Wulas, dan Wewatan Tamya kepada rama di Wulig, Pangikettan. Sosok Rakryan Binihaji inilah yang memerintah supaya jangan ada yang berani mengusiknya. Hal ini agar rakyat dapat mengambil ikannya baik siang maupun malam hari.
Sedangkan sosok Ibu ni Paduka Sri Maharaja adalah ibunda raja, namanya disebut di dalam Prasasti Jayapattra, yang merupakan prasasti berisi penegasan hukum atau Desa Waharu, sebagai desa perdikan yang telah memiliki penduduknya sejak lama.
Sosok Rakryan Anakbi dan Samgat Anakbi, kata anakbi yang berarti istri atau perempuan, jadi keduanya merupakan Rakryan Anakbi dijumpai di antara deretan para Rakai dan Samgat Sarangan di dalam Prasasti Sarangan. Pada silsilah pejabat di era Kerajaan Mataram Kuno Rakryan berarti merupakan pejabat tingkat dua. Dimana kedudukannya di bawah raja dan rakai.
Sedangkan sosok Samgat Anakbi Dyah Pendel disebut di dalam Prasasti Hring pada tahun 851 saka. Dari gelar Samgat yang dicantumkan pada namanya, ia tentu seorang pejabat keagaaman atau kehakiman. Ia mendapat pasak - pasal sejumlah lima suwarna emas, jumlah yang sama dengan yang diterima oleh raja.
Tetapi sebenarnya keberadaan tokoh perempuan di tingkat wanua sudah diawali jauh sebelum masa pemerintahan Mpu Sindok. Sejak masa pemerintahan Raja Rakai Kayuwangi kurang lebih 802 saka, beberapa pekerjaan penting telah dipegang oleh perempuan, misalnya marhyang, atau pengurus bangunan suci, huler atau petugas irigasi, tuha banua atau petugas administrasi desa.
Keempat perempuan ini yakni Sri Prameswari, Rakryan Binihaji, Samgat Anakbi, dan Ibu ni Paduka Sri Maharaja. Sosok Sri Prameswari adalah istri raja atau permaisuri, ia disebut bersama dengan raja pada saat menurunkan perintah agar menjadikan tanah di Demak ditetapkan sebagai sima.
Beberapa tahun sebelumnya, di dalam Prasasti Cunggrang II tahun 851 saka, raja memerintahkan pemeliharaan untuk Sang Hyang Prasada Silulung, yaitu bangunan suci tempat bersemayamnya ayah dari Rakryan Binihaji Sri Prameswari Dyah Kebi, atau disebut juga Rakryan Sri Prameswari Sri Wardhani Dyah Kbi.
Dikutip dari buku "Airlangga Biografi Raja Pembaru Jawa Abadi XI", sedangkan Rakryan Binihaji adalah istri raja yang bukan permaisuri, yaitu selir. Kedudukannya disejajarkan dengan permaisuri, putra mahkota, dan putra raja lainnya.
Namanya Rakryan Binihaji Rakryan Mangibil, yang disebut sebagai seseorang memerintahkan pembangunan bendungan di tiga desa yaitu Desa Kahulunan, Wewatan Wulas, dan Wewatan Tamya kepada rama di Wulig, Pangikettan. Sosok Rakryan Binihaji inilah yang memerintah supaya jangan ada yang berani mengusiknya. Hal ini agar rakyat dapat mengambil ikannya baik siang maupun malam hari.
Sedangkan sosok Ibu ni Paduka Sri Maharaja adalah ibunda raja, namanya disebut di dalam Prasasti Jayapattra, yang merupakan prasasti berisi penegasan hukum atau Desa Waharu, sebagai desa perdikan yang telah memiliki penduduknya sejak lama.
Sosok Rakryan Anakbi dan Samgat Anakbi, kata anakbi yang berarti istri atau perempuan, jadi keduanya merupakan Rakryan Anakbi dijumpai di antara deretan para Rakai dan Samgat Sarangan di dalam Prasasti Sarangan. Pada silsilah pejabat di era Kerajaan Mataram Kuno Rakryan berarti merupakan pejabat tingkat dua. Dimana kedudukannya di bawah raja dan rakai.
Sedangkan sosok Samgat Anakbi Dyah Pendel disebut di dalam Prasasti Hring pada tahun 851 saka. Dari gelar Samgat yang dicantumkan pada namanya, ia tentu seorang pejabat keagaaman atau kehakiman. Ia mendapat pasak - pasal sejumlah lima suwarna emas, jumlah yang sama dengan yang diterima oleh raja.
Tetapi sebenarnya keberadaan tokoh perempuan di tingkat wanua sudah diawali jauh sebelum masa pemerintahan Mpu Sindok. Sejak masa pemerintahan Raja Rakai Kayuwangi kurang lebih 802 saka, beberapa pekerjaan penting telah dipegang oleh perempuan, misalnya marhyang, atau pengurus bangunan suci, huler atau petugas irigasi, tuha banua atau petugas administrasi desa.
(hri)
tulis komentar anda