Kisah Pangeran Hanyakrawati, Putra Senopati yang Kematiannya Tinggalkan Misteri
Rabu, 13 Maret 2024 - 06:20 WIB
Kematian Panembahan Senopati membuat permasalahan internal di Kerajaan Mataram. Memang pada akhirnya Mas Jolang atau yang disebut Pangeran Hanyakrawati naik tahta menggantikan ayahnya yang meninggal dunia.
Anak Panembahan Senopati, Pangeran Hanyakrawati, itulah yang akhirnya didaulat menjadi raja kedua di Kerajaan Mataram Islam. Tetapi pengangkatan ini diwarnai persoalan sendiri, pasalnya Mas Jolang berseteru dengan Pangeran Puger atau Raden Mas Kentol Kejuron, yang juga anak dari Panembahan Senopati dari selir bernama Nyai Adisara.
Saat itu, putra pertama Senopati yang bernama Raden Rangga Samudra (lahir dari Rara Semangkin) telah meninggal sejak lama. Hal ini membuat Pangeran Puger sebagaimana dikutip dari buku "Babad Tanah Jawi", dari Soedjipto Abimanyu, menjadi putra tertua dan merasa lebih berhak atas tahta Kesultanan Mataram daripada Mas Jolang.
Tapi pengangkatan Pangeran Hanyakrawati sebagai pewaris tahta Mataram memunculkan persoalan konflik keluarga Senopati. Anak keduanya Pangeran Puger konon sampai tidak sudi menghadap ke pertemuan kenegaraan di Mataram kala itu.
Menurut Babad Tanah Jawi, Panembahan Senapati meninggal pada tahun 1601, dan digantikan oleh Mas Jolang sebagai Raja Mataram selanjutnya, yang bergelar Prabu Hanyakrawati. Pengangkatan tersebut membuat Pangeran Puger sakit hati dan tidak sudi menghadap ke pertemuan kenegaraan.
Menyadari hal itu, Hanyakrawati pun mengangkat kakaknya itu sebagai Adipati Demak. Meskipun demikian, Pangeran Puger tetap saja memberontak pada tahun 1602. Perang saudara selaku keturunan Panembahan Senopati pecah, karena dua anaknya yang berkuasa di Mataram dan Demak.
Akhirnya, pada tahun 1605, Pangeran Puger dapat ditangkap dan dibuang ke Kudus. Putra Pangeran Puger kemudian diangkat sebagai Bupati Pati, yang bergelar Adipati Pragola. Namun, ia kemudian memberontak terhadap pemerintahan Sultan Agung, putra Prabu Hanyakrawati pada tahun 1627.
Setelah berhasil memadamkan beberapa pemberontakan, takdir Pangeran Hanyakrawati justru berakhir ironis. Konon ia meninggal dunia saat berburu kijang di Hutan Krapyak pada tahun 1613. Penyebabnya disebabkan karena Mas Jolang mengalami kecelakaan, namun sebagian sumber menyatakan mangkatnya Panembahan Hanyakrawati merupakan suatu konspirasi politik.
Kerajaan Mataram, di bawah pimpinan Panembahan Hanyakrawati selama 12 tahun (601-1613), hanya sibuk mengurus berbagai pemberontakan saudara-saudaranya sendiri, serta ambisi kekuasaan berakhir seiring kematian sang raja. Pada Serat Nitik Sultan Agung, Panembahan Hanyakrawati disebutkan wafat secara misterius pada malam Jumat tanggal 1 Oktober 1613, berdasarkan Babad Sengkala, 1535 Jawa.
Penyebab kematiannya hingga kini tidak diketahui secara pasti, hanya dikisahkan bahwa Panembahan Hanyakrawati meninggal karena kecelakaan berburu kijang di Hutan Krapyak. Sementara itu, Babad Tanah Jawi memberitakan bahwa Panembahan Hanyakrawati meninggal di Krapyak karena sakit parah, tanpa kejelasan tentang penyakitnya.
Sumber lain, Babad Mataram, menyebutkan bahwa Panembahan Hanyakrawati wafat akibat diracun oleh Juru Taman Danalaya, abdi kesayangan raja sendiri. Abdi ini dikisahkan sering kali menimbulkan keonaran di lingkungan dengan menyamar menjadi Raja, sehingga menyesatkan para istri dan selir Raja. Kisah ini juga diinterpretasikan dalam "Suluk yang berisikan wejangan mistik Kanjeng Sunan Bonang pada abdi kesayangan Raja Majapahit.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
Anak Panembahan Senopati, Pangeran Hanyakrawati, itulah yang akhirnya didaulat menjadi raja kedua di Kerajaan Mataram Islam. Tetapi pengangkatan ini diwarnai persoalan sendiri, pasalnya Mas Jolang berseteru dengan Pangeran Puger atau Raden Mas Kentol Kejuron, yang juga anak dari Panembahan Senopati dari selir bernama Nyai Adisara.
Saat itu, putra pertama Senopati yang bernama Raden Rangga Samudra (lahir dari Rara Semangkin) telah meninggal sejak lama. Hal ini membuat Pangeran Puger sebagaimana dikutip dari buku "Babad Tanah Jawi", dari Soedjipto Abimanyu, menjadi putra tertua dan merasa lebih berhak atas tahta Kesultanan Mataram daripada Mas Jolang.
Tapi pengangkatan Pangeran Hanyakrawati sebagai pewaris tahta Mataram memunculkan persoalan konflik keluarga Senopati. Anak keduanya Pangeran Puger konon sampai tidak sudi menghadap ke pertemuan kenegaraan di Mataram kala itu.
Menurut Babad Tanah Jawi, Panembahan Senapati meninggal pada tahun 1601, dan digantikan oleh Mas Jolang sebagai Raja Mataram selanjutnya, yang bergelar Prabu Hanyakrawati. Pengangkatan tersebut membuat Pangeran Puger sakit hati dan tidak sudi menghadap ke pertemuan kenegaraan.
Menyadari hal itu, Hanyakrawati pun mengangkat kakaknya itu sebagai Adipati Demak. Meskipun demikian, Pangeran Puger tetap saja memberontak pada tahun 1602. Perang saudara selaku keturunan Panembahan Senopati pecah, karena dua anaknya yang berkuasa di Mataram dan Demak.
Akhirnya, pada tahun 1605, Pangeran Puger dapat ditangkap dan dibuang ke Kudus. Putra Pangeran Puger kemudian diangkat sebagai Bupati Pati, yang bergelar Adipati Pragola. Namun, ia kemudian memberontak terhadap pemerintahan Sultan Agung, putra Prabu Hanyakrawati pada tahun 1627.
Setelah berhasil memadamkan beberapa pemberontakan, takdir Pangeran Hanyakrawati justru berakhir ironis. Konon ia meninggal dunia saat berburu kijang di Hutan Krapyak pada tahun 1613. Penyebabnya disebabkan karena Mas Jolang mengalami kecelakaan, namun sebagian sumber menyatakan mangkatnya Panembahan Hanyakrawati merupakan suatu konspirasi politik.
Kerajaan Mataram, di bawah pimpinan Panembahan Hanyakrawati selama 12 tahun (601-1613), hanya sibuk mengurus berbagai pemberontakan saudara-saudaranya sendiri, serta ambisi kekuasaan berakhir seiring kematian sang raja. Pada Serat Nitik Sultan Agung, Panembahan Hanyakrawati disebutkan wafat secara misterius pada malam Jumat tanggal 1 Oktober 1613, berdasarkan Babad Sengkala, 1535 Jawa.
Penyebab kematiannya hingga kini tidak diketahui secara pasti, hanya dikisahkan bahwa Panembahan Hanyakrawati meninggal karena kecelakaan berburu kijang di Hutan Krapyak. Sementara itu, Babad Tanah Jawi memberitakan bahwa Panembahan Hanyakrawati meninggal di Krapyak karena sakit parah, tanpa kejelasan tentang penyakitnya.
Sumber lain, Babad Mataram, menyebutkan bahwa Panembahan Hanyakrawati wafat akibat diracun oleh Juru Taman Danalaya, abdi kesayangan raja sendiri. Abdi ini dikisahkan sering kali menimbulkan keonaran di lingkungan dengan menyamar menjadi Raja, sehingga menyesatkan para istri dan selir Raja. Kisah ini juga diinterpretasikan dalam "Suluk yang berisikan wejangan mistik Kanjeng Sunan Bonang pada abdi kesayangan Raja Majapahit.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(hri)
tulis komentar anda