Gagah! Begini Sosok Gajah Mada Sang Pemersatu Nusantara Hasil Pencitraan Artificial Intelligence

Rabu, 03 Mei 2023 - 08:46 WIB
Sosok Mahapatih Gajah Mada, hasil pecintraan artificial intelligence (AI) yang diunggah akun Instagram @ainusantara. Foto/Instagram/@ainusantara
Mahapatih Gajah Mada, membawa Majapahit pada masa keemasan, hingga mampu mempersatukan seluruh wilayah Nusantara. Sosoknya selama ini digambarkan dalam sejumlah arca, sebagai pria bertubuh besar dengan rambut panjang digelung di bagian belakang kepala.



Sosok Gajah Mada yang misterius tersebut, menurut hasil pencitaraan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, merupakan pria yang sangat gagah. Hasil pencitraan AI tentang sosok Gajah Mada yang gagah itu, diunggah oleh akun Instagram @ainusantara.

Dalam keterangan rangkaian foto yang diunggahnya, @ainusantara menuliskan: "Di zaman keemasan kerajaan Majapahit pada abad XIII, masa Prabu Hayam Wuruk ada dua tokoh militer jenius, yakni Mahapatih Gajah Mada, dan Laksamana Mpu Nala. Laksamana Mpu Nala sebagai Panglima Angkatan Laut Majapahit menempatkan ratusan kapal perang untuk menjaga lima titik penting perairan Nusantara,".





Tak sekedar menampilkan sosok Gajah Mada yang perkasa. Unggahan itu juga membahas dan menampilkan gambar-gambar hasil pencitraan AI, tentang Laksamana Mpu Nala, serta kekuatan kapal-kapal perang Majapahit.

Akun @ainusantara menyebutkan, lima gugus armada kapal perang Majapahit, yakni gugus pertama yang berada di wilayah tugas Pulau Sumatera, hingga ke Selat Sunda. Gugus armada kapal perang ini menjaga wilayah Saumdera Hindia, dan dipimpin oleh seorang laksamana dari Jawa Tengah.

Gugus armada kapal perang kedua, menjadi penjaga Laut Kidul, atau laut selatan Jawa, dan dipusatkan di wilayah Blambangan (Banyuwangi). Gugus armada kapal perang ini dipimpin laksamana dari Bali.

Kekuatan gugus armada kapal perang ketiga, dikerahkan menjaga di wilayah Selat Makassar, Ternate, Tidore, dan Halmahera yang merupakan wilayah penghasil rempah-rempah. Putra Makassar, dipercaya menjadi laksamana yang memimpin gugus armada kapal perang ketiga ini.

Seorang laksamana dari Jawa Barat, diberi wilayah tugas yang paling berat, yakni menjadi pemimpin gugus armada kapal perang ke empat. Gugus ini bertigas menjaga keamanan Selat Malaka, dan Kepulauan Natuna. Di mana kawasan jalur perdagangan internasional ini, menjadi ladang para perompak yang bersembunyi di pesisir Campa, Vietnam, dan Tiongkok.



Sementara gugus armada kapal perang ke lima, berada di Laut Jawa, yang bertugas hingga ke wilayah perairan Maluku, sebagai wilayah penghasil rempah-rempah. Armada ini dipimpin laksamana dari Jawa Timur, yang juga bertugas mengibarkan bendera Majapahit, ditambah lagi bendera emas simbol istana Majapahit.

Setiap armada gugus kapal perang terdapat kapal bendera tempat kedudukan pimpinan komando tertinggi bagi semua kapal penyerang, kapal perbekalan, dan pelindung kapal bendera. Kapal perang Majapahit sudah dilengkapi meriam cetbang.

Jauh sebelum seluruh kekuatan penyatu Nusantara itu terbentuk, dan membawa Majapahit menjadi penguasa Nusantara. Gajah Mada yang telah teruji mampu menakhlukkan para pemberontak, ditunjuk menjadi mahapatih di Majapahit. Penunjukkan itu, disambut Gajah Mada dengan mengucap sumpah Amukti Palapa.

"Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa,".

Suara Gajah Mada menggelegar mengucap sumpah Amukti Palapa. Suaranya mengisi seluruh ruang istana Majapahit. Kisah pembacaan sumpah Gajah Mada, saat diangkat sebagai Mahapatih Amangkubhumi pada tahun 1258 Saka (1334 M) tersebut, tercatat dalam kitab Pararaton.



Apabila diterjemahkan memiliki arti: "Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompu, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".

Sumpah tersebut, sempat menggemparkan seantero Nusantara. Kegemparan itu, termuat dalam tulisan sejarawan Slamet Muljana dalam "Tafsir Sejarah Nagarakretagama". Para petinggi kerajaan seperti Ra Kembar, Ra Banyak, Jabung Tarewes, dan Lembu Peteng merespons dengan negatif.

Respons negatif para petinggi kerajaan Majapahit tersebut, membuat Gajah Mada sangat marah karena ditertawakan. Analisa tersebut, juga dikuatkan oleh tulisan Muhammad Yamin dalam "Gajah Mada: Pahlawan Pemersatu Nusantara".

Dalam tulisannya, Yamin menyebutkan, Gajah Mada meninggalkan paseban dan terus pergi menghadap Batara Kahuripan, Tribhuana Tunggadewi. Sang mahapatih merasa sakit hati karena harus menghadapi rintangan dari petinggi kerajaan, untuk mewujudkan sumpahnya.

Berbagai intrik politik yang didasari oleh rasa tidak suka dan kedengkian, menjangkiti internal kerajaan Majapahit, utamanya di kalangan para petinggi kerajaan. Meskipun dalam perjalanannya Gajah Mada, dibantu oleh Arya Tadah, ternyata Arya Tadah juga sempat ikut menertawakan sumpah yang diucapkan sang mahapatih.



Dalam tulisannya, Slamet Mujana menyebutkan, Arya Tadah atau Empu Krewes sebenarnya menyimpan rasa dengki terhadap Gajah Mada, karena dia tidak rela Gajah Mada menggantikan posisinya sebagai mahapatih di kerajaan Majapahit.

Di tengah badai intrik politik petinggi kerajaan Majapahit, Gajah Mada mulai mencoba mewujudkan sumpahnya untuk menyatukan Nusantara. Upaya itu dilakukan selama 21 tahun, yaitu pada tahun 1336-1357 Masehi.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More