Fisioterapis, Bukan Tukang Kusuk

Minggu, 10 Mei 2015 - 10:47 WIB
Fisioterapis, Bukan Tukang Kusuk
Fisioterapis, Bukan Tukang Kusuk
A A A
Mungkin sedikit ironis. Ketika masyarakat begitu antusias menjalani pengobatan dengan fisioterapi, tapi mereka kurang mengetahui profesi dan peran seorang fisioterapis.

Bahkan, tak sedikit yang menganggap para fisioterapis tak berbeda dengan tukang pijat atau tukang kusuk. “Banyak orang yang belum tahu tentang fisioterapis. Banyak orang berpikir fisioterapis itu tukang pijat. Bahkan dianggap pijat plus-plus. Inilah pandangan miring masyarakat yang saya alami.

Tapi saya berikan penjelasan kepada mereka, akhirnya mereka tahu dan mengerti,” ungkap Ika Rahman, 26, fisioterapis yang membuka praktik bersama Dr Dumaria Situmorang I Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 8, Medan. Ika mengatakan, sebagai fisioterapis bukan hanya harus bersabar menjelaskan kepada masyarakat tentang profesi mereka.

Seorang fisioterapis juga dituntut memiliki tingkat kesabaran yang tinggi menghadapi pasien yang ingin proses penyembuhannya cepat. Pasien fisioterapi yang mengharuskan proses penyembuhan waktu yang lama, memiliki emosi yang labil dibandingkan pasien dengan rentang waktu penyembuhan yang relatif singkat.

Ika mencontohkan pasien parkinson (degenerasi sel saraf secara bertahap pada otak bagian tengah yang berfungsi mengatur pergerakan tubuh) yang rasa kegembiraan berkurang. “Jadi, sebagai fisioterapis, harus banyak mengalah, dan ikuti kemauan pasien. Fisioterapis harus mampu memberikan sugesti kepada pasien, memberikan semangat untuk kemajuan pasien.

Jadi, fisioterapis harus aktif,” ucapnya. Soal masa depan, alumni D-3 Stikes Siti Hajar 2009 ini optimistis karier fisioterapis bisa lebih baik. Dia yakin ke depannya profesi fisioterapis akan lebih dipandang dan menjadi acuan sebelum pasien pergi ke dokter. “Di luar negeri, negara maju, fisioterapis itu sangat diakui. Fisioterapis jadi tujuan utama warga, sebelum ke dokter.

Dengan pemeriksaan oleh fisioterapis, direkomendasikan kepada dokter yang bersangkutan. Dalam hal ini, biasanya itu dokter ortopedi, saraf, dan spesialis anak,” papar warga Jalan Puskesmas, Kompleks Griya Raihan, Blok E No 11, Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal itu.

Wakil Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Siti Hajar Medan, Sulaiman, mengakui peran fisioterapis ikut menentukan kesembuhan seorang pasien. Untuk itu, diperlukannya fisioterapis yang memiliki kemampuan mumpuni. “Jika dibandingkan, di perkotaan masyarakat menilai peran fisioterapis sangat penting. Jadi fisioterapis lebih banyak ditemui di wilayah perkotaan seperti Medan.

Masyarakat perkotaan tahu fisioterapis ini untuk membantu menyembuhkan,” ungkapnya. Dia tidak menyalahkan kondisi tersebut karena pengalaman yang didapat hanya sedikit masyarakat yang mengetahui profesi dan fungsi fisioterapis. Tak ayal, jumlah fisioterapis berbeda jauh dengan perawat maupun bidan, yang sama-sama fokus dalam bidang kesehatan.

“Memang fisioterapis perlu sebagai penunjang pengobatan, tapi saya tidak menyalahkan banyak masyarakat tidak tahu peran fisioterapis. Mereka lebih tahu dan mengenal perawat dan bidan. Itu kami alami saat promosi- promosi ke sekolah, pelajar itu banyak yang tidak tahu,” tandas Sulaiman. Meski demikian, hal ini menjadi sebuah keuntungan besar bagi fisioterapis. Populasi yang sedikit, jelas menjadikan fisioterapis memiliki harga tersendiri.

“Bagi fisioterapis, ini suatu keuntungan dan peluang besar. Fisioterapis bisa menentukan harganya sendiri. Misalkan, kalau tidak cocok harga dengan pasien, silakan cari fisioterapis lain karena jumlahnya sedikit, akhirnya pengobatan jadi,” ungkapnya. Stikes Siti Hajar Medan ratarata setiap tahun hanya menerima 70 mahasiswa.

Jumlah ini jelas berbanding jauh dengan jumlah warga Kota Medan. “Sudah 500 lebih alumni kami sejak 1997 dan saat ini ada sekitar 150 mahasiswa yang aktif. Inilah yang menjadi regenerasi dan peluang fisioterapis ini terbuka sangat lebar,” papar Sulaiman. Sulaiman mengingatkan masyarakat agar hati-hati memilih program pendidikan fisioterapis, terkait ditemukan kasus sekolah fisioterapis jarak jauh.

Izin dan lokasi pendidikannya di Medan, tapi menggelar perkuliahannya di Nias. Padahal fisioterapis itu ilmu praktik dan mengharuskan adanya pengajaran langsung atau tatap muka. “Bagaimana mungkin seorang fisioterapis memberikan fisioterapi kepada pasien tanpa praktik saat belajar. Jelas itu menyalahi aturan, dan itu sudah ditangani Dikti (Pendidikan Tinggi),” tandas Sulaiman.

haris dasril
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4889 seconds (0.1#10.140)