Ikut UN SMP, Siswa SLB Didampingi Guru
A
A
A
KENDAL - Siswa sekolah luar biasa peserta ujian nasional (UN) tingkat SMP terpaksa harus didampingi guru saat mengikuti ujian. Mereka kesulitan menerima instruksi dari pengawas ujian.
Awalnya, dua peserta UN di SLB Swadaya, Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, masih semangat dan bisa mengerjakan soal UN, Senin (4/5/2015). Namun dua siswa yang merupakan tunarungu dan tunawicara ini kesulitan menerima instruksi dari pengawas yang berasal dari sekolah umum. Mereka pun akhirnya didampingi guru pembimbing.
Guru pembimbing hanya memberikan instruksi kepada peserta saat siswa mengalami kesulitan dan tidak memahami soal ujian.
Kepala SLB Swadaya Widiyati Hani Hidayah mengatakan, ada dua peserta yang ikut UN tingkat SMP. Keduanya merupakan penyandang tunarungu dan tunawicara, sehingga masih bisa membaca soal dan mengerjakan sendiri.
"Namun, pihak sekolah tetap mendampingi siswa karena pengawas berasal dari sekolah biasa yang belum bisa mengerti bahasa isyarat. Oleh karenanya, guru pendamping disiapkan untuk memberikan instruksi kepada siswa," kata Widiyati.
Selain dua siswa tersebut, empat siswa lainnya juga ikut ujian sekolah. Empat siswa tersebut merupakan penyandang tunagrahita, sehingga hanya menjalani ujian sekolah.
Ujian untuk siswa tunagrahita ini harus mendapat pengawasan khusus. Apalagi, satu siswa di antaranya menyandang tunanetra dan tunagrahita, sehingga soal harus dibacakan guru dan siswa hanya menjawab dengan bahasa isyarat.
Awalnya, dua peserta UN di SLB Swadaya, Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, masih semangat dan bisa mengerjakan soal UN, Senin (4/5/2015). Namun dua siswa yang merupakan tunarungu dan tunawicara ini kesulitan menerima instruksi dari pengawas yang berasal dari sekolah umum. Mereka pun akhirnya didampingi guru pembimbing.
Guru pembimbing hanya memberikan instruksi kepada peserta saat siswa mengalami kesulitan dan tidak memahami soal ujian.
Kepala SLB Swadaya Widiyati Hani Hidayah mengatakan, ada dua peserta yang ikut UN tingkat SMP. Keduanya merupakan penyandang tunarungu dan tunawicara, sehingga masih bisa membaca soal dan mengerjakan sendiri.
"Namun, pihak sekolah tetap mendampingi siswa karena pengawas berasal dari sekolah biasa yang belum bisa mengerti bahasa isyarat. Oleh karenanya, guru pendamping disiapkan untuk memberikan instruksi kepada siswa," kata Widiyati.
Selain dua siswa tersebut, empat siswa lainnya juga ikut ujian sekolah. Empat siswa tersebut merupakan penyandang tunagrahita, sehingga hanya menjalani ujian sekolah.
Ujian untuk siswa tunagrahita ini harus mendapat pengawasan khusus. Apalagi, satu siswa di antaranya menyandang tunanetra dan tunagrahita, sehingga soal harus dibacakan guru dan siswa hanya menjawab dengan bahasa isyarat.
(zik)