Bukan Sekadar Enak, Tapi Harus Sehat

Minggu, 03 Mei 2015 - 13:17 WIB
Bukan Sekadar Enak, Tapi Harus Sehat
Bukan Sekadar Enak, Tapi Harus Sehat
A A A
Produk makanan yang enak dengan beragam rasa dan varian sangat mudah ditemui. Tidak hanya di restoran, café, ataupun warung yang saat ini keberadaannya semakin menjamur.

Namun, jangan hanya tergiur dengan kelezatan saja, perhatikan juga apakah sehat untuk dikonsumsi. Novriani Tarigan, seorang ahli gizi yang juga menjabat sebagai Sekretaris Persatuan Gizi Indonesia (Persagi) Sumut, menuturkan bahwa, jajanan merupakan makanan tambahan. Biasanya, dikonsumsi antara sesudah makan pagi dan sebelum makan siang. Jajanan ini menambah sumbangan energi dalam tubuh setiap harinya.

Apalagi, untuk anak-anak yang masih sekolah. Sangat dibutuhkan energi untuk belajar. “Namun, saya yakin anakanak tidak bisa mengetahui, mana jajanan yang sehat dan layak dikonsumsi. Apalagi, anak sekolah dari kelas 1 sampai 4 SD,” katanya saat ditemui KORAN SINDO MEDAN di kampus Poltekes Jurusan Gizi, Sumut, kemarin. Dikhawatirkan, kata Novriani, para orangtua tidak semua mengingatkan anakanaknya untuk membeli jajanan yang sehat.

Padahal, anakanak sulit untuk menghindari jajan yang terlihat menarik dan lezat. Sayangnya, pengawasan terhadap pedagang jajanan masih sangat kurang. Selain itu, tidak ada pembinaan yang diberikan, sehingga banyak pedagang yang tidak mengetahui apakah jajanan yang dijual sudah memenuhi syarat, yaitu sehat, bersih dan aman.

“Padahal secara kasat mata banyak jajajan di pinggir jalan yang tidak memenuhi syarat. Misalnya dari segi warna, banyak jajanan yang ngejreng (cerah) sehingga menarik anak-anak. Tapi, apakah pewarna yang digunakan layak dikonsumsi?,”terangnya. Menurut Novriani, bolehboleh saja pedagang menambah bahan tambahan pada produk makanan, namun ada batasnya.

Tidak boleh berlebihan, seperti sakarin (pemanis) dan penyedap (vetsin). Dalam Permenkes No 722 MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, diatur mana bahan makanan yang boleh ditambahkan dan yang dilarang. Namun, saat ini penambahan bahan tambahan sering dilakukan tanpa kontrol untuk mendapat keuntungan. Misalnya, penggunaan Boraks, Metilen Blue, dan Formalin. “Boraks seringkali digunakan untuk membuat bakso.

Jadi, kalau ada bakso yang terasa kenyal, belum tentu isinya daging. Tapi, bisa saja itu mengandung boraks,” katanya. S edangkan penambahan Metilan Blue (pewarna saos), lanjut Novriani, membuat saus warnanya menjadi cerah. Adapun Formalin yang biasa digunakan untuk mengawetkan mayat dan pakaian, kerap dipakai untuk mengawetkan makanan.

“Kalau ikan sudah tidak dihinggapi lalat, maka itu sudah diberikan formalin,” bebernya. Untuk itu, Novriani menyarankan, untuk memenuhi makanan tambahan anak, orangtua harus memberikan bekal makanan yang sehat. Atau, jika terpaksa harus membeli jajan, sebaiknya orangtua memberikan penjelasan tentang memilih jajanan yang sehat.

Sementara itu, Kepala Bidang Kemitraan, Usaha dan Kerjasama Persagi Sumut yang juga dosen di Poltekes Jurusan Gizi, Oslida Martony mengatakan, sebenarnya pedagang pun terkadang tidak mengetahui kalau bahan tambahan yang digunakan itu berbahaya untuk makanan yang dijualnya. Oleh karena itu, diperlukan sekali pengawasan dari dinas terkait.

“Pemerintah, dalam hal inikan mengawasi industri besar, sedang, dan kecil. Di Malaysia, pedagang yang seperti itu diregistrasi. Nah, di Indonesia kenapa tidak semua pedagang di pinggiran itu diregistrasi. Paling tidak mereka mengetahui syarat yang harus dipenuhi untuk menjual makanan yang sehat,”paparnya.

Ketua Persagi Sumut, Effendi S Nainggolan menambahkan, pihaknya selaku organisasi gizi di Sumut pernah melakukan penyuluhan dan sosialisasi kepada pedagang mengenai makanan jajanan sehat. Namun, itu tidak bisa dilakukan secara menyeluruh, karena keterbatasan anggaran. “Rata-rata pedagang pinggiran yang berjualan itu karena ekonominya lemah.

Tapi, informasi yang kita peroleh 80% jajanan tidak sehat. Kita tidak bisa melarang mereka berjualan. Nah, pemerintahlah yang harus berperan aktif mengawasi. Kalau tidak, ke depan kita akan mengalami lost generasi,”pungkasnya. Kabid Perdagangan Disperindag kota Medan Irfan Syarif Siregar mengatakan, selama ini pihaknya sudah berupaya untuk melakukan pengawasan terhadap peredaran makanan dan minuman, baik yang dijual di swalayan, pasar hingga jajanan di sekolah.

Namun, dia mengakui kesulitan untuk melakukan pengawasan penjual jajanan anakanak sekolah. Untuk itu, Pemko Medan melalui Badan Ketahanan Pangan (BKP) Medan, Disperindag Medan juga MUI Kota Medan bersama BPPOM Medan secara rutin melakukan pengawasan terhadap jajanan anak-anak di sekolah. Setiap seminggu sekali, ada tim yang turun untuk mengawasi jajanan anak-anak di sekolah.

Dan setiap triwulan BPPOM akan mengambil sampel jajanan makanan. “Untuk itulah, kami mengimbau juga kepada orangtua untuk membekali anaknya agar membeli jajanan sehat. Kami juga berharap ada kerjasama antara guru dan kepala sekolah yang turut untuk mengawasi jajanan anak di sekolahnya masing-masing,” terang Irfan.

Eko agustyo fb/ lia anggia nasution
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5624 seconds (0.1#10.140)
pixels