Dikenal Baik, Berharap Dibebaskan
A
A
A
Rumah di Jalan Menoreh Utara XII Nomor 7A Rt5/1 Kelurahan Sampangan Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang itu terlihat sepi. Meski begitu, beberapa kendaraan terlihat terpakir di rumah sederhana itu. Itulah rumah milik pasangan Salim dan Fatimah, orang tua dari salah satu penyidik Komite Pemberantasan Korupsi (KPK).
Novel Baswedan yang ditangkap penyidik Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum dirumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara, sekitarpukul00.15WIB, Jumat (1/5) lalu. Dirumahitulah, kedua orang tua Novel tinggal. Kemarin, KORAN SINDO mencoba bertandang ke rumah sederhana itu.
Namun niat tersebut urung terwujud karena sang empunya rumah yang belakangan mengontrak rumah tersebut enggan ditemui. “Tolong jangan mas, saya tidak berkenan,” kata seorang pria yang diduga adalah orang yang selama ini mengontrak di rumah Salim. Menurut keterangan Ny Tugiyo, istri dari ketua RT 5/1 mengatakan, rumah tersebut ditinggali oleh ayah dan ibunda Novel selama beberapa tahun saja.
Setelah itu, rumah tersebut dikontrakkan kepada seseorang hingga kini. “Itu memang rumah pak Salim, tapi sudah lama dikontrakkan ke orang lain,” kata dia. Menurut Ny Tugiyo, rumah yang ditempati Salim dan Fatimah tersebut berada di perumahan kluster yang hanya berisi 14 unit. “Itu (rumah) terpisah, jadi kalau saya pribadi kurang begitu mengenal dengan sosok pak Salim. Hanya pernah bertemu saja,” paparnya.
Seseorang yang mengenal dekat keluarga Salim dan Fatimah itu adalah Kustio, 50, tetangga depan rumah itu. Menurut mantan ketu RT 5 itu, keluarga Salim menempati rumah tersebut sejak 10 tahun silam. “Saya lupa kapan membelinya (rumah), tapi seingat saya sudah sekitar 10 tahun silam. Dia pindahan dari Sumur Umbul daerah Pedurungan Kota Semarang,” kata Kustio.
Kustio mengaku tidak mengenal Novel Baswedan. Sebab, saat itu Salim menempati rumah itu hanya berdua dengan istrinya. “Kemudian beberapa waktu itu anak-anaknya sering datang, dari situ saya baru tahu kalau ternyata pak Salim memiliki anak-anak hebat seperti mas Novel Baswedan,” imbuh pria yang sehari-hari bekerja sebagai pengepul rongsok itu.
Seharihari, Salim bersama istrinya dikenal baik di mata masyarakat. Bahkan, Salim selalu aktif salat berjamaah di masjid yang ada di kampung tersebut. “Sementara istrinya, ibu Fatimah itu sangat baik sama orang-orang kecil. Dia sering membantu masyarakat yang tidak punya,” kata Kustio.
Dia mengaku tidak mengenal sosok Novel Baswedan. Meski begitu, dia sempat beberapa kali bertemu dengan Novel saat berkunjung ke kediaman orang tuanya itu dan mengatakan jika sosok Novel adalah orang yang baik dan sangat ramah. “Saya pernah ketemu saat lebaran ketika mas Novel berkunjung ke rumahnya ini.
Kalau tidak salah saat itu dia (Novel) sudah terkena kasus pertamanya tahun 2004 lalu. Saat datang berkunjung, mas Novel dikawal beberapa pengawal,” ujarnya. Terkait penangkapan Novel Baswedan, Kustio mengaku sangat menyayangkan hal itu. Meski sebagai orang awam tidak tahu masalah hukum dan politik, namun Kustio menduga penangkapan Novel adalah hal yang dipaksakan dan seolah mengada-ada.
“Padahal mas Novel orang yang berprestasi, karena mampu menangkap para koruptor kelas kakap. Sangat disayangkan kalau ini ditangkap gara-gara kasus tahun 2004. Saya pribadi tidak tahu permasalahannya apa, yang jelas mas Novel bagi kami warga sini adalah orang yang baik dan berprestasi. Kami sendiri bangga memiliki warga yang hebat seperti mas Novel,” papar Kustio.
Kustio hanya berharap kasus yang menimpa Novel Baswedan segera selesai. Menurut Kustio, sebagai orang baik hal itu adalah cobaan dalam karier Novel Baswedan. “Kami hanya bisa mendoakan agar kasus itu selesai dan mas Novel dapat kembali bekerja menuntaskan kasus-kasus korupsi di negeri ini. Sebagai tetangga mas Novel, saya dan warga di Sampangan akan mendukung dan memberikan doa,” katanya.
Andika Prabowo
Kota Semarang
Novel Baswedan yang ditangkap penyidik Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum dirumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara, sekitarpukul00.15WIB, Jumat (1/5) lalu. Dirumahitulah, kedua orang tua Novel tinggal. Kemarin, KORAN SINDO mencoba bertandang ke rumah sederhana itu.
Namun niat tersebut urung terwujud karena sang empunya rumah yang belakangan mengontrak rumah tersebut enggan ditemui. “Tolong jangan mas, saya tidak berkenan,” kata seorang pria yang diduga adalah orang yang selama ini mengontrak di rumah Salim. Menurut keterangan Ny Tugiyo, istri dari ketua RT 5/1 mengatakan, rumah tersebut ditinggali oleh ayah dan ibunda Novel selama beberapa tahun saja.
Setelah itu, rumah tersebut dikontrakkan kepada seseorang hingga kini. “Itu memang rumah pak Salim, tapi sudah lama dikontrakkan ke orang lain,” kata dia. Menurut Ny Tugiyo, rumah yang ditempati Salim dan Fatimah tersebut berada di perumahan kluster yang hanya berisi 14 unit. “Itu (rumah) terpisah, jadi kalau saya pribadi kurang begitu mengenal dengan sosok pak Salim. Hanya pernah bertemu saja,” paparnya.
Seseorang yang mengenal dekat keluarga Salim dan Fatimah itu adalah Kustio, 50, tetangga depan rumah itu. Menurut mantan ketu RT 5 itu, keluarga Salim menempati rumah tersebut sejak 10 tahun silam. “Saya lupa kapan membelinya (rumah), tapi seingat saya sudah sekitar 10 tahun silam. Dia pindahan dari Sumur Umbul daerah Pedurungan Kota Semarang,” kata Kustio.
Kustio mengaku tidak mengenal Novel Baswedan. Sebab, saat itu Salim menempati rumah itu hanya berdua dengan istrinya. “Kemudian beberapa waktu itu anak-anaknya sering datang, dari situ saya baru tahu kalau ternyata pak Salim memiliki anak-anak hebat seperti mas Novel Baswedan,” imbuh pria yang sehari-hari bekerja sebagai pengepul rongsok itu.
Seharihari, Salim bersama istrinya dikenal baik di mata masyarakat. Bahkan, Salim selalu aktif salat berjamaah di masjid yang ada di kampung tersebut. “Sementara istrinya, ibu Fatimah itu sangat baik sama orang-orang kecil. Dia sering membantu masyarakat yang tidak punya,” kata Kustio.
Dia mengaku tidak mengenal sosok Novel Baswedan. Meski begitu, dia sempat beberapa kali bertemu dengan Novel saat berkunjung ke kediaman orang tuanya itu dan mengatakan jika sosok Novel adalah orang yang baik dan sangat ramah. “Saya pernah ketemu saat lebaran ketika mas Novel berkunjung ke rumahnya ini.
Kalau tidak salah saat itu dia (Novel) sudah terkena kasus pertamanya tahun 2004 lalu. Saat datang berkunjung, mas Novel dikawal beberapa pengawal,” ujarnya. Terkait penangkapan Novel Baswedan, Kustio mengaku sangat menyayangkan hal itu. Meski sebagai orang awam tidak tahu masalah hukum dan politik, namun Kustio menduga penangkapan Novel adalah hal yang dipaksakan dan seolah mengada-ada.
“Padahal mas Novel orang yang berprestasi, karena mampu menangkap para koruptor kelas kakap. Sangat disayangkan kalau ini ditangkap gara-gara kasus tahun 2004. Saya pribadi tidak tahu permasalahannya apa, yang jelas mas Novel bagi kami warga sini adalah orang yang baik dan berprestasi. Kami sendiri bangga memiliki warga yang hebat seperti mas Novel,” papar Kustio.
Kustio hanya berharap kasus yang menimpa Novel Baswedan segera selesai. Menurut Kustio, sebagai orang baik hal itu adalah cobaan dalam karier Novel Baswedan. “Kami hanya bisa mendoakan agar kasus itu selesai dan mas Novel dapat kembali bekerja menuntaskan kasus-kasus korupsi di negeri ini. Sebagai tetangga mas Novel, saya dan warga di Sampangan akan mendukung dan memberikan doa,” katanya.
Andika Prabowo
Kota Semarang
(bbg)