Kali Ini Pupur dan Gincunya Lebih Tebal

Senin, 27 April 2015 - 09:53 WIB
Kali Ini Pupur dan Gincunya...
Kali Ini Pupur dan Gincunya Lebih Tebal
A A A
Puncak peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika (KAA) pekan kemarin membuat Bandung bersolek. Ruas-ruas jalan dan gedung yang dilalui para delegasi dan tamu undangan diperindah.

Kemegahan acara diselenggarakan demi menyemarakkan momen bersejarah di akhir April ini. Sayangnya, dipercantiknya Bandung hanya ketika delegasi kepala negara hadir di kawasan ini. Padahal, perbaikan infrastruktur selayaknya diterima warga, tanpa ada momen KAA sekalipun. Hal itu juga yang disampaikan Sudarsono Katam dalam bukunya, Pupur dan Gincu buat Bandung. Bagi dia, keindahan kota dan pelayanan publik yang seharusnya ideal dinikmati warga, seolah-olah terwujud jika terjadi perhelatan akbar.

Tidak sedikit dana dan tenaga yang dikeluarkan. Fasilitas warga yang sedianya diperbaiki tersebut nyatanya banyak yang rusak bahkan hilang selepas perhelatan. Buku tersebut merupakan sebuah kritik terhadap perhelatan peringatan ke-50 KAA. Tapi, tanda-tandanya serupa dengan peringatan KAA tahun ini. Selepas puncak peringatan, beberapa fasilitas sudah rusak seperti bangku, tanaman, payung-payung yang dipasang. Deni Rachman dari Api Bandung yang menerbitkan buku Pupur dan Gincubuat Bandung.

Dengan sindir sampirnya, coba saja jalur kedatangan delegasinya diperpanjang sampai Cicaheum. Mungkin Bandung indah bukan hanya di Jalan Asia Afrika dan sekitarnya. “Kalau jalan Asia Afrika diibaratkan bibir, maka daerah seperti Banceuy, Jalan Alkateri, Jalan Kepatihan adalah badannya. Bibirnya bak berpupur-gincu. Sepuluh tahun lalu begitu, sekarang pupur gincunya lebih tebal,” ungkapnya selepas bedah buku di Gedung de Vries OCBC-NISP Jalan Asia Afrika, kemarin.

Lebih lanjut dia memaparkan, konstruksi berpikir Bandung yang bak berpupur gincu itu sekadar merayakan sesuatu. Memperbaiki itu, menurutnya, bukan hanya karena ada acara tapi harus menjadi kerjaan harian. “Kita lihat sejauh mana perawatan. Menciptakan memang bisa dengan sekejap, tapi merawat kadang luput. Kita lihat dulu sampai enam bulan pertama, perkembang annya seperti apa,” katanya. Dalam kesempatan yang sama, fotografer senior Inen Rusnan menambahkan, Kota Bandung merupakan kota perdamaian. Semangat Kota bandung tidak akan pudar.

“Kalau menilai dari zaman 1955 sampai sekarang tentu saja akan berbeda. Peringatan sekarang kita patut mensyukuri. Luar biasa penyelenggarannya, Indonesia sejajar bahkan bisa melebihi mereka, mengagumkan, mewah,” ungkap Inen yang menyaksikan langsung KAA sebelumnya. Terkait berjubelnya rakyat di momen peringatan KAA ke-60, kata Inen, mereka bukan berasal dari Kota Bandung saja, tapi juga dari luar Bandung. “Mengenai keamanan, dulu lengang, sejuk saja, tidak takut ini itu, rakyatnya tidak terlalu banyak, pengamanannya tidak seperti sekarang.

Mungkin dari pihak keamanan kalau kata orang Sunda mahditiung memeh hujan(sedia payung sebelum hujan), karena kita gaktahu apa yang akan terjadi. Apalagi tamunya dari tokoh Asia dan Afrika,” paparnya.

Fauzan
Kota Bandung
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8067 seconds (0.1#10.140)