Karakteristik Servant Leadership (lanjutan)

Kamis, 16 April 2015 - 09:16 WIB
Karakteristik Servant Leadership (lanjutan)
Karakteristik Servant Leadership (lanjutan)
A A A
“The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between, the leader is a servant.”

Max DePree mengatakan, tugas utama seorang pemimpin adalah menggambarkan dan memperjelas realitas. Di akhir menyampaikan terima kasih dan di antaranya pemimpin adalah seorang pelayan. Pemimpin tidak menuntut dilayani, tapi sebaliknya malah melayani pengikutnya. Dia mengabaikan kepentingan pribadinya untuk fokus membantu pengikutnya tumbuh dan berkembang.

Pada tulisan sebelumnya saya sudah menjelaskan karakteristik servant-leader yang disampaikan oleh LC Spears (1995) dalam bukunya yang berjudul Servant Leadership and the Greenleaf Legacy, yaitu karakter listening dan empathy. Berikut saya akan sampaikan karakteristik selanjutnya, yaitu healing. Penyembuhan atau healing.

Dalam mencapai target-target hidupnya setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan atau kekecewaan. Kegagalan dan kekaburan masa depan adalah pelumpuh nomor wahid semangat seseorang. Servant-leader adalah orang yang sangat mampu membangkitkan kembali semangat diri dengan menerima kenyataan dengan ikhlas dan menetapkan kembali sasaran yang menantang tetapi tetap realistis.

Dalam interaksinya dengan orang-orang di sekitarnya, setiap orang juga rentan mengalami luka-luka emosional. Selalu saja ada orang yang menyakiti, mengkhianati, menyepelekan, merendahkan, tidak responsif, tidak memiliki sense of crisis yang sama, bergerak memperlemah semangat tim, dan lain sebagainya. Orang-orang yang sukses adalah orang yang berhasil menyembuhkan luka-luka emosionalnya.

Servant-leader adalah orang yang sangat terampil menyembuhkan diri sendiri terlebih dahulu sebelum menyembuhkan pengikutnya. Servantleader tahu bagaimana bangkit lagi dari keterpurukan. Energi dan antusiasmenya selalu terjaga untuk membangkitkan energi dan antusiasme pengikutnya. Servant leadership juga tahu bagaimana memaafkan orang lain. Dia sangat sadar bahwa menyimpan kebencian hanya akan menggerogoti diri sendiri.

Memaafkan tidak harus menunggu orang lain minta maaf. Memaafkan adalah sifat alami servant-leader. Nabi Musa bertanya kepada Allah, “Ya Allah, siapa orang yang paling mulia di sisi-Mu?” Allah menjawab, “orang yang memaafkan orang lain sebelum dia meminta maaf.” Memaafkan akan membebaskan diri kita dari energi negatif kebencian dan terluka lagi. Memaafkan adalah pembebasan diri.

Servant-leader pada level yang tinggi, sudah mampu menjadi sumber energi bagi pengikutnya. Para pengikutnya kadang datang menemui pemimpinnya hanya sekadar untuk nge-charge battery. Melihat, bersalaman, dan bertegur sapa dengan sang pemimpin sudah mampu membangkitkan semangatnya.

Panglima Besar Sudirman memimpin perang gerilya dengan semangat dan antusias. Beliau sedang sakit paru-paru kronis, tapi beliau mampu mengabaikan rasa sakitnya sejenak untuk memimpin rapat bahkan berpidato membangkitkan semangat anak buahnya. Panglima Besar Sudirman mampu berjalan dengan tegak dan garang berjas besar untuk menutupi tubuhnya yang semakin kurus karena penyakitnya.

Kendaraannya adalah tandu yang digotong oleh pengawal- pengawal pribadinya dengan mengendap-endap tanpa suara. Bukan mobil mewah yang dikawal mobil Land Cruiser terbaru dengan bunyi sirene yang meraung-raung agar semua orang minggir dan menyaksikan bahwa sang jenderal sedang lewat.

Panglima Besar Sudirman betul-betul mampu menyembuhkan diri sendiri dan mampu menjadi sumber energi dan menyembuhkan luka-luka dan penderitaan seluruh anak buahnya. Adakah pemimpin di Indonesia saat ini yang mampu menjadi “penyembuh” seperti Beliau?

DR Fauzan Asmara
Dosen Pascasarjana STMIK Amikom Yogyakarta
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3127 seconds (0.1#10.140)