Nelayan Tolak Tambang Pasir Besi
A
A
A
TASIKMALAYA - Nelayan Pantai Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya tetap menolak rencana eksploitasi atau penambangan pasir besi dikawasan lepas pantai tersebut.
Me reka menilai, lokasi rencana eksploitasi tepat berada di kawasan sarang ikan laut yang biasa ditangkap warga dan berada beberapa mil dari lepas pantai. Menurut Ketua HNSI Kabupaten Tasikmalaya Dedi Mulyadi, sejak diberhentikannya aktivitas penambangan beberapa waktu silam tangkapan nelayan diPantai Cipatujah kembali mengalami peningkatan.
Padahal sebelumnya mengalami penurunan karena limbah dari penambangan itu masuk kembali kelaut, karena aktivitasnya yang tidak memperhatikan zonasi dengan baik. “Sekarang ini penambangan malah hendak dilakukan kelepas pantai, sudah jelas nanti ikan akan hilang dan sarangnya akan berpindah ketempat lain.
Bukan hanya itu, terumbu karangpun dipastikan bakal rusak dan nelayan disini mau makan apa nantinya? Makanya kami bersikeras melakukan penolakan karena memang tidak mungkin kami beralih mata pencaharian,” ungkap Dedi. Senada dengan Dedi, Sekjen HNSI Kabupaten Tasikmalaya Eet Riswana menilai, kebijakan Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum terhadap potensi kelautan plin plan.
Pasalnya, kebijakan pertambangan pasir besi sangat bertolak belakang dengan upaya peningkatan produksi tangkapan ikan disepanjang pantai Cipatujah dan Cikalong. Pemkab Tasikmalaya seharusnya memilih satu di antara dua kebijakan yang akan dilaksanakan pada satu potensi yang ada.
Kalau hendak mengembangkan potensi pertambangan seperti sekarang ini, tinggal coret potensi pengembangan perikanan diDinas Peternakan Perikanan dan Kelautan (DP-PK) yang ada saat ini. “Tidak akan bisa disatukan antara pertambangan pasir besi dan perikanan kelautan, karena aktivitas pertambangan sudah jelas merusak biota laut yang akan menghilangkan hasil tangkapan nelayan.
Bukan berarti pertambangan pasir besi tidak boleh, tetapi hingga saat ini tata cara dan kebijakannya sendiri tidak jelas,” tegas Eet. Sedangkan pada potensi perikanan, sudah jelas menghidupi ribuan nelayan disepanjang pantai selatan Kabupaten Tasikmalaya. Pihaknyapun melakukan percobaan menangkap ikan dengan kapal di atas 15 GT ternyata hasilnya ikan berkelas semua, namun hal itu terkendala dengan peralatan yang tidak ada serta sarana pelabuhan yang tidak memadai untuk kapal besar.
“Jika pemerintah fokus, tingkatkan saja sarana dan prasarana nelayan pada peralatan dan pelabuhannya. Kemudian per tambangan pasir besi dihentikan,” ucapnya. Berdasarkan data DPD HN SI Kabupaten Tasikmalaya, ak hir tahun lalu saja pendapatan nelayan dibukukan sebesar Rp4,2 miliar dengan hasil tangkapan ikan sebanyak 389 ton.
Pendapatan itu meningkat sebesar 20% dari tahun sebelumnya, pendapatan itupun 6 %nya disumbangkan ke PAD dan jauh sekali jika dib an ding kan dengan PAD yang disumbangkan dari pertambangan pasir besi. Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Tasikmalaya Ucu Mulyadi juga tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa memfasilitasi antara pengusaha dan nelayan karena kebijakan sepenuhnya berada di tangan pemerintah.
Namun jika memang ma syarakat nelayan dirugikan karena zona tangkapnya rusak akibat penambangan pasir besi jelas dirinya tidak setuju. “Kalau mata pencaharian nelayan hilang jelas saya tidak akan mendukung, tetapi disisi lain juga pengusaha harus difasilitasi dan dicapai kesepakatan seperti apa yang tidak merugikan keduabelah pihak,” kata Ucu.
Nanang kuswara
Me reka menilai, lokasi rencana eksploitasi tepat berada di kawasan sarang ikan laut yang biasa ditangkap warga dan berada beberapa mil dari lepas pantai. Menurut Ketua HNSI Kabupaten Tasikmalaya Dedi Mulyadi, sejak diberhentikannya aktivitas penambangan beberapa waktu silam tangkapan nelayan diPantai Cipatujah kembali mengalami peningkatan.
Padahal sebelumnya mengalami penurunan karena limbah dari penambangan itu masuk kembali kelaut, karena aktivitasnya yang tidak memperhatikan zonasi dengan baik. “Sekarang ini penambangan malah hendak dilakukan kelepas pantai, sudah jelas nanti ikan akan hilang dan sarangnya akan berpindah ketempat lain.
Bukan hanya itu, terumbu karangpun dipastikan bakal rusak dan nelayan disini mau makan apa nantinya? Makanya kami bersikeras melakukan penolakan karena memang tidak mungkin kami beralih mata pencaharian,” ungkap Dedi. Senada dengan Dedi, Sekjen HNSI Kabupaten Tasikmalaya Eet Riswana menilai, kebijakan Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum terhadap potensi kelautan plin plan.
Pasalnya, kebijakan pertambangan pasir besi sangat bertolak belakang dengan upaya peningkatan produksi tangkapan ikan disepanjang pantai Cipatujah dan Cikalong. Pemkab Tasikmalaya seharusnya memilih satu di antara dua kebijakan yang akan dilaksanakan pada satu potensi yang ada.
Kalau hendak mengembangkan potensi pertambangan seperti sekarang ini, tinggal coret potensi pengembangan perikanan diDinas Peternakan Perikanan dan Kelautan (DP-PK) yang ada saat ini. “Tidak akan bisa disatukan antara pertambangan pasir besi dan perikanan kelautan, karena aktivitas pertambangan sudah jelas merusak biota laut yang akan menghilangkan hasil tangkapan nelayan.
Bukan berarti pertambangan pasir besi tidak boleh, tetapi hingga saat ini tata cara dan kebijakannya sendiri tidak jelas,” tegas Eet. Sedangkan pada potensi perikanan, sudah jelas menghidupi ribuan nelayan disepanjang pantai selatan Kabupaten Tasikmalaya. Pihaknyapun melakukan percobaan menangkap ikan dengan kapal di atas 15 GT ternyata hasilnya ikan berkelas semua, namun hal itu terkendala dengan peralatan yang tidak ada serta sarana pelabuhan yang tidak memadai untuk kapal besar.
“Jika pemerintah fokus, tingkatkan saja sarana dan prasarana nelayan pada peralatan dan pelabuhannya. Kemudian per tambangan pasir besi dihentikan,” ucapnya. Berdasarkan data DPD HN SI Kabupaten Tasikmalaya, ak hir tahun lalu saja pendapatan nelayan dibukukan sebesar Rp4,2 miliar dengan hasil tangkapan ikan sebanyak 389 ton.
Pendapatan itu meningkat sebesar 20% dari tahun sebelumnya, pendapatan itupun 6 %nya disumbangkan ke PAD dan jauh sekali jika dib an ding kan dengan PAD yang disumbangkan dari pertambangan pasir besi. Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Tasikmalaya Ucu Mulyadi juga tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa memfasilitasi antara pengusaha dan nelayan karena kebijakan sepenuhnya berada di tangan pemerintah.
Namun jika memang ma syarakat nelayan dirugikan karena zona tangkapnya rusak akibat penambangan pasir besi jelas dirinya tidak setuju. “Kalau mata pencaharian nelayan hilang jelas saya tidak akan mendukung, tetapi disisi lain juga pengusaha harus difasilitasi dan dicapai kesepakatan seperti apa yang tidak merugikan keduabelah pihak,” kata Ucu.
Nanang kuswara
(bbg)