Siapa lagi Setelah Handoko Lie

Jum'at, 10 April 2015 - 10:43 WIB
Siapa lagi Setelah Handoko Lie
Siapa lagi Setelah Handoko Lie
A A A
MEDAN - Penahanan Direktur PT Agra Citra Kharisma (ACK) Handoko Lie oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi pengalihan lahan Center Point, dinilai bisa berujung dengan ikut terseretnya pejabat Pemerintah Kota (Pemko) Medan saat ini.

Anggota Komisi A DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengatakan, penetapan tersangka Handoko Lie menunjukkan ada persoalan hukum yang terjadi. Pemko dan DPRD Medan pun bisa terkena imbas dari proses pengembangan hukum yang dilakukan penyidik Kejagung.

“Status tersangka sebagai bukti bahwa ada persoalan hukum yang terjadi pada PT ACK. Ya, saya rasa itu(PemkodanDPRD Medanterseret) mungkin bisa saja terjadi,” katanya di Medan, kemarin. Adanya persoalan hukum yang terjadi dalam pembangunan Center Point ini telah diingatkan dia dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Pemko dan DPRD Medan beberapa waktu lalu.

Dalam rapat tersebut, Sutrisno menunjukkan sejumlah bukti autentik dan kejanggalan PT ACK dalam hal kepemilikan lahan itu. Pemko dan DPRD Medan diimbaunya tidak memproses perubahan peruntukan. Dia juga menilai Pemko Medan juga tidak jujur karena tidak mau bertindak terkait masalah ini.

Pemko justru mengupayakan terbitnya izin membangun bangunan (IMB) Center Point, padahal kepemilikan tanah belum ada dan tidak bisa diperlihatkan PT ACK. Politikus PDI Perjuangan ini mempertanyakan alasan dasar PT ACK yang mengklaim lahan itu sebagai milik mereka.

Dewan mendesak PT ACK menunjukkan bukti autentik kepemilikan lahan itu. Persoalannya sampai saat ini lahan tersebut terdaftar sebagai aset negara dan terdaftar di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“PT ACK melakukan transaksi dengan sekelompok orang, membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi atas lahan tersebut, tapi tidak ada bukti memiliki lahan. Jelas tidak ada dasar PT ACK atas lahan itu. Inilah dokumen yang kami periksa,” ujarnya.

Sebagaimana diberitakan, Handoko Lie ditahan karena mangkir tiga kali berturut-turut dari panggilan penyidik. Ketika mangkir, Handoko juga tidak pernah memberikan alasan apa pun kepada penyidik.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony Tribagus Spontana mengatakan, Handoko terjerat kasus pengalihan lahan PT KAI menjadi hak pengelolaan lahan (HPL) milik Pemko Medan pada 1982. Dia juga terlibat tindak korupsi pada penerbitan hak guna bangunan (HGB) tahun 1994 serta pengalihan HGB tahun 2004.

Selain Handoko, dua mantan Wali Kota Medan, yakni Rahudman Harahap dan Abdillah, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Karena para tersangka diduga terlibat korupsi pengalihan hak atas tanah perusahaan PT KAI menjadi hak pengelolaan tanah Pemda Tingkat II Medan pada 1982.

Di atas lahan milik negara itu, PT ACK membangun Center Point. Rahudman sudah dua kali diperiksa dalam kasus ini. Pemeriksaan itu dilakukan penyidik Kejagung di Rutan Tanjung Gusta Medan pada 19 dan 20 November 2014 lalu. Sementara Abdillah tidak diketahui pemeriksaannya karena belum ada penjelasan dari Kejagung.

Pemko DPRD Saling Bantah

Setelah penahanan Handoko Lie, Pemko dan DPRD Medan mulai beda suara terkait rekomendasi surat keputusan (SK) persetujuan perubahan peruntukan lahan seluas 7,3 ha di Jalan Jawa/Jalan Timor, Kelurahan Gang Buntu, Kecamatan Medan Timur. Tidak hanya itu, di antara pejabat pemko dan DPRD pun terlibat saling bantah.

Seperti diberikan sebelumnya, Asisten Umum Sekretaris Daerah Kota (Setdako) Medan Ikhwan Habibi Daulay mengatakan, SK persetujuan tersebut sudah mereka terima dan diserahkan ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan untuk dibahas.

Namun, Kepala Bappeda Kota Medan Zulkarnain menegaskan, hingga kemarin dirinya belum menerima SK persetujuan rekomendasi perubahan peruntukan Jalan Jawa itu. “Belum ada saya terima,” ujarnya, kemarin. Dia menegaskan, akan memproses surat tersebut bila sudah diterima karena tidak ada kaitannya kasus yang menjerat Direktur PT ACK Handoko Lie.

“Pemko Medan kan hanya mengurus administrasi, tidak ada kaitan dengan urusan pidana. Kalau sudah sesuai prosedur kami proses. Keputusannya kan ada di tangan Pak Wali Kota karena beliau yang menandatanganinya nanti,” ucapnya. Pernyataan Ikhwan Habibi juga dibantah Wakil Ketua DPRD Medan Iswanda Ramli.

Menurut pria yang akrab disapa Nanda ini, persetujuan tersebut belum diserahkan ke Pemko Medan karena masih dikaji dewan. Bahkan, dirinya belum menandatangani persetujuan tersebut. Keadaan makin aneh ketika Wakil Ketua DPRD Medan Burhanuddin Sitepu mengungkapkan sudah menandatangani persetujuan tersebut.

Sebagai pimpinan dewan, dia harus menandatangani SK itu karena mayoritas fraksi-fraksi di DPRD Medan sudah menyetujui permohonan yang diajukan atas nama Handoko Lie C/q PT ACK. “Tidak bisa tidak ditandatangani. Apalagi persetujuan tersebut diambil melalui paripurna,” ujarnya.

Dia menjelaskan, penandatanganan persetujuan tersebut dilakukan pimpinan dimulai dari pimpinan paling bawah, yakni dirinya. Setelah itu, Ihwan Ritonga, Iswanda Ramli, dan terakhir Ketua DPRD Medan Hendri Jhon Hutagalung.

“Yang jelas saya sudah menandatanganinya. Kalau yang lainnya (apakah sudah menandatangani) saya tidak tahu. Sebab saya tidak ikuti lagi jalannya berkas tersebut. Begitu juga apakah sudah diserahkan sekretariat dewan ke Pemko Medan apa belum, saya juga tidak tahu. Coba saja cek dan tanyakan pimpinan lain,” katanya.

Terpisah, Sekretaris DPRD Medan Azwarlin Nasution mengaku tidak tahu apakah berkas itu sudah diserahkan ke pemko atau belum. Sebab penyerahan tersebut bisa saja tanpa melalui dia karena sudah tidak ada paraf atau tanda tangan dirinya di berkas itu. “Bisa saja penyerahan tanpa sepengetahuan saya. Kalau sudah dinomori bisa saja langsung. Maka saya tidak tahu dan tidak terpantau saya,” ujarnya.

Dewan Lempar Bola Panas ke Wali Kota

Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga Ketua Komisi D DPRD Medan, Ahmad Arief, terkesan melemparkan bola panas kasus Jalan Jawa ini ke Wali Kota Dzulmi Eldin. Sebab dia menegaskan, tidak akan ada pembatalan pemberian rekomendasi SK persetujuan perubahan peruntukan lahan Center Point itu.

Dewan tidak bisa membatalkan persetujuan itu karena hal tersebut sifatnya rekomendasi. Sebab yang bisa menggugurkan atau membatalkan persetujuan tersebut adalah Wali Kota Dzulmi Eldin dengan cara tidak menerbitkan SK perubahan peruntukan.

“Persetujuan tersebut tidak akan berarti kalau SK wali kota tidak terbit. Jadi, semua itu tergantung wali kota. Apabila wali kota menerbitkan SK, maka perubahan peruntukan terjadi. Kalau tidak, maka tidak bisa dilakukan,” katanya.

Dia juga mengungkapkan, tidak ada hubungannya penangkapan Handoko Lie dengan perubahan peruntukan tersebut. Sebab persetujuan perubahan peruntukan diambil berdasarkan permohonan yang disampaikan pemko dan sudah memenuhi syarat. Bahkan, pemko sudah mengubah peraturan wali kota (perwal) berkaitan dengan itu.

Karena hasil putusan pengadilan bisa dilampirkan dalam syarat persetujuan perubahan peruntukan. “Kami tidak melihat proses hukum, baik perdata maupun pidananya. Selama syaratnya terpenuhi, ada juga lampiran perwal dan lainnya, maka kami memberikan pendapat. Apalagi sebelum diberikan kepada kami sudah dilakukan kajian teknis dan hukum. Jadi, jangan tanya kami. Tanya pemko,” kata Arief.

Hal senada dikatakan Ketua Fraksi Golkar DPRD Sumut Ilhamsyah. Menurut dia, perubahan peruntukan dengan pidana umum dan perdata yang terjadi di lahan itu adalah hal berbeda dan tidak bisa disatukan. Karena itu, pembatalan tersebut tidak bisa dilaksanakan.

“Sekarang itu semua tergantung pemko. Mau terbitkan surat keputusannya atau tidak. Kami memberikan persetujuan karena secara administrasi dan perdatanya PT ACK sudah menang,” katanya.

Reza shahab/ Lia anggia nasution
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8064 seconds (0.1#10.140)