Eksekusi Rumah Peninggalan Belanda Ricuh

Kamis, 09 April 2015 - 10:00 WIB
Eksekusi Rumah Peninggalan Belanda Ricuh
Eksekusi Rumah Peninggalan Belanda Ricuh
A A A
SOLO - Eksekusi rumah peninggalan Belanda di Kawasan Monumen 45 Banjarsari Solo diwarnai kericuhan kemarin. Pihak yang menempati rumah beserta pendukungnya menghalau juru sita Pengadilan Negeri Solo yang hendak mengeksekusi rumah keluarga Almarhum Winarso di Jalan Sabang Nomor 4.

Sejumlah anggota ormas yang mengawal pemilik rumah terlibat saling dorong dengan aparat kepolisian. Aksi ini membuat juru sita PN Solo Rochadi SH membacakan putusan pengadilan dari pinggir jalan. Kendati demikian, aparat PN bersama polisi tetap tidak mampu mengeksekusi rumah tersebut. Keluarga almarhum Winarso menyatakan gugatan tersebut cacat hukum karena yang terdaftar sebagai tergugat adalah Winoto.

Sementara yang menempati rumah tersebut adalah ibundanya. Keterangan yang dihimpun KORAN SINDO dari keluarga tergugat, Efendi Syarif, mengatakan rumah yang akan dieksekusi tersebut merupakan peninggalan Belanda. Setelah kemerdekaan Indonesia, rumah tersebut ditempati keluarga Winarso dengan menyewa dari warga Tionghoa yang sebelumnya pernah menempati lokasi.

Sewa lahan itu dilakukan hingga beberapa puluh tahun dengan nilai bervariasi, mulai dari ribuan hingga ratusan ribu rupiah. Pada 1990-an diketahui bahwa sertifikat tanah tersebut adalahhakgunabangunan(HGB) dan tidak bisa diperpanjang setelah 30 tahun digunakan. “Sertifikat itu muncul pada 1950 lalu dan habis masanya pada 1980. Saat itu keluarga saya tidak mengetahuinya karena tidak pernah diberi tahu oleh yang menyewakan,” ucapnya.

Setelah beberapa tahun berlalu, tiba-tiba ada yang menggugat kepemilikan bangunan tersebut ke PN Solo. Gugatan itu didaftarkan oleh Agus Pribadi, yang mengklaim sebagai ahli waris dari pemilik rumah. Padahal, selama keluarganya menempati, tidak diketahui siapa Agus Pribadi tersebut. Selain itu, gugatan yang didaftarkan itu dinilai juga cacat hukum dan tidak bisa dibenarkan.

Pasalnya, dalam gugatan tersebut Agus Pribadi juga mencantumkan keluarganya yang sudah meninggal sebagai orang penuntut. “Orang sudah meninggal kok menuntut ya itu tidak benar dan cacat hukum. “Sebenarnya tanah bekas zaman penjajahan itu menjadi hak Bumiputera sehingga orang yang menempati rumah itu paling lama, nanti yang bisa mengajukan hak atas tanah dan bangunan.

Itu semua sesuai dengan aturanBPN,” tandasnya.” ucapnya Sementara itu, setelah melalui proses mediasi yang cukup alot, juru sita dan aparat kepolisian akhirnya meninggalkan lokasi tersebut. Perwakilan dari PN Solo Rochadi enggan menyampaikan apa pun terkait masalah tersebut kepada wartawan. Usai mediasi, dia langsung berlalu bersama rombongan yang lain.

Arief setiadi
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 4.4986 seconds (0.1#10.140)