Nenek Malisa dan Cucu, 20 Tahun Tinggal di Gubuk Plastik
A
A
A
PALEMBANG - Malisa seorang nenek yang telah berusia 70 tahun bersama cucunya Maulana (23) yang keterbelakangan mental tinggal di gubuk plastik selama 20 tahun.
Warga Lorong Kedukan, Kelurahan 5 Ulu ini terpaksa tinggal di gubuk berukuran 7x2 meter beratap plastik dan papan yang rapuh, lantaran terputusnya bantuan pemerintah.
Rumah semi panggung terbuat dari papan yang sudah usang tersebut, dengan dinding yang ditutup dengan terpal plastik dan lantai papan rumah yang sudah usang, jika hujan selalu bocor di setiap sudutnya.
Untuk menutupi kebocoran di kala hujan sang nenek bersama cucunya menutup langit rumahnya dengan terpal agar tak bocor.
Selain itu, untuk penerangan rumahnya diberikan cuma cuma oleh tetangga. Sementara dan tempat masaknya pun berdekatan dengan tempat tidur. Nenek Melisa dulunya membeli lahan rumahnya tersebut seharga Rp500.000
Keseharianya nenek Malisa berdagang kue bongkol yang dijualnya di sekitaran wilayah tempat tinggalnya.
Satu buahnya dihargai Rp1.000 dan terkadang berjualan sayuran kangkung yang dipetiknya dari rawa belakang rumahnya.
"Kalau keseharian saya, biasanya saya berjualan bongkol, kawasan Pasar 7 Ulu dekat rumah saya, penghasilan saya kadang kadang Rp20.000, itupun hanya terkadang. Sedangkan cucu saya yang keterbelakangan mentalnya, bekerja menjadi kuli panggul dan penghasilannya jika ada rejeki mencapai Rp60.000, " ujarnya.
Sebenarnya dirinya mempunyai empat orang anak yang semuanya sudah berkeluarga. Namun kehidupan keluarga anaknya pun susah dan jauh dari tempat tinggal dia.
Ketika ditanyakan apakah dapat bantuan selama ini dari pihak pemerintah, sang nenek ini mengatakan dirinya dulu pernah dapat Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun sekarang ini tidak lagi dapatkan bantuan.
"Saat ini kabarnya ada program baru, bantuan bagi masyarakat tidak mampu, namun saya juga tidak mendapatkannya. Bahkan saya sudah melapor kepada RT setempat, jika ingin berobat karena sakit tidak ada uang. Jadi kalau sakit paling juga hanya diobati balsem saja biar sembuh, kalau kartu Jamkes saya tidak punya," timpalnya.
Untuk itu, dirinya berharap, agar mendapat bantuan dari pemerintah supaya rumahnya bisa diperbaiki karena sudah tidak layak lagi dan nyaris ambruk.
"Suami saya sudah meninggal. Sejak dua tahun yang lalu, jadi saya harus penuhi kehidupan saya sendiri dan cucu saya, saya tidak mau merepotkan anak dan orang lain. Selagi saya bisa mencari nafkah saya akan berusaha," ungkapnya.
Terpisah, Kasi Pemerintahan Kelurahan 5 Ulu Emma mengatakan, dalam pemberian bantuan Balsem ataupun PSKS, bukan pihak kelurahan yang membagikan, melainkan dari Dinas Sosial dan dari pihak Kantor Pos.
"Kalau bantuan bagi masyarakat tidak mampu ada, tapi dalam pemberian bantuan diserahkan langsung oleh pihak Dinas Sosial ataupun biasanya dari Kantor Pos Langsung, Tapi kalau untuk ibu itu (Nenek Malisa) saya tidak mengetahui dapat atau tidaknya," kata Emma.
Warga Lorong Kedukan, Kelurahan 5 Ulu ini terpaksa tinggal di gubuk berukuran 7x2 meter beratap plastik dan papan yang rapuh, lantaran terputusnya bantuan pemerintah.
Rumah semi panggung terbuat dari papan yang sudah usang tersebut, dengan dinding yang ditutup dengan terpal plastik dan lantai papan rumah yang sudah usang, jika hujan selalu bocor di setiap sudutnya.
Untuk menutupi kebocoran di kala hujan sang nenek bersama cucunya menutup langit rumahnya dengan terpal agar tak bocor.
Selain itu, untuk penerangan rumahnya diberikan cuma cuma oleh tetangga. Sementara dan tempat masaknya pun berdekatan dengan tempat tidur. Nenek Melisa dulunya membeli lahan rumahnya tersebut seharga Rp500.000
Keseharianya nenek Malisa berdagang kue bongkol yang dijualnya di sekitaran wilayah tempat tinggalnya.
Satu buahnya dihargai Rp1.000 dan terkadang berjualan sayuran kangkung yang dipetiknya dari rawa belakang rumahnya.
"Kalau keseharian saya, biasanya saya berjualan bongkol, kawasan Pasar 7 Ulu dekat rumah saya, penghasilan saya kadang kadang Rp20.000, itupun hanya terkadang. Sedangkan cucu saya yang keterbelakangan mentalnya, bekerja menjadi kuli panggul dan penghasilannya jika ada rejeki mencapai Rp60.000, " ujarnya.
Sebenarnya dirinya mempunyai empat orang anak yang semuanya sudah berkeluarga. Namun kehidupan keluarga anaknya pun susah dan jauh dari tempat tinggal dia.
Ketika ditanyakan apakah dapat bantuan selama ini dari pihak pemerintah, sang nenek ini mengatakan dirinya dulu pernah dapat Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun sekarang ini tidak lagi dapatkan bantuan.
"Saat ini kabarnya ada program baru, bantuan bagi masyarakat tidak mampu, namun saya juga tidak mendapatkannya. Bahkan saya sudah melapor kepada RT setempat, jika ingin berobat karena sakit tidak ada uang. Jadi kalau sakit paling juga hanya diobati balsem saja biar sembuh, kalau kartu Jamkes saya tidak punya," timpalnya.
Untuk itu, dirinya berharap, agar mendapat bantuan dari pemerintah supaya rumahnya bisa diperbaiki karena sudah tidak layak lagi dan nyaris ambruk.
"Suami saya sudah meninggal. Sejak dua tahun yang lalu, jadi saya harus penuhi kehidupan saya sendiri dan cucu saya, saya tidak mau merepotkan anak dan orang lain. Selagi saya bisa mencari nafkah saya akan berusaha," ungkapnya.
Terpisah, Kasi Pemerintahan Kelurahan 5 Ulu Emma mengatakan, dalam pemberian bantuan Balsem ataupun PSKS, bukan pihak kelurahan yang membagikan, melainkan dari Dinas Sosial dan dari pihak Kantor Pos.
"Kalau bantuan bagi masyarakat tidak mampu ada, tapi dalam pemberian bantuan diserahkan langsung oleh pihak Dinas Sosial ataupun biasanya dari Kantor Pos Langsung, Tapi kalau untuk ibu itu (Nenek Malisa) saya tidak mengetahui dapat atau tidaknya," kata Emma.
(sms)