Penahanan Warga WTT Diperpanjang
A
A
A
KULONPROGO - Majelis hakim Pengadilan Negeri Wates memperpanjang masa penahanan para terdakwa dalam kasus penyegelan Balai Desa Glagah, Kecamatan Temon.
Hingga saat ini pengajuan penangguhan penahanan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta selaku kuasa hukum para terdakwa belum dikabulkan. “Jawaban atas permohonan penangguhan akan kita sampaikan nanti pada putusan sela,” ujar majelis hakim Esther Megaria Sitorus dalam sidang, kemarin.
Sidang dilaksanakan dua kali dengan agenda sama pembacaan tanggapan jaksa atas eksepsi dari penasihat hukum terdakwa. Pada sidang pertama atas terdakwa, Wasiyo, Tri Marsudi, dan Wakidi yang dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang Tindak Pidana Perusakan karena telah menyegel Kantor Balai Desa Glagah. Sedangkan sidang kedua dengan terdakwa Sarijo, yang didakwa dengan Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan sehingga warga melakukan penyegelan.
Dalam tanggapannya JPU Dian Natalia dan Hesti Tri Rejeki menjelaskan jika surat dakwaan telah sesuai dan dapat menjadi dasar dilanjutkannya persidangan. JPU juga memohon agar hakim menolak keberatan terdakwa. “Kami mohon majelis hakim menolak keberatan dari terdakwa,” kata Hesti Tri Rejeki. Rencananya, sidang akan digelar kembali pada Rabu depan dengan agenda pembacaan putusan sela oleh majelis hakim.
Usai persidangan puluhan warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) melakukan aksi teatrikal menggambarkan kasus yang dialami para tokoh WTT. “Rencananya kami juga mau ke DPRD. Tetapi dewan kosong dan kami blokir jalan sebagai bentuk kekecewaan kami,” kata Ketua WTT Martono.
Penasihat Hukum Sarijo dari LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin, mengatakan dari tanggapan yang dibacakan, JPU tidak mengerti dan memahami inti keberatan yang disampaikan pihak terdakwa. Terkait Pasal 170 KUHP, menurutnya, penyegelan memang terjadi namun barang yang disegel tetap bisa dipakai.
Sedangkan Pasal 160 KUHP, dakwaan JPU inkonstitusional karena sebagai delik materiil seharusnya menjelaskan mengapa Sarijo menjadi penyebab penyegelan. “Harapan kami, majelis hakim bisa mengabulkan permohonan kami,” ujar Hamzal.
Kuntadi
Hingga saat ini pengajuan penangguhan penahanan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta selaku kuasa hukum para terdakwa belum dikabulkan. “Jawaban atas permohonan penangguhan akan kita sampaikan nanti pada putusan sela,” ujar majelis hakim Esther Megaria Sitorus dalam sidang, kemarin.
Sidang dilaksanakan dua kali dengan agenda sama pembacaan tanggapan jaksa atas eksepsi dari penasihat hukum terdakwa. Pada sidang pertama atas terdakwa, Wasiyo, Tri Marsudi, dan Wakidi yang dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang Tindak Pidana Perusakan karena telah menyegel Kantor Balai Desa Glagah. Sedangkan sidang kedua dengan terdakwa Sarijo, yang didakwa dengan Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan sehingga warga melakukan penyegelan.
Dalam tanggapannya JPU Dian Natalia dan Hesti Tri Rejeki menjelaskan jika surat dakwaan telah sesuai dan dapat menjadi dasar dilanjutkannya persidangan. JPU juga memohon agar hakim menolak keberatan terdakwa. “Kami mohon majelis hakim menolak keberatan dari terdakwa,” kata Hesti Tri Rejeki. Rencananya, sidang akan digelar kembali pada Rabu depan dengan agenda pembacaan putusan sela oleh majelis hakim.
Usai persidangan puluhan warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) melakukan aksi teatrikal menggambarkan kasus yang dialami para tokoh WTT. “Rencananya kami juga mau ke DPRD. Tetapi dewan kosong dan kami blokir jalan sebagai bentuk kekecewaan kami,” kata Ketua WTT Martono.
Penasihat Hukum Sarijo dari LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin, mengatakan dari tanggapan yang dibacakan, JPU tidak mengerti dan memahami inti keberatan yang disampaikan pihak terdakwa. Terkait Pasal 170 KUHP, menurutnya, penyegelan memang terjadi namun barang yang disegel tetap bisa dipakai.
Sedangkan Pasal 160 KUHP, dakwaan JPU inkonstitusional karena sebagai delik materiil seharusnya menjelaskan mengapa Sarijo menjadi penyebab penyegelan. “Harapan kami, majelis hakim bisa mengabulkan permohonan kami,” ujar Hamzal.
Kuntadi
(ars)